Jumat, 15 Juli 2011

PERTUMBUHAN PENDUDUK BERHUBUNGAN DENGAN TENAGA KERJA

DOSEN PENGAMPU :
Dra. REFNIDA, M.Pd

DISUSUN OLEH :

NAMA :

ARDYANTO SIREGAR
EFRIN VERONICA
WENI GUSMALA SARI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2011


KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang mana ia telah bemberikan nikmat dan karunia-nya pada kita. Kami dari penyusun makalah ini sangat banyak ucap terimakasi pada dosen pengampu Dra. REFNIDA, M.Pd dalam matakuliah 3 sks adalah EKONOMI PEMBANGUNAN yang telah memberikan tugas ini pada kami, dengan pembahasan ‘’Pertumbuhan Penduduk Berhubungan Dengan Tenaga Kerja’’yang mana dengan adanya tugas ini dapat menambah wawasan, ilmu pengetahuan dan pengertian dalam berbudaya dan bersosialisasi sebagai makhluk hidup yang memiliki peradaban.
Dengan ini kami juga membutuhkan kritik, saran, kontribusi dan pertanyaan-pertanyaan yang membangun dan memperbaiki makalah kami kemasa yang akan dating, sebab tanpa adanya partisipasi, dukungan dan arahan dari dosen pengampu dan teman-teman sekalian kami tidak tahu kekurangan dan kelebihan dari tugas makalah kami ini.
Oleh karena itu kami memerlukan dengan hal yang yang berkaitan dengan apa yang telah diuraikan di atas tentang apa yang telah yang kami butuhkan kemasa yang akan datang dengan perkembangan wawasa, ilmu pengetahuan dan pengertian kami dalam EKONOMI PEMBANGUNAN
Dengan akhir kata kami hanturkan lagi ucap terimakasih pada dosen pengampu Dra. REFNIDA, M.Pd dan para teman-teman sekalian.

Jambi, Juni 2011


Pemakalah




BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Pertumbuhan penduduk adalah perubahan populasi sewaktu-waktu, dan dapat dihitung sebagai perubahan dalam jumlah individu dalam sebuah populasi menggunakan "per waktu unit" untuk pengukuran. Sebutan pertumbuhan penduduk merujuk pada semua spesies, tapi selalu mengarah pada manusia, dan sering digunakan secara informal untuk sebutan demografi nilai pertumbuhan penduduk, dan digunakan untuk merujuk pada pertumbuhan penduduk dunia. Model pertumbuhan penduduk meliputi Model Pertumbuhan Malthusian dan model logistik. Nilai pertumbuhan penduduk
Dalam demografi dan ekologi, nilai pertumbuhan penduduk (NPP) adalah nilai kecil dimana jumlah individu dalam sebuah populasi meningkat. NPP hanya merujuk pada perubahan populasi pada periode waktu unit, sering diartikan sebagai persentase jumlah individu dalam populasi ketika dimulainya periode

RUMUSAN MASALAH
Pertumbuhan penduduk, kualitas sumber daya manusia (SDM) yang rendah, dan sempitnya kesempatan kerja merupakan akar permasalahan kemiskinan. Jadi aspek demografis mempunyai kaitan erat dengan masalah kemiskinan yang dihadapi di Indonesia pada saat ini. Daerah miskin sering ditinggalkan penduduknya untuk bermigrasi ke tempat lain dengan alasan mencari kerja. Mereka dapat berpindah secara permanen, menjadi migran ulang-alik, menjadi migran sirkuler yakni bekerja di tempat lain dan pulang ke rumahnya sekali dalam beberapa minggu atau beberapa bulan, atau menjadi migran musiman, misalnya bekerja di kota setelah musim tanam dan musim panen.

MANFAAT
Pertambahan penduduk berarti pertambahan tenaga kerja serta berlakunya hukum Pertambahan Hasil yang Berkurang mengakibatkan kenaikan output semakin kecil, penurunan produk rata-rata serta penurunan taraf hidup. Sebaliknya kenaikan jumlah barang-barang kapital, kemajuan teknologi, sertakenaikan kualitas dan keterampilan tenaga kerja cenderung mengimbangiberlakunya hukum Pertambahan Hasil yang Berkurang. Penyebab rendahnya pendapatan di negara-negara sedang berkembang adalah berlakunya hukum penambahan hasil yang semakin berkurang akibat pertambahan penduduk sangat cepat, sementara tak ada kekuatan yang mendorong pertumbuhan ekonomi berupa pertambahan kuantitas dan kualitas sumber alam, kapital, dan kemajuan teknologi.

TUJUAN
Di negara sedang berkembang, tingkat pendapatan rendah pada tingkat batas hidup mengakibatkan usaha menyisihkan tabungan sukar dilakukan. Akumulasi kapital tidak hanya berupa truk, pabrik baja, plastik dan sebagainya; tetapi juga meliputi proyek-proyek infrastruktur yang merupakan prasyarat bagi industrialisasi dan pengembangan serta pemasaran produk-produk sektor pertanian. Akumulasi kapital sering kali dipandang sebagai elemen terpenting dalam pertumbuhan ekonomi. Usaha-usaha untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan memusatkan pada akumulasi kapital. Hal ini karena, pertama, hampir semua negara-negara berkembang mengalami kelangkaan barang-barang kapital berupa mesi-mesin dan peralatan produksi, bangunan pabrik, fasilitas umum dan lain-lain. Kedua, penambahan dan perbaikan kualitas barang-barang modal sangat penting karena keterbatasan tersedianya tanah yang bisa ditanami


















