Jumat, 15 Juli 2011

PERTUMBUHAN PENDUDUK BERHUBUNGAN DENGAN TENAGA KERJA

DOSEN PENGAMPU :
Dra. REFNIDA, M.Pd

DISUSUN OLEH :

NAMA :

ARDYANTO SIREGAR
EFRIN VERONICA
WENI GUSMALA SARI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2011


KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang mana ia telah bemberikan nikmat dan karunia-nya pada kita. Kami dari penyusun makalah ini sangat banyak ucap terimakasi pada dosen pengampu Dra. REFNIDA, M.Pd dalam matakuliah 3 sks adalah EKONOMI PEMBANGUNAN yang telah memberikan tugas ini pada kami, dengan pembahasan ‘’Pertumbuhan Penduduk Berhubungan Dengan Tenaga Kerja’’yang mana dengan adanya tugas ini dapat menambah wawasan, ilmu pengetahuan dan pengertian dalam berbudaya dan bersosialisasi sebagai makhluk hidup yang memiliki peradaban.
Dengan ini kami juga membutuhkan kritik, saran, kontribusi dan pertanyaan-pertanyaan yang membangun dan memperbaiki makalah kami kemasa yang akan dating, sebab tanpa adanya partisipasi, dukungan dan arahan dari dosen pengampu dan teman-teman sekalian kami tidak tahu kekurangan dan kelebihan dari tugas makalah kami ini.
Oleh karena itu kami memerlukan dengan hal yang yang berkaitan dengan apa yang telah diuraikan di atas tentang apa yang telah yang kami butuhkan kemasa yang akan datang dengan perkembangan wawasa, ilmu pengetahuan dan pengertian kami dalam EKONOMI PEMBANGUNAN
Dengan akhir kata kami hanturkan lagi ucap terimakasih pada dosen pengampu Dra. REFNIDA, M.Pd dan para teman-teman sekalian.

Jambi, Juni 2011


Pemakalah




BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Pertumbuhan penduduk adalah perubahan populasi sewaktu-waktu, dan dapat dihitung sebagai perubahan dalam jumlah individu dalam sebuah populasi menggunakan "per waktu unit" untuk pengukuran. Sebutan pertumbuhan penduduk merujuk pada semua spesies, tapi selalu mengarah pada manusia, dan sering digunakan secara informal untuk sebutan demografi nilai pertumbuhan penduduk, dan digunakan untuk merujuk pada pertumbuhan penduduk dunia. Model pertumbuhan penduduk meliputi Model Pertumbuhan Malthusian dan model logistik. Nilai pertumbuhan penduduk
Dalam demografi dan ekologi, nilai pertumbuhan penduduk (NPP) adalah nilai kecil dimana jumlah individu dalam sebuah populasi meningkat. NPP hanya merujuk pada perubahan populasi pada periode waktu unit, sering diartikan sebagai persentase jumlah individu dalam populasi ketika dimulainya periode

RUMUSAN MASALAH
Pertumbuhan penduduk, kualitas sumber daya manusia (SDM) yang rendah, dan sempitnya kesempatan kerja merupakan akar permasalahan kemiskinan. Jadi aspek demografis mempunyai kaitan erat dengan masalah kemiskinan yang dihadapi di Indonesia pada saat ini. Daerah miskin sering ditinggalkan penduduknya untuk bermigrasi ke tempat lain dengan alasan mencari kerja. Mereka dapat berpindah secara permanen, menjadi migran ulang-alik, menjadi migran sirkuler yakni bekerja di tempat lain dan pulang ke rumahnya sekali dalam beberapa minggu atau beberapa bulan, atau menjadi migran musiman, misalnya bekerja di kota setelah musim tanam dan musim panen.

MANFAAT
Pertambahan penduduk berarti pertambahan tenaga kerja serta berlakunya hukum Pertambahan Hasil yang Berkurang mengakibatkan kenaikan output semakin kecil, penurunan produk rata-rata serta penurunan taraf hidup. Sebaliknya kenaikan jumlah barang-barang kapital, kemajuan teknologi, sertakenaikan kualitas dan keterampilan tenaga kerja cenderung mengimbangiberlakunya hukum Pertambahan Hasil yang Berkurang. Penyebab rendahnya pendapatan di negara-negara sedang berkembang adalah berlakunya hukum penambahan hasil yang semakin berkurang akibat pertambahan penduduk sangat cepat, sementara tak ada kekuatan yang mendorong pertumbuhan ekonomi berupa pertambahan kuantitas dan kualitas sumber alam, kapital, dan kemajuan teknologi.

TUJUAN
Di negara sedang berkembang, tingkat pendapatan rendah pada tingkat batas hidup mengakibatkan usaha menyisihkan tabungan sukar dilakukan. Akumulasi kapital tidak hanya berupa truk, pabrik baja, plastik dan sebagainya; tetapi juga meliputi proyek-proyek infrastruktur yang merupakan prasyarat bagi industrialisasi dan pengembangan serta pemasaran produk-produk sektor pertanian. Akumulasi kapital sering kali dipandang sebagai elemen terpenting dalam pertumbuhan ekonomi. Usaha-usaha untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan memusatkan pada akumulasi kapital. Hal ini karena, pertama, hampir semua negara-negara berkembang mengalami kelangkaan barang-barang kapital berupa mesi-mesin dan peralatan produksi, bangunan pabrik, fasilitas umum dan lain-lain. Kedua, penambahan dan perbaikan kualitas barang-barang modal sangat penting karena keterbatasan tersedianya tanah yang bisa ditanami


