BAB II
PEMBAHASAN

PERTUMBUHAN PENDUDUK BERHUBUNGAN
DENGAN TENAGA KERJA

A. DINAMIKA PENDUDUK DAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
Kebijakan kependudukan dan program pembangunan sosial dan ekonomi yang dilaksanakan Indonesia selama tiga dekade yang lalu telah berhasil menurunkan angka kelahiran dan kematian sehingga mampu menghambat laju pertumbuhan penduduk dari 2,3% pada periode 1971-1980 menjadi 1,4% per tahun pada periode 1990-2000. Walaupun demikian, jumlah penduduk Indonesia masih akan terus bertambah. Di daerah yang pertumbuhan penduduknya telah menurun, terjadi perubahan struktur umur penduduk yang ditandai dengan penurunan proporsi anak-anak usia di bawah 15 tahun disertai dengan peningkatan pesat proporsi penduduk usia kerja dan peningkatan proporsi penduduk usia lanjut (lansia) secara perlahan.
Sedangkan di daerah yang tingkat pertumbuhan penduduknya masih tinggi, proporsi penduduk usia 0-14 tahun masih besar sehingga memerlukan investasi sosial dan ekonomi yang besar pula untuk penyediaan sarana tumbuh kembang, termasuk pendidikan dan kesehatan.
Daerah yang berhasil menekan laju pertumbuhan penduduk menghadapi tantangan baru dimana peningkatan yang pesat dari proporsi penduduk usia kerja akan berdampak pada tuntutan perluasan kesempatan kerja. Disamping itu telah terjadi pergeseran permintaan tenaga kerja dengan penguasaan teknologi dan matematika, yang mampu berkomunikasi, serta mempunyai daya saing tinggi di era globalisasi. Kesemuanya ini berkaitan dengan program bagaimana menyiapkan calon pekerja agar mempunyai kualitas tinggi, dengan ketrampilan yang memadai.
Saat ini setiap tahunnya terjadi kelahiran sekitar 4,5 juta bayi. Bayi-bayi ini akan berkembang dan mempunyai kebutuhan yang berbeda sesuai dengan peningkatan usianya. Pada saat ini dari 100 persen anak-anak yang masuk sekolah dasar, 50% diantaranya tidak dapat melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi setelah lulus SMP. Mereka akan putus sekolah dan menuntut pekerjaan padahal tidak mempunyai ketrampilan yang memadai. Sempitnya lapangan kerja membuat para pemuda-pemudi putus sekolah menciptakan pekerjaannya sendiri di sektor informal.
Pertumbuhan penduduk, kualitas sumber daya manusia (SDM) yang rendah, dan sempitnya kesempatan kerja merupakan akar permasalahan kemiskinan. Jadi aspek demografis mempunyai kaitan erat dengan masalah kemiskinan yang dihadapi di Indonesia pada saat ini. Daerah miskin sering ditinggalkan penduduknya untuk bermigrasi ke tempat lain dengan alasan mencari kerja. Mereka dapat berpindah secara permanen, menjadi migran ulang-alik, menjadi migran sirkuler yakni bekerja di tempat lain dan pulang ke rumahnya sekali dalam beberapa minggu atau beberapa bulan, atau menjadi migran musiman, misalnya bekerja di kota setelah musim tanam dan musim panen.
Kemiskinan berkaitan erat dengan kemampuan mengakses pelayanan kesehatan serta pemenuhan kebutuhan gizi dan kalori. Dengan demikian penyakit masyarakat umumnya berkaitan dengan penyakit menular, seperti diare, penyakit lever, dan TBC. Selain itu, masyarakat juga menderita penyakit kekurangan gizi termasuk busung lapar, anemi terutama pada bayi, anak-anak, dan ibu hamil. Kematian bayi adalah konsekuensi dari penyakit yang ditimbulkan karena kemiskinan ini (kekurangan gizi menyebabkan bayi rentan terhadap infeksi).
Keluarga mempunyai tanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar anggotanya seperti pendidikan, kesehatan, dan lingkungan hidup. Oleh karenanya diperlukan pemberdayaan keluarga terutama melalui peningkatan akses terhadap informasi tentang permasalahan ini.
Kesimpulannya adalah bahwa pertumbuhan penduduk berkaitan dengan kemiskinan dan kesejahteraan masyarakat. Pengetahuan tentang aspek-aspek dan komponen demografi seperti fertilitas, mortalitas, morbiditas, migrasi, ketenagakerjaan, perkawinan, dan aspek keluarga dan rumah tangga akan membantu para penentu kebijakan dan perencana program untuk dapat mengembangkan program pembangunan kependudukan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tepat sasaran.
Modul dalam situs ini membuka wawasan tetang bagaimana aspek-aspek demografi dapat diangkat dalam sebuah perencanaan program pembangunan di tingkat kabupaten dan kota. Masing-masing modul akan terkait dengan pemilihan indikator demografi serta data kependudukan yang tepat untuk kepentingan tersebut.
B. PEMBERDAYAAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DAERAH
Peran serta masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan daerah merupakan salah satu syarat mutlak dalam era kebebasan dan keterbukaan ini. Pengabaian terhadap faktor ini, terbukti telah menyebabkan terjadinya deviasi yang cukup signifikan terhadap tujuan pembangunan itu sendiri yaitu keseluruhan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pemborosan keuangan negara merupakan implikasi lain deviasi tersebut. Proses pelibatan partisipasi masyarakat lokal dalam implementasi proyek-proyek pembangunan di tingkat kabupaten/kota, terbukti telah berhasil membawa perubahan-perubahan mendasar dalam peningkatan kesejahteraan keluarga-keluarga pedesaan (John Clark:1995; John Friedmann:1992). Lebih lanjut Gunawan Sumodiningrat (1996)mengemukakan bahwa pemihakan dan pemberdayaan masyarakat—dalam keseluruhan rangkaian penyusunan program-program pembangunan, perlu diyakini oleh aparatur pemerintah (daerah) sebagai strategi yang tepat untuk menggalang kemampuan ekonomi nasional, sehingga mampu berperan secara nyata dalam meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Selanjutnya, keyakinan itu juga perlu terus ditanamkan dalam diri aparatur yang secara fungsional menangani proses-proses penyusunanan program pada kabupaten/kota untuk selanjutnya ditingkatkan serta dimasyarakatkan, kemudian yang terpenting dan juga menjadi tantangan utama adalah bagaimana menerjemahkannya dalam usaha-usaha yang nyata. Upaya-upaya ke arah tersebut tidak secara serta merta dapat terwujud dan tidak semudah seperti membalikkan telapak tangan, melainkan harus melalui proses berliku-liku yang akan menghabiskan banyak waktu serta tenaga, dan tampaknya harus dilakukan oleh aparatur yang memiliki integritas dan hati nurani yang jernih, karena dalam pelaksanaannya dalam masyarakat akan banyak mempergunakan mekanisme komunikasi timbal balik, mendengar dan menampung dengan penuh kesabaran, dan sikap toleransi dalam menghadapi pandangan yang berbeda (community approach).
Dimasa depan, masyarakat sendirilah yang akan memainkan peran utama dalam pengimplementasian program-program pembangunan didaerahnya, sedangkan kelompok luar yaitu NGOs akan bertindak sebagai fasilitator, dinamisator, katalisator, mediator dan komunikator, serta peran pemerintah (daerah) lebih merupakan pelengkap dan penunjang termasuk menentukan aturan dasar permainannya. Bagi aparatur pemerintah, NGOs maupun masyarakat, implementasi program-program pembangunan harus dianggap sebagai suatu proses belajar sosial (John Clark : 1995; John Friedmann : 199), melalui proses evaluasi terhadap segala hal yang telah dicapai dalam pelaksanaan proyek, serta mempelajari berbagai kendala yang dihadapi. Perubahan mendasar tampaknya sangat perlu dilakukan disini, oleh karena existing condition yang terjadi pada hampir seluruh pemerintah daerah, peran-peran kontributor, fasilitator, dinamisator, katalisator, mediator dan komunikator penyusunan konsep-konsep dan ide-ide pembangunan seperti yang sering kita baca pada media-massa, seringkali dominan berada pada pemerintah (daerah). Proses belajar sosial yang seyogyanya terjadi pada implementasi proyek-proyek pembangunan—khususnya di desa-desa—tersebut tidak pernah terjadi, bahkan jika kita pandang secara ekstrim maka yang terjadi adalah hal sebaliknya yaitu dengan apa yang dinamakan dengan upaya pembodohan masyarakat.
Jika kita perhatikan dengan seksama, aturan main proses penyusunan program-program pembangunan yang dilakukan selama ini sesungguhnya merupakan mekanisme ideal, artinya berniat mengakomodasikan sebesar-besarnya aspirasi masyarakat (desa). Proses penyusunan program pembangunan, dilakukan melalui tahapan-tahapan yang dimulai dari tingkat desa yaitu kegiatan musyawarah pembangunan desa, kemudian dibawa ke tingkat kecamatan melalui diskusi unit daerah kerja pembangunan, demikian seterusnya hingga disalurkan di tingkat kabupaten/kota yang melibatkan lintas unit-unit kerja kabupaten/kota. Namun mengapa mekanisme yang cukup baik tersebut tetap dianggap kurang dapat mengakomodasikan hal-hal yang sesungguhnya diinginkan masyarakat ? Seperti yang telah dikemukakan di atas, kesalahan tentu akan dialamatkan kepada tidak dilakukannya secara sungguh-sungguhparticipant observation atau grounded research oleh aparatur yang terlibat secara fungsional dalam proses penyusunan program-program pembangunan, kepada masyarakat desa dimana proyek-proyek pembangunan tersebut berlokasi. Jika dilakukan secara benar, penerapan mekanisme tersebut memastikan terjadinya identifikasi yang menyeluruh dan mendalam hingga ke tingkat grassroots terhadap yang sesungguhnya dibutuhkan masyarakat, walaupun harus melalui proses-proses yang akan menghabiskan banyak waktu dan tenaga.
Lebih jauh, David C. Korten (1990) mengidentifikasikan banyaknya faktor yang ditemukan dan turut memperburuk citra kinerja penyusunan program-program pembangunan (daerah), antara lain yang dianggap dominan adalah faktor kekurang-keterbukaan aparatur pemerintah (daerah) terhadap masyarakat dalam proses penyusunan program-program pembangunan, akumulasi kondisi seperti ini selama berpuluh-puluh tahun telah menyebabkan perasaan apriorimasyarakat menumpuk dan membatu, sehingga seperti yang kita lihat, telah mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung kepada kurangnya intensitas peran serta masyarakat dalam penyusunan program-program pembangunan. Jika kita tidak bercermin, belajar dan mengantisipasi keadaan ini sedini mungkin, maka setelah mencapai titik jenuh dikuatirkan pada saatnya akan berkembang menjadi gerakan yang destruktif sebagai reaksi terhadap dominasi yang berlebihan dari pemerintah (daerah) serta dianggap merupakan pemaksaan program-program pembangunan di tingkat desa.
Adanya kekhawatiran pemerintah (daerah) dengan alasan akan sulitnya mengakomodasikan keinginan masyarakat yang begitu banyak—jika dilakukan transparansi seluas mungkin kepada masyarakat, harus sudah mulai ditinggalkan dan harus dianggap sebagai suatu konsekuensi logis dan buah dari kekurangtepatan orientasi implementasi program-program pembangunan yang dilakukan selama ini. Langkah bijaksana yang dilakukan oleh aparatur pemerintah terhadap kondisi-kondisi yang telah terlanjur terjadi tersebut, pertama-tama tentu harus dimaknai sebagai suatu rangkaian dari keseluruhan belajar sosial.
Proses pemberdayaan masyarakat secara implisit mengandung makna, terdapatnya faktor inisiatif yang berasal dan berkembang dari masyarakat sendiri, sedangkan peranan pemerintah bertindak sebagai penampung dan mempertimbangkan keluhan masyarakat. Dalam hal ini aparatur pemerintah (daerah) sangat dituntut agar memiliki kepekaan serta kemampuan untuk dapat memberi respon, terhadap inisiatif dan keluhan yang berasal dari tingkat bawah daripada menonjolkan kepentingan mereka sendiri atau berdalih pada menjaga kewibawaan pemerintah. Dalam kenyataan, inisiatif dan keluhan masyarakat bawah seringkali diabaikan, dan untuk memperoleh perhatian dan tanggapan mereka terpaksa mengambil jalan pintas walaupun kadang-kadang merupakan pelanggaran hukum, yaitu dengan melakukan pengrusakan ataupun pembakaran.
Pada hakikatnya partisipasi sosial mengandung makna agar masyarakat lebih berperan dalam proses pembangunan, mengusahakan penyusunan program-program pembangunan melalui mekanisme dari bawah ke atas (bottom up), dengan pendekatan memperlakukan manusia sebagai subyek dan bukan obyek pembangunan. Hal ini dipertegas oleh Philip J. Eldridge (1995) “participation means a shift in decision making power from more powerful to poor, disadvantages, and less influential groups.” Keberdayaan rakyat merupakan kemampuan dan kebebasan untuk membuat pilihan-pilihan, baik yang menyangkut penentuan nasib sendiri maupun perubahan diri sendiri atas dasar kekuatan sendiri sebagai faktor penentu.
Faktor-faktor yang turut memperburuk citra kinerja penyusunan program-program pembangunan (daerah), juga tidak terlepas dari terjadinya perbedaan pemahaman tentang pembangunan dan partisipasi masyarakat, yang dapat ditinjau dari dua sudut pandang (Goulet, D.:1989 dalam Yosef P. Widyatmadja :1992): Pertama, dari perspektif pemerintah, partisipasi yang dikehendaki adalah yang lebih menekankan pada pengorbanan dan kontribusi rakyat dari pada hak rakyat untuk ikut menikmati manfaat pembangunan itu sendiri. Kedua, dari perspektif rakyat, partisipasi merupakan praktek dari keadilan. Oleh karena itu, pemahaman partisipasi sebagai pemberdayaan rakyat atau empowering people, meliputi praktek keadilan dan hak untuk menikmati hasil pembangunan yang mungkin dapat menimbulkan konflik antara pihak-pihak yang berkepentingan.