BAB II
PEMBAHASAN

PERTUMBUHAN PENDUDUK BERHUBUNGAN
DENGAN TENAGA KERJA

A. DINAMIKA PENDUDUK DAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
Kebijakan kependudukan dan program pembangunan sosial dan ekonomi yang dilaksanakan Indonesia selama tiga dekade yang lalu telah berhasil menurunkan angka kelahiran dan kematian sehingga mampu menghambat laju pertumbuhan penduduk dari 2,3% pada periode 1971-1980 menjadi 1,4% per tahun pada periode 1990-2000. Walaupun demikian, jumlah penduduk Indonesia masih akan terus bertambah. Di daerah yang pertumbuhan penduduknya telah menurun, terjadi perubahan struktur umur penduduk yang ditandai dengan penurunan proporsi anak-anak usia di bawah 15 tahun disertai dengan peningkatan pesat proporsi penduduk usia kerja dan peningkatan proporsi penduduk usia lanjut (lansia) secara perlahan.
Sedangkan di daerah yang tingkat pertumbuhan penduduknya masih tinggi, proporsi penduduk usia 0-14 tahun masih besar sehingga memerlukan investasi sosial dan ekonomi yang besar pula untuk penyediaan sarana tumbuh kembang, termasuk pendidikan dan kesehatan.
Daerah yang berhasil menekan laju pertumbuhan penduduk menghadapi tantangan baru dimana peningkatan yang pesat dari proporsi penduduk usia kerja akan berdampak pada tuntutan perluasan kesempatan kerja. Disamping itu telah terjadi pergeseran permintaan tenaga kerja dengan penguasaan teknologi dan matematika, yang mampu berkomunikasi, serta mempunyai daya saing tinggi di era globalisasi. Kesemuanya ini berkaitan dengan program bagaimana menyiapkan calon pekerja agar mempunyai kualitas tinggi, dengan ketrampilan yang memadai.
Saat ini setiap tahunnya terjadi kelahiran sekitar 4,5 juta bayi. Bayi-bayi ini akan berkembang dan mempunyai kebutuhan yang berbeda sesuai dengan peningkatan usianya. Pada saat ini dari 100 persen anak-anak yang masuk sekolah dasar, 50% diantaranya tidak dapat melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi setelah lulus SMP. Mereka akan putus sekolah dan menuntut pekerjaan padahal tidak mempunyai ketrampilan yang memadai. Sempitnya lapangan kerja membuat para pemuda-pemudi putus sekolah menciptakan pekerjaannya sendiri di sektor informal.
Pertumbuhan penduduk, kualitas sumber daya manusia (SDM) yang rendah, dan sempitnya kesempatan kerja merupakan akar permasalahan kemiskinan. Jadi aspek demografis mempunyai kaitan erat dengan masalah kemiskinan yang dihadapi di Indonesia pada saat ini. Daerah miskin sering ditinggalkan penduduknya untuk bermigrasi ke tempat lain dengan alasan mencari kerja. Mereka dapat berpindah secara permanen, menjadi migran ulang-alik, menjadi migran sirkuler yakni bekerja di tempat lain dan pulang ke rumahnya sekali dalam beberapa minggu atau beberapa bulan, atau menjadi migran musiman, misalnya bekerja di kota setelah musim tanam dan musim panen.
Kemiskinan berkaitan erat dengan kemampuan mengakses pelayanan kesehatan serta pemenuhan kebutuhan gizi dan kalori. Dengan demikian penyakit masyarakat umumnya berkaitan dengan penyakit menular, seperti diare, penyakit lever, dan TBC. Selain itu, masyarakat juga menderita penyakit kekurangan gizi termasuk busung lapar, anemi terutama pada bayi, anak-anak, dan ibu hamil. Kematian bayi adalah konsekuensi dari penyakit yang ditimbulkan karena kemiskinan ini (kekurangan gizi menyebabkan bayi rentan terhadap infeksi).
Keluarga mempunyai tanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar anggotanya seperti pendidikan, kesehatan, dan lingkungan hidup. Oleh karenanya diperlukan pemberdayaan keluarga terutama melalui peningkatan akses terhadap informasi tentang permasalahan ini.
Kesimpulannya adalah bahwa pertumbuhan penduduk berkaitan dengan kemiskinan dan kesejahteraan masyarakat. Pengetahuan tentang aspek-aspek dan komponen demografi seperti fertilitas, mortalitas, morbiditas, migrasi, ketenagakerjaan, perkawinan, dan aspek keluarga dan rumah tangga akan membantu para penentu kebijakan dan perencana program untuk dapat mengembangkan program pembangunan kependudukan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tepat sasaran.
Modul dalam situs ini membuka wawasan tetang bagaimana aspek-aspek demografi dapat diangkat dalam sebuah perencanaan program pembangunan di tingkat kabupaten dan kota. Masing-masing modul akan terkait dengan pemilihan indikator demografi serta data kependudukan yang tepat untuk kepentingan tersebut.
B. PEMBERDAYAAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DAERAH
Peran serta masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan daerah merupakan salah satu syarat mutlak dalam era kebebasan dan keterbukaan ini. Pengabaian terhadap faktor ini, terbukti telah menyebabkan terjadinya deviasi yang cukup signifikan terhadap tujuan pembangunan itu sendiri yaitu keseluruhan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pemborosan keuangan negara merupakan implikasi lain deviasi tersebut. Proses pelibatan partisipasi masyarakat lokal dalam implementasi proyek-proyek pembangunan di tingkat kabupaten/kota, terbukti telah berhasil membawa perubahan-perubahan mendasar dalam peningkatan kesejahteraan keluarga-keluarga pedesaan (John Clark:1995; John Friedmann:1992). Lebih lanjut Gunawan Sumodiningrat (1996)mengemukakan bahwa pemihakan dan pemberdayaan masyarakat—dalam keseluruhan rangkaian penyusunan program-program pembangunan, perlu diyakini oleh aparatur pemerintah (daerah) sebagai strategi yang tepat untuk menggalang kemampuan ekonomi nasional, sehingga mampu berperan secara nyata dalam meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Selanjutnya, keyakinan itu juga perlu terus ditanamkan dalam diri aparatur yang secara fungsional menangani proses-proses penyusunanan program pada kabupaten/kota untuk selanjutnya ditingkatkan serta dimasyarakatkan, kemudian yang terpenting dan juga menjadi tantangan utama adalah bagaimana menerjemahkannya dalam usaha-usaha yang nyata. Upaya-upaya ke arah tersebut tidak secara serta merta dapat terwujud dan tidak semudah seperti membalikkan telapak tangan, melainkan harus melalui proses berliku-liku yang akan menghabiskan banyak waktu serta tenaga, dan tampaknya harus dilakukan oleh aparatur yang memiliki integritas dan hati nurani yang jernih, karena dalam pelaksanaannya dalam masyarakat akan banyak mempergunakan mekanisme komunikasi timbal balik, mendengar dan menampung dengan penuh kesabaran, dan sikap toleransi dalam menghadapi pandangan yang berbeda (community approach).
Dimasa depan, masyarakat sendirilah yang akan memainkan peran utama dalam pengimplementasian program-program pembangunan didaerahnya, sedangkan kelompok luar yaitu NGOs akan bertindak sebagai fasilitator, dinamisator, katalisator, mediator dan komunikator, serta peran pemerintah (daerah) lebih merupakan pelengkap dan penunjang termasuk menentukan aturan dasar permainannya. Bagi aparatur pemerintah, NGOs maupun masyarakat, implementasi program-program pembangunan harus dianggap sebagai suatu proses belajar sosial (John Clark : 1995; John Friedmann : 199), melalui proses evaluasi terhadap segala hal yang telah dicapai dalam pelaksanaan proyek, serta mempelajari berbagai kendala yang dihadapi. Perubahan mendasar tampaknya sangat perlu dilakukan disini, oleh karena existing condition yang terjadi pada hampir seluruh pemerintah daerah, peran-peran kontributor, fasilitator, dinamisator, katalisator, mediator dan komunikator penyusunan konsep-konsep dan ide-ide pembangunan seperti yang sering kita baca pada media-massa, seringkali dominan berada pada pemerintah (daerah). Proses belajar sosial yang seyogyanya terjadi pada implementasi proyek-proyek pembangunan—khususnya di desa-desa—tersebut tidak pernah terjadi, bahkan jika kita pandang secara ekstrim maka yang terjadi adalah hal sebaliknya yaitu dengan apa yang dinamakan dengan upaya pembodohan masyarakat.
Jika kita perhatikan dengan seksama, aturan main proses penyusunan program-program pembangunan yang dilakukan selama ini sesungguhnya merupakan mekanisme ideal, artinya berniat mengakomodasikan sebesar-besarnya aspirasi masyarakat (desa). Proses penyusunan program pembangunan, dilakukan melalui tahapan-tahapan yang dimulai dari tingkat desa yaitu kegiatan musyawarah pembangunan desa, kemudian dibawa ke tingkat kecamatan melalui diskusi unit daerah kerja pembangunan, demikian seterusnya hingga disalurkan di tingkat kabupaten/kota yang melibatkan lintas unit-unit kerja kabupaten/kota. Namun mengapa mekanisme yang cukup baik tersebut tetap dianggap kurang dapat mengakomodasikan hal-hal yang sesungguhnya diinginkan masyarakat ? Seperti yang telah dikemukakan di atas, kesalahan tentu akan dialamatkan kepada tidak dilakukannya secara sungguh-sungguhparticipant observation atau grounded research oleh aparatur yang terlibat secara fungsional dalam proses penyusunan program-program pembangunan, kepada masyarakat desa dimana proyek-proyek pembangunan tersebut berlokasi. Jika dilakukan secara benar, penerapan mekanisme tersebut memastikan terjadinya identifikasi yang menyeluruh dan mendalam hingga ke tingkat grassroots terhadap yang sesungguhnya dibutuhkan masyarakat, walaupun harus melalui proses-proses yang akan menghabiskan banyak waktu dan tenaga.