Ginanjar Kartasasmita (1995) mengemukakan bahwa upaya memberdayakan partisipasi masyarakat dalam penyusunan program-program pembangunan (daerah), harus dilakukan melalui tiga cara :
 Pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang. Kondisi ini berdasarkan asumsi bahwa setiap individu dalam masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Hakikat dari kemandirian dan keberdayaan masyarakat adalah keyakinan bahwa masyarakat memiliki potensi untuk mengorganisasi dirinya sendiri dan potensi kemandirian tiap individu perlu diberdayakan. Proses pemberdayaan masyarakat berakar kuat pada proses kemandirian tiap individu, yang kemudian meluas ke keluarga, serta kelompok masyarakat baik di tingkat lokal maupun nasional.
 Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat dengan menerapkan langkah-langkah nyata, menampung berbagai masukan, menyediakan prasarana dan sarana baik fisik (irigasi, jalan dan listrik) maupun sosial (sekolah dan fasilitas pelayanan kesehatan) yang dapat diakses oleh masyarakat lapisan paling bawah. Terbukanya akses pada berbagai peluang akan membuat masyarakat makin berdaya, seperti tersedianya lembaga-lembaga pendanaan, pelatihan dan pemasaran di pedesaan. Dalam upaya memberdayakan masyarakat ini, yang penting antara lain adalah peningkatan mutu dan perbaikan sarana pendidikan dan kesehatan, serta akses pada sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar.
 Ketiga, memberdayakan masyarakat dalam arti melindungi dan membela kepentingan masyarakat lemah. Dalam proses pemberdayaan harus dicegah jangan sampai yang lemah bertambah lemah atau makin terpinggirkan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Melindungi dan membela harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang dan eksploitasi atas yang lemah.
Proses Pentahapan Demokrasi
Berdasarkan asumsi bahwa demokrasi ibarat suatu pola dengan titik gravitasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, maka terdapat tiga proses pentahapan yang perlu dilalui (Onny S.Prijono dan A.M.W. Pranarka : 1996), sebagai berikut : a) tahap inisial : dari pemerintah, oleh pemerintah, dan untuk rakyat; b) tahap partisipatoris : dari pemerintah bersama masyarakat, oleh pemerintah bersama masyarakat, untuk rakyat; dan c) tahap emansipatif : dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, dan didukung oleh pemerintah bersama masyarakat. Pada umumnya, dapat dikatakan bahwa kita sudah mencapai tahap kedua, dengan mengecualikan beberapa wilayah yang mungkin sudah memasuki tahap ketiga. Tantangan di masa depan menuntut terjadinya proses akselerasi gerak kita memasuki tahap emansipatif : dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat. Dalam kerangka ini, pemberdayaan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, merupakan langkah yang amat penting bagi gerak akselerasi tahap ketiga dalam pembangunan demokrasi kita. Dalam proses pembangunan manusia yang berkesinambungan, hendaknya tidak hanya difokuskan pada peningkatkan pertumbuhan ekonomi saja, namun pengembangan sumber daya manusia dan pemberdayaan masyarakat yang pro-kaum miskin, pro-petani, pro-pekerja, pro-wanita, dan pro-demokrasi juga perlu mendapat perhatian. Pendekatan pemberdayaan baik individu maupun kelompok masyarakat (to empower people) merupakan salah satu prasyarat pembangunan sosial.
Sejalan dengan pendapat tersebut, lebih lanjut Laode M. Kalamuddin (2000), mengemukakan bahwa selama ini kita—bangsa Indonesia telah salah dalam memandang atau dalam mempersepsikan pembangunan selama ini, yaitu karena pembangunan hanya dilihat sebagai output, sebagai hasil-hasil yang nyata dari jerih payah dan usaha yang dijalankan oleh manusia baik secara pribadi, kelompok maupun masyarakat. Melihat hasil-hasil pembangunan dengan kacamata fisikal tersebut, misalnya dengan melihat kenyataan bahwa hasil-hasil pembangunan fisik selama 10 tahun terakhir, telah menyebabkan kita mengabaikan (over looking) akan arti, arah dan tujuan pembangunan itu sendiri. Pola yang ditawarkan dalam membangun perspektif dan orientasi yang baru adalah dengan memfokuskan kepada pembangunan sosial. Sosial dalam pengertian ini lebih dimaksudkan sebagai perspektif global atau holistik yang memfokuskan penekanannya kepada keseluruhan masyarakat manusia (civil society), dimana aspek pembangunan fisik dan ekonomi hanya merupakan salah satu aspek pengamatan terhadap realitas sosial itu sendiri. Tujuan-tujuan strategis seperti ini, akan selalu dapat dikoreksi pada setiap tahap kemajuan atau proses pembangunan atau perubahan sosial yang direncanakan secara terus menerus. Sehingga pembangunan dengan demikian merupakan upaya yang sadar dan terus menerus, dalam perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik dan lebih maju.
Dari berbagai pendapat para ahli (Onny S. Prijono:1996; A.M.W. Prranarka:1996; Daoed Joesoef: 1996; J. Babari:1996; Vidyandika Moeljarto:1996; Murwatie B. Rahardjo:1996; Sukardi Rinakit:1996; Medelina K. Hendytio:1996), salah satu kunci utama dari keseluruhan upaya yang dapat dilakukan untuk mengeliminasi permasalahan tersebut adalah bagaimana memperkuat kemampuan masyarakat lapisan bawah, yang masih berada dalam kondisi tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan, keterbelakangan, dan membutuhkan pertolongan agar lebih berdaya dalam kemandirian, keswadayaan, partisipasi dan demokratisasi.
Dengan kata lain, memberdayakan masyarakat mengandung makna mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, dan memperkuat posisi tawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan. Di samping itu, juga mengandung arti melindungi dan membela dengan berpihak pada yang lemah, untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang dan eksploitasi atas yang lemah. Masyarakat yang perlu diberdayakan antara lain kaum buruh, petani, nelayan, orang miskin di kota dan di desa, kelompok masyarakat dalam kondisi yang marginal, dan dalam posisi lemah, serta pinggiran. Pemberdayaan rakyat merupakan proses yang tidak dapat dilakukan secara partial, tetapi membutuhkan strategi pendekatan yang menyeluruh. Pemberdayaan bukan hanya meliputi individu dan kelompok masyarakat lapisan bawah (grassroots), pinggiran (peripheris), dan pedesaan(rural communities) sebagai kelompok sasaran, tetapi juga meliputi NGOs sebagai pelaku dan kelompok organisasi juga perlu diberdayakan. Selain masyarakat sebagai kelompok sasarannya, NGOs pun perlu mempertahankan kemandirian dan keswadayaannya, serta diberi kebebasan untuk berkembang, agar memiliki kekuatan sendiri tanpa perlu dibina dan dikontrol oleh pemerintah.



C. LEDAKAN JUMLAH PENDUDUK DUNIA INDONESIA MASUK DAFTAR PENYUMBANG TERBESAR

Indonesia adalah salah satu dari lima negara berkembang yang memberi kontribusi besar pada pertambahan penduduk dunia yang pada 2050 diperkirakan berjumlah sembilan miliar jiwa. Oleh karena itu, kegagalan pengendalian penduduk di lima negara akan mempengaruhi penduduk dunia secara keseluruhan.
Empat negara berkembang lainnya yang memberi kontribusi terhadap jumlah penduduk dunia adalah India, Pakistan, Brazil, dan Nigeria. Demikian terungkap dalam sidang ke 42 Commision on Population and Development di Markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) seperti dilaporkan wartawan Mediaindonesia.com Patna Budi Utami dari New York, AS, Rabu (1/4) waktu setempat.
Menurut Wakil Ketua Delegasi Indonesia Nina Sardjunani dalam sidang yang dipimpin Duta Besar Meksiko untuk PBB Elena Zuniga Herrera, pemerintah Indonesia memang memiliki komitmen dan program untuk mengendalikan jumlah penduduk.
"Namun jika internasional tidak membantu (upaya yang dilakukan Indonesia), bukan hanya Indonesia yang terkena dampaknya, tapi mempengaruhi masalah kependudukan secara global," katanya.
Salah satu program yang dilakukan Indonesia untuk mengendalikan penduduk adalah melalui program keluarga berencana (KB). Sayangnya, dana kependudukan untuk program KB secara internasional kini merosot drastis.
Pada 1995, dana internasional untuk program KB masih sebesar 55% dari total dana bagi pengendalian penduduk. Tetapi pada 2007 hanya tinggal sekitar 5%. Sedangkan
selebihnya digunakan untuk program non KB, di antaranya untuk penanggulangan HIV/AIDS dan peningkatan kesehatan ibu dan anak.
Jika melihat tren demografi, kata Deputi Bidang Sumber Daya Manusia (SDM) dan Kebudayaan Bappenas itu, seharusnya dana untuk KB ditingkatkan. Oleh karena itu dalam sidang Indonesia juga meminta negara-negara donor melalui PBB agar bisa membuat skema-skema pembiayaan baru program KB. Salah satunya melalui debt swap.
Jika tidak, jumlah penduduk dunia akan terus meningkat dan Indonesia menjadi salah satu negara yang memberi kontribusibesar dalam penambahan itu.
Ia juga mengungkapkan, Indonesia memiliki komitmen terhadap program KB. Bahkan sekarang sedang melakukan revitalisasi program tersebut. Oleh karena itu diharapkan internasional dapat memberi dukungan melalui teknik asisten atau dengan
pembiayaan dalam konteks kesetaraan.
Terkait dengan debt swap untuk biaya pengendalian pertumbuhan jumlah penduduk, Nina saat dimintai konfirmasi di luar ruang sidang menyatakan hal itu baru usulan dan masih harus dibicarakan dengan Departemen Keuangan.
Oleh karena itu, mekanismenya juga belum diketahui. Namun jika para negara donor setuju memberikan debt swap di bidang itu, bisa menggunakan mekanisme debt swap seperti yang dilakukan di bidang pendidikan dengan Jerman. Dalam pembangunan sekolah di Indonesia bagian timur, Jerman memberikan dua kali lipat dari alokasi yang dikeluarkan Indonesia untuk program pendidikan itu.
"Pembebasan utang itu diberikan setelah laporan kita diverifikasi oleh badan audit internasional. Itu jauh lebih bagu," ujarnya.
Beberapa delegasi negara lainnya yang menanggapi laporan Sekjen PBB mengenai tren demografi dunia juga meminta para donatur untuk memberikan bantuan kepada negara berkembang yang tengah melakukan proses pengendalian jumlah penduduk.

Jumlah penduduk Indonesia saat ini sekitar 227 juta dan diprediksi laju pertumbuhannya sekitar 1,3%. Laju pertumbuhan itu jauh menurun jika dibandingkan dengan 1970-an yang tercatat 2,32% maupun pada kurun waktu 1990-2000 sebesar 1,7% per tahun.
Menurunnya persentase laju pertumbuhan penduduk Indonesia terjadi seiring turunnya rata-rata jumlah anak yang dimiliki setiap perempuan selama masa reproduksinya