Lebih jauh, David C. Korten (1990) mengidentifikasikan banyaknya faktor yang ditemukan dan turut memperburuk citra kinerja penyusunan program-program pembangunan (daerah), antara lain yang dianggap dominan adalah faktor kekurang-keterbukaan aparatur pemerintah (daerah) terhadap masyarakat dalam proses penyusunan program-program pembangunan, akumulasi kondisi seperti ini selama berpuluh-puluh tahun telah menyebabkan perasaan apriorimasyarakat menumpuk dan membatu, sehingga seperti yang kita lihat, telah mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung kepada kurangnya intensitas peran serta masyarakat dalam penyusunan program-program pembangunan. Jika kita tidak bercermin, belajar dan mengantisipasi keadaan ini sedini mungkin, maka setelah mencapai titik jenuh dikuatirkan pada saatnya akan berkembang menjadi gerakan yang destruktif sebagai reaksi terhadap dominasi yang berlebihan dari pemerintah (daerah) serta dianggap merupakan pemaksaan program-program pembangunan di tingkat desa.
Adanya kekhawatiran pemerintah (daerah) dengan alasan akan sulitnya mengakomodasikan keinginan masyarakat yang begitu banyak—jika dilakukan transparansi seluas mungkin kepada masyarakat, harus sudah mulai ditinggalkan dan harus dianggap sebagai suatu konsekuensi logis dan buah dari kekurangtepatan orientasi implementasi program-program pembangunan yang dilakukan selama ini. Langkah bijaksana yang dilakukan oleh aparatur pemerintah terhadap kondisi-kondisi yang telah terlanjur terjadi tersebut, pertama-tama tentu harus dimaknai sebagai suatu rangkaian dari keseluruhan belajar sosial.
Proses pemberdayaan masyarakat secara implisit mengandung makna, terdapatnya faktor inisiatif yang berasal dan berkembang dari masyarakat sendiri, sedangkan peranan pemerintah bertindak sebagai penampung dan mempertimbangkan keluhan masyarakat. Dalam hal ini aparatur pemerintah (daerah) sangat dituntut agar memiliki kepekaan serta kemampuan untuk dapat memberi respon, terhadap inisiatif dan keluhan yang berasal dari tingkat bawah daripada menonjolkan kepentingan mereka sendiri atau berdalih pada menjaga kewibawaan pemerintah. Dalam kenyataan, inisiatif dan keluhan masyarakat bawah seringkali diabaikan, dan untuk memperoleh perhatian dan tanggapan mereka terpaksa mengambil jalan pintas walaupun kadang-kadang merupakan pelanggaran hukum, yaitu dengan melakukan pengrusakan ataupun pembakaran.
Pada hakikatnya partisipasi sosial mengandung makna agar masyarakat lebih berperan dalam proses pembangunan, mengusahakan penyusunan program-program pembangunan melalui mekanisme dari bawah ke atas (bottom up), dengan pendekatan memperlakukan manusia sebagai subyek dan bukan obyek pembangunan. Hal ini dipertegas oleh Philip J. Eldridge (1995) “participation means a shift in decision making power from more powerful to poor, disadvantages, and less influential groups.” Keberdayaan rakyat merupakan kemampuan dan kebebasan untuk membuat pilihan-pilihan, baik yang menyangkut penentuan nasib sendiri maupun perubahan diri sendiri atas dasar kekuatan sendiri sebagai faktor penentu.
Faktor-faktor yang turut memperburuk citra kinerja penyusunan program-program pembangunan (daerah), juga tidak terlepas dari terjadinya perbedaan pemahaman tentang pembangunan dan partisipasi masyarakat, yang dapat ditinjau dari dua sudut pandang (Goulet, D.:1989 dalam Yosef P. Widyatmadja :1992): Pertama, dari perspektif pemerintah, partisipasi yang dikehendaki adalah yang lebih menekankan pada pengorbanan dan kontribusi rakyat dari pada hak rakyat untuk ikut menikmati manfaat pembangunan itu sendiri. Kedua, dari perspektif rakyat, partisipasi merupakan praktek dari keadilan. Oleh karena itu, pemahaman partisipasi sebagai pemberdayaan rakyat atau empowering people, meliputi praktek keadilan dan hak untuk menikmati hasil pembangunan yang mungkin dapat menimbulkan konflik antara pihak-pihak yang berkepentingan.