D. MASALAH KEPENDUDUKAN
Kejadian adanya 17 keluarga meninggalkan lokasi transmigrasi dan memilihpulang ke kampung kelahirannya, merefleksikan betapa buruk manajemenpenyelenggaraan transmigrasi sekarang ini. Mereka adalah bagian dari 25 kepalakeluarga asal Daerah Istimewa Yogyakarta, yang mengikuti programtransmigrasi ke Desa Sibado, Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala, SulawesiTengah, tahun 2004.
Lepas dari apa faktor penyebabnya, buruknya manajemen penyelenggaraantransmigrasi itu sungguh memprihatinkan karena terjadi saat bangsa Indonesiasedang menghadapi persoalan kependudukan sebagai salah satu masalahnasional. Sebagaimana diketahui, ciri persoalan kependudukan Indonesia adalahkosentrasi lokasi penduduk di daerahdaerah padat, penyebarannya tidakproporsional,ratarata pertumbuhannya relatif tinggi, dan kurangnyapemahaman bahwa persoalan kependudukan adalah masalah nasional yangmultidimensi dan berdampak luas.
Penduduk Indonesia tahun 2000 sebanyak 205,8 juta. Tahun 2025, angka itudiproyeksikan menjadi 273,7 juta. Jadi, selama 25 tahun, terjadi penambahanjumlah penduduk rata-rata 2,72% tiap tahun. Namun, secara substansial,persoalan kependudukan bukan hanya terkait aspek kuantitatif, tetapi jugaaspek kualitatif.
Transmigrasi adalah salah satu upaya untuk mengatasi masalah kependudukantersebut. Upaya lain yang selama ini pernah gencar dilaksanakan adalahmenggalakkan keluarga berencana dan mengintensifkan pendidikankependudukan.
Harus kita akui arah kebijakan dan program pemerintah dalam mengatasimasalah nasional yang satu ini, dalam kurun waktu enam tahun terakhirterkesan tidak jelas dan tidak tegas. Namun, pada acara peluncuran bukuProyeksi Penduduk Indonesia2000/2005, Selasa pekan lalu, Presiden SusiloBambang Yudhoyono sempat mengisyaratkan bahwa untuk menghadapitantangan di bidang kependudukan di Indonesia diperlukan satu rencana besardalam jangka menengah maupun panjang, termasuk menggalakkan kembaliprogram keluarga berencana. Belum dijelaskan lebih lanjut, bagaimanapenjabaran rencana tersebut, termasuk bagaimana strategi yang akanditerapkannya.
Di satu pihak tidak bisa dimungkiri bahwa persoalan kependudukan harus diatasibersama seluruh komponen bangsa, mulai dari pemerintah pusat, pemerintahdaerah, sampai lembaga-lembaga lainnya. Di pihak lain, dengan memperhatikankondisi bangsa yang penuh keterbatasan sekarang ini, kiranya perludipertimbangkan penetapan skala prioritas penanganannya secara tepat. Harusdicari sumber permasalahan pokoknya, dan prioritas penanganannya harusdimulai dengan menyentuh persoalan pokok tersebut.
Berdasarkan data, jumlah terbesar penduduk Indonesia berdomisili di PulauJawa. Angka tingkat kepadatan penduduk tertinggi juga ada di pulau ini. Begitupula angka migrasi pencari kerja, baik di lingkungan dalam negeri maupunmigrasi pencari kerja ke luar negeri, diasumsikan tertinggi berasal dari PulauJawa. Boleh dikatakan, persoalan pokok masalah nasional kependudukanIndonesia ada di pulau ini. Data dan asumsi tersebut kiranya pantas dijadikanbahan kajian kemungkinan menetapkan penanggulangan masalah kependudukandi Pulau Jawa sebagai langkah prioritas. Logikanya, jika kita berhasil mengatasipersoalan kependudukan di pulau ini sebagai langkah awal, akan berdampak luasdan merupakan langkah yang efektif mengatasi persoalan kependudukan diTanah Air.
Tiga jenis program perlu digalakkan secara serempak di pulau ini, dengan targetpemecahan masalah secara kuantitatif maupun secara kualitatif.Programtransmigrasi dengan sasaran daerahdaerah yang tingkat kepadatanpenduduknya rendah, keluarga berencana dengan sasaran pasangan usia subur,dan pendidikan kependudukan dengan sasaran generasi muda.
Yang perlu dikondisikan terlebih dulu adalah tertanamnya pengertian bahwamasalah kependudukan adalah masalah nasional. Hal ini bisa ditanamkan lewatjalur pendidikan kependudukan, jalur formal maupun jalur nonformal. Denganpola pikir dan perilaku yang satu bahasa, maka program transmigrasi, misalnya,bukan hanya diterima sebagai upaya untuk mensejahterakan rakyat yangditransmigrasikan, tetapi juga disadari sebagai upaya meningkatkankesejahteraan rakyat di daerah tujuannya, dan lebih dari itu dalam rangkamewujudkan kesejahteraan kehidupan rakyat Indonesia. Program keluargaberencana bukan semata-mata ditempatkan sebagai upaya untuk mengendalikankelahiran bayi yang terkait kondisi dan kepentingan pribadi atau keluarga,tetapi juga demi kepentingan yang lebih luas dan berdimensi masa depan, yaknikepentingan nasional.
Tanpa menempatkan kepentingan nasional di atas kepentingan lain yang lebihsempit, mustahil masalah kependudukan bisa diatasi.


E. TUJUAN DAN MANFAAT PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
Tujuan pengembangan sumber daya manusia menurut Martoyo (1992) adalah dapat ditingkatkannya kemampuan, keterampilan dan sikap karyawan/anggota organisasi sehingga lebih efektif dan efisien dalam mencapai sasaran-sasaran program ataupun tujuan organisasi.
Menurut Manullang (1980), tujuan pengembangan pegawai sebenarnya sama dengan tujuan latihan pegawai. Sesungguhnya tujuan latihan atau tujuan pengembangan pegawai yang efektif, adalah untuk memperoleh tiga hal yaitu :
1. menambah pengetahuan
2. menambah ketrampilan
3. merubah sikap
Sedangkan manfaat dan tujuan dari kegiatan pengembangan sumber daya manusia menurut Schuler (1992), yaitu :
a) Mengurangi dan menghilangkan kinerja yang buruk
Dalam hal ini kegiatan pengembangan akan meningkatkan kinerja pegawai saat ini, yang dirasakan kurang dapat bekerja secara efektif dan ditujukan untuk dapat mencapai efektivitas kerja sebagaimana yang diharapkan oleh organisasi.
b) Meningkatkan produktivitas
Dengan mengikuti kegiatan pengembangan berarti pegawai juga memperoleh tambahan ketrampilan dan pengetahuan baru yang bermanfaat bagi pelaksanaan pekerjaan mereka. Dengan semikian diharapkan juga secara tidak langsung akan meningkatkan produktivitas kerjanya.
c) Meningkatkan fleksibilitas dari angkatan kerja
Dengan semakin banyaknya ketrampilan yang dimiliki pegawai, maka akan lebih fleksibel dan mudah untuk menyesuaikan diri dengan kemungkinan adanya perubahan yang terjadi dilingkungan organisasi. Misalnya bila organisasi memerlukan pegawai dengan kualifikasi tertentu, maka organisasi tidak perlu lagi menambah pegawai yang baru, oleh Karena pegawai yang dimiliki sudah cukup memenuhi syarat untuk pekerjaan tersebut.
d) Meningkatkan komitmen karyawan
Dengan melalui kegiatan pengembangan, pegawai diharapkan akan memiliki persepsi yang baik tentang organisasi yang secara tidak langsung akan meningkatkan komitmen kerja pegawai serta dapat memotivasi mereka untuk menampilkan kinerja yang baik.
e) Mengurangi turn over dan absensi
Bahwa dengan semakin besarnya komitmen pegawai terhadap organisasi akan memberikan dampak terhadap adanya pengurangan tingkat turn over absensi. Dengan demikian juga berarti meningkatkan produktivitas organisasi.
Jika disimak dari pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pengembangan pegawai, pada umumnya adalah sebagai berikut :
1. Agar pegawai dapat melakukan pekerjaan lebih efisien.
2. Agar pengawasan lebih sedikit terhadap pegawai.
3. Agar pegawai lebih cepat berkembang.
4. Menstabilisasi pegawai.
Manfaat dari pengembangan pegawai dapat dilihat dalam dua sisi yaitu :
A. Dari sisi individu pegawai yang memberi manfaat sebagai berikut :

1. Menambah pengetahuan terutama penemuan terakhir dalam bidang ilmu pengetahuan yang bersangkutan, misalnya prinsip-prinsip dan filsafat manajemen yang terbaik dan terakhir.
2. Menambah dan memperbaiki keahlian dalam bidang tertentu sekaligus memperbaiki cara-cara pelaksanaan yang lama.
3. Merubah sikap.
4. Memperbaiki atau menambah imbalan/balas jasa yang diperoleh dari organisasi tempat bekerja.
B. Dari sisi organisasi, pengembangan pegawai dapat memberi manfaat sebagai berikut :
1) Menaikkan produktivitas pegawai.
2) Menurunkan biaya.
3) Mengurangi turnover pegawai
4) Kemungkinan memperoleh keuntungan yang lebih besar, karena direalisirnya ketiga manfaat tersebut terlebih dahulu.