Ginanjar Kartasasmita (1995) mengemukakan bahwa upaya memberdayakan partisipasi masyarakat dalam penyusunan program-program pembangunan (daerah), harus dilakukan melalui tiga cara :
 Pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang. Kondisi ini berdasarkan asumsi bahwa setiap individu dalam masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Hakikat dari kemandirian dan keberdayaan masyarakat adalah keyakinan bahwa masyarakat memiliki potensi untuk mengorganisasi dirinya sendiri dan potensi kemandirian tiap individu perlu diberdayakan. Proses pemberdayaan masyarakat berakar kuat pada proses kemandirian tiap individu, yang kemudian meluas ke keluarga, serta kelompok masyarakat baik di tingkat lokal maupun nasional.
 Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat dengan menerapkan langkah-langkah nyata, menampung berbagai masukan, menyediakan prasarana dan sarana baik fisik (irigasi, jalan dan listrik) maupun sosial (sekolah dan fasilitas pelayanan kesehatan) yang dapat diakses oleh masyarakat lapisan paling bawah. Terbukanya akses pada berbagai peluang akan membuat masyarakat makin berdaya, seperti tersedianya lembaga-lembaga pendanaan, pelatihan dan pemasaran di pedesaan. Dalam upaya memberdayakan masyarakat ini, yang penting antara lain adalah peningkatan mutu dan perbaikan sarana pendidikan dan kesehatan, serta akses pada sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar.
 Ketiga, memberdayakan masyarakat dalam arti melindungi dan membela kepentingan masyarakat lemah. Dalam proses pemberdayaan harus dicegah jangan sampai yang lemah bertambah lemah atau makin terpinggirkan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Melindungi dan membela harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang dan eksploitasi atas yang lemah.
Proses Pentahapan Demokrasi
Berdasarkan asumsi bahwa demokrasi ibarat suatu pola dengan titik gravitasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, maka terdapat tiga proses pentahapan yang perlu dilalui (Onny S.Prijono dan A.M.W. Pranarka : 1996), sebagai berikut : a) tahap inisial : dari pemerintah, oleh pemerintah, dan untuk rakyat; b) tahap partisipatoris : dari pemerintah bersama masyarakat, oleh pemerintah bersama masyarakat, untuk rakyat; dan c) tahap emansipatif : dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, dan didukung oleh pemerintah bersama masyarakat. Pada umumnya, dapat dikatakan bahwa kita sudah mencapai tahap kedua, dengan mengecualikan beberapa wilayah yang mungkin sudah memasuki tahap ketiga. Tantangan di masa depan menuntut terjadinya proses akselerasi gerak kita memasuki tahap emansipatif : dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat. Dalam kerangka ini, pemberdayaan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, merupakan langkah yang amat penting bagi gerak akselerasi tahap ketiga dalam pembangunan demokrasi kita. Dalam proses pembangunan manusia yang berkesinambungan, hendaknya tidak hanya difokuskan pada peningkatkan pertumbuhan ekonomi saja, namun pengembangan sumber daya manusia dan pemberdayaan masyarakat yang pro-kaum miskin, pro-petani, pro-pekerja, pro-wanita, dan pro-demokrasi juga perlu mendapat perhatian. Pendekatan pemberdayaan baik individu maupun kelompok masyarakat (to empower people) merupakan salah satu prasyarat pembangunan sosial.
Sejalan dengan pendapat tersebut, lebih lanjut Laode M. Kalamuddin (2000), mengemukakan bahwa selama ini kita—bangsa Indonesia telah salah dalam memandang atau dalam mempersepsikan pembangunan selama ini, yaitu karena pembangunan hanya dilihat sebagai output, sebagai hasil-hasil yang nyata dari jerih payah dan usaha yang dijalankan oleh manusia baik secara pribadi, kelompok maupun masyarakat. Melihat hasil-hasil pembangunan dengan kacamata fisikal tersebut, misalnya dengan melihat kenyataan bahwa hasil-hasil pembangunan fisik selama 10 tahun terakhir, telah menyebabkan kita mengabaikan (over looking) akan arti, arah dan tujuan pembangunan itu sendiri. Pola yang ditawarkan dalam membangun perspektif dan orientasi yang baru adalah dengan memfokuskan kepada pembangunan sosial. Sosial dalam pengertian ini lebih dimaksudkan sebagai perspektif global atau holistik yang memfokuskan penekanannya kepada keseluruhan masyarakat manusia (civil society), dimana aspek pembangunan fisik dan ekonomi hanya merupakan salah satu