F. KUALITAS TENAGA KERJA
Sumber Daya Manusia
Perencanaan sumber daya manusia adalah proses analisis dan identifikasi yang dilakukan organisasi terhadap kebutuhan akan sumber daya manusia, sehingga organisasi tersebut dapat menentukan langkah yang harus diambil guna mencapai tujuannya. Selain itu, pentingnya diadakan perencanaan sumber daya manusia ialah organisasi akan memiliki gambaran yang jelas akan masa depan, serta mampu mengantisipasi kekurangan kualitas tenaga kerja yang diperlukan.
Terdapat beberapa syarat untuk membuat seuah perencanaan SDM yang baik, yakni:
1. Harus mengetahui secara jelas masalah yang direncanakannya.
2. Harus mengumpulkan dan menganalisis informasi tentang SDM dalam organisasi tersebut secara lengkap.
3. Mempunyai pengalaman luas tentang analisis pekerjaan (job analysis), kondisi organisasi, dan persediaan SDM.
4. Harus mampu membaca situasi SDM saat ini dan masa mendatang.
5. Mampu memperkirakan peningkatan SDM dan teknologi masa depan.
6. Mengetahui secara luas peraturan dan kebijaksanaan pemerintah, khususnya yang menyangkut tenaga kerja.
Untuk sebuah perecanaan SDM yang baik, diperlukan tahapan-tahapan atau lankah dasar yang harus ditempuh:
1. Mampu menetapkan secara jelas kualitas dan kuantitas SDM.
2. Mengumpulkan data dan informasi yang lengkap[ mengenai SDM.
3. Mengelompokkan data dan informasi tersebut, kemudian menganalisisnya.
4. Menetapkan beberapa alternatif yang kira-kira sanggup ditempuh.
5. Memilih alternatif terbaik dari berbagai alternatif yang ada.
6. Menginformasikan rencana terpilih kepada para karyawan agar direalisasikan.
G. HUBUNGAN PERTUMBUHAN PENDUDUK DAN PERTUMBUHAN EKONOMI

Pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan nasional riil. Jadi perekonomian dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi pertumbuhan outputriil. Definisi pertumbuhan ekonomi yang lain adalah bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi bila ada kenaikan output perkapita. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan kenaikan taraf hidup diukur dengan output riil per orang.
Sementara negara-negara miskin berpenduduk padat dan banyak hidup pada taraf batas hidup dan mengalami kesulitan menaikkannya, beberapa negara maju seperti Amerika Serikat dan Kanada, negara- negara Eropa Barat, Australia, Selandia Baru, dan Jepang menikmati taraf hidup tinggi dan terus bertambah.Pertambahan penduduk berarti pertambahan tenaga kerja serta berlakunya hukum Pertambahan Hasil yang Berkurang mengakibatkan kenaikan output semakin kecil, penurunan produk rata-rata serta penurunan taraf hidup. Sebaliknya kenaikan jumlah barang-barang kapital, kemajuan teknologi, sertakenaikan kualitas dan keterampilan tenaga kerja cenderung mengimbangiberlakunya hukum Pertambahan Hasil yang Berkurang. Penyebab rendahnya pendapatan di negara-negara sedang berkembang adalah berlakunya hukum penambahan hasil yang semakin berkurang akibat pertambahan penduduk sangat cepat, sementara tak ada kekuatan yang mendorong pertumbuhan ekonomi berupa pertambahan kuantitas dan kualitas sumber alam, kapital, dan kemajuan teknologi.
Pertumbuhan penduduk yang tinggi dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Karena itu, meskipun program keluarga berencana (KB) digalakkan Indonesia, di sisi lain diperlukan angka pertumbuhan penduduk yang tinggi untuk meningkatkan angka pertumbuhan ekonomi.
Pendapat yang didasarkan atas kajian penelitian itu dilontarkan oleh dosen Sekolah Tinggi Teologia (STT) Baptis Jakarta, Wilson Rajagukguk dalam disertasi doktornya di Universitas Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat, Kamis (14/1) pagi. Penelitian itu berangkat dari keinginan membuktikan dan mencari kebenaran mengenai adakah hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk.
Berdasarkan simulasi dan analisis yang dilakukan dalam penelitiannya, ternyata terlihat kalau angka pertumbuhan ekonomi proporsional terhadap angka pertumbuhan penduduk. Ini berarti, pertumbuhan penduduk di Indonesia berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian Wilson ini diperkuat dengan argumen yang dikemukakan oleh Jones (1995), yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada masa lalu disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang tinggi.
Seperti diketahui, ada tiga aliran pemikiran dalam beberapa periode waktu yang membahas mengenai hubungan antara pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi.
1. Aliran pertama adalah aliran tradisional pesimistis (1950-1970-an) yang beranggapan kalau pertumbuhan penduduk yang tinggi akan menghambat pertumbuhan ekonomi (Malthusian dan Neo-Malthusian).
2. Aliran kedua adalah aliran revisionis yang meragukan pernyataan aliran sebelumnya karena tidak disertai dengan cukup bukti empiris.
3. Aliran ketiga adalah aliran yang beranggapan kalau pertumbuhan penduduk memang sangat berarti bagi perkembangan ekonomi (population does matter, Birdsall dan Sindings, 2001).
Selain itu, disertasi timbul akibat banyaknya pendapat berbeda dari berbagai pemikir hebat mengenai pertumbuhan ekonomi pada masa lalu apakah karena meningkatnya pertumbuhan penduduk. Dengan menggunakan indikator angka pertumbuhan konsumsi, angka pertumbuhan kapital dan angka pertumbuhan output untuk mengevaluasi pertumbuhan ekonomi dan menggunakan indikator angka pertumbuhan penduduk untuk mengevaluasi pertumbuhan penduduk, maka penelitian ini lebih dapat akurat.
Sementara itu, Young (1995) mengemukakan, kalau pertumbuhan yang terjadi di Indonesia bersama Jepang, Hong Kong, Korea Selatan, Taiwan, Singapura, Thailand, dan Malaysia merupakan dampak transisi demografi. Negara-negara tersebut bertumbuh karena mereka mengambil langkah besar dalam akumulasi modal fisik dan modal manusia.
Karena itu, Wilson ingin membuktikan kalau pendapat yang mengemukan selama ini kalau pertumbuhan penduduk berbanding negatif dengan pertumbuhan ekonomi adalah salah. Karena masih ada indikasi yang lain, yaitu berhubungan dengan anak usia sekolah yang selanjutnya bekerja.
Dua hal esensial harus dilakukan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi adalah, pertama sumber-sumber yang harus digunakan secara lebih efisien. Ini berarti tak boleh ada sumber-sumber menganggur dan alokasi penggunaannya kurang efisien.Yang kedua, penawaran atau jumlah sumber-sumber atau elemen-elemen pertumbuhan tersebut haruslah diusahakan pertambahannya.Elemen-elemen yang memacu pertumbuhan ekonomi tersebut adalah sebagai berikut.
1. Sumber-sumber Alam
Elemen ini meliputi luasnya tanah, sumber mineral dan tambang, iklim, dan lain-lain. Beberapa negara sedang berkembang sangat miskin akan sumber-sumber alam, sedikitnya sumber-sumber alam yang dimiliki meruoakan kendala cukup serius. Dibandingkan dengan sedikitnya kuantitas serta rendahnya persediaan kapital dan sumber tenaga manusia maka kendala sumber alam lebih serius.
2 .Sumber-sumber Tenaga Kerja
Masalah di bidang sumber daya manusia yang dihadapi oleh negara- negara sedang berkambang pada umumnya adalah terlalu banyaknya jumlah penduduk, pendayagunaannya rendah, dan kualitas sumber- sumber daya tenaga kerja sangat rendah.
3. Kualitas Tenaga Kerja yang Rendah
Negara-negara sedang berkembang tak mampu mengadakan investasi yang memadai untuk menaikkan kualitas sumber daya manusia berupa pengeluaran untuk memelihara kesehatan masyarakat serta untuk pendidikan dan latihan kerja.
4 .Akumulasi Kapital
Untuk mengadakan akumulasi kapital diperlukan pengorbanan atau penyisihan konsumsi sekarang selama beberapa decade. Di negara sedang berkembang, tingkat pendapatan rendah pada tingkat batas hidup mengakibatkan usaha menyisihkan tabungan sukar dilakukan. Akumulasi kapital tidak hanya berupa truk, pabrik baja, plastik dan sebagainya; tetapi juga meliputi proyek-proyek infrastruktur yang merupakan prasyarat bagi industrialisasi dan pengembangan serta pemasaran produk-produk sektor pertanian. Akumulasi kapital sering kali dipandang sebagai elemen terpenting dalam pertumbuhan ekonomi. Usaha-usaha untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan memusatkan pada akumulasi kapital. Hal ini karena, pertama, hampir semua negara-negara berkembang mengalami kelangkaan barang-barang kapital berupa mesi-mesin dan peralatan produksi, bangunan pabrik, fasilitas umum dan lain-lain. Kedua, penambahan dan perbaikan kualitas barang-barang modal sangat penting karena keterbatasan tersedianya tanah yang bisa ditanami.
Pertumbuhan penduduk adalah perubahan populasi sewaktu-waktu, dan dapat dihitung sebagai perubahan dalam jumlah individu dalam sebuah populasi menggunakan "per waktu unit" untuk pengukuran. Sebutan pertumbuhan penduduk merujuk pada semua spesies, tapi selalu mengarah pada manusia, dan sering digunakan secara informal untuk sebutan demografi nilai pertumbuhan penduduk, dan digunakan untuk merujuk pada pertumbuhan penduduk dunia.
Model pertumbuhan penduduk meliputi Model Pertumbuhan Malthusian dan model logistik.
Nilai pertumbuhan penduduk
Dalam demografi dan ekologi, nilai pertumbuhan penduduk (NPP) adalah nilai kecil dimana jumlah individu dalam sebuah populasi meningkat. NPP hanya merujuk pada perubahan populasi pada periode waktu unit, sering diartikan sebagai persentase jumlah individu dalam populasi ketika dimulainya periode. Ini dapat dituliskan dalam rumus: P = Poekt

Cara yang paling umum untuk menghitung pertumbuhan penduduk adalah rasio, bukan nilai. Perubahan populasi pada periode waktu unit dihitung sebagai persentase populasi ketika dimulainya periode. Yang merupakan:


Nilai pertumbuhan penduduk dunia
Nilai pertumbuhan penduduk tahunan dalam persen
Ketika pertumbuhan penduduk dapat melewati kapasitas muat suatu wilayah atau lingkungan hasilnya berakhir dengankelebihan penduduk. Gangguan dalam populasi manusia dapat menyebabkan masalah seperti polusi dan kemacetan lalu lintas, meskipun dapat ditutupi perubahan teknologi dan ekonomi. Wilayah tersebut dapat dianggap "kurang penduduk" bila populasi tidak cukup besar untuk mengelola sebuah sistem ekonomi (lihat penurunan penduduk).


















BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Di negara sedang berkembang, tingkat pendapatan rendah pada tingkat batas hidup mengakibatkan usaha menyisihkan tabungan sukar dilakukan. Akumulasi kapital tidak hanya berupa truk, pabrik baja, plastik dan sebagainya; tetapi juga meliputi proyek-proyek infrastruktur yang merupakan prasyarat bagi industrialisasi dan pengembangan serta pemasaran produk-produk sektor pertanian. Akumulasi kapital sering kali dipandang sebagai elemen terpenting dalam pertumbuhan ekonomi. Usaha-usaha untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan memusatkan pada akumulasi kapital. Hal ini karena, pertama, hampir semua negara-negara berkembang mengalami kelangkaan barang-barang kapital berupa mesi-mesin dan peralatan produksi, bangunan pabrik, fasilitas umum dan lain-lain. Kedua, penambahan dan perbaikan kualitas barang-barang modal sangat penting karena keterbatasan tersedianya tanah yang bisa ditanami.
bahwa pertumbuhan penduduk berkaitan dengan kemiskinan dan kesejahteraan masyarakat. Pengetahuan tentang aspek-aspek dan komponen demografi seperti fertilitas, mortalitas, morbiditas, migrasi, ketenagakerjaan, perkawinan, dan aspek keluarga dan rumah tangga akan membantu para penentu kebijakan dan perencana program untuk dapat mengembangkan program pembangunan kependudukan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tepat sasaran

SARAN
Dalam kerangka ini, pemberdayaan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, merupakan langkah yang amat penting bagi gerak akselerasi tahap ketiga dalam pembangunan demokrasi kita. Dalam proses pembangunan manusia yang berkesinambungan, hendaknya tidak hanya difokuskan pada peningkatkan pertumbuhan ekonomi saja, namun pengembangan sumber daya manusia dan pemberdayaan masyarakat yang pro-kaum miskin, pro-petani, pro-pekerja, pro-wanita, dan pro-demokrasi juga perlu mendapat perhatian. Pendekatan pemberdayaan baik individu maupun kelompok masyarakat (to empower people) merupakan salah satu prasyarat pembangunan sosial.






DAFTAR PUSTAKA

sumber: http://www.datastatistik-indonesia.com/content/view/83/115/
ilustrasi www.mediaindonesia.com
(www.mediaindonesia.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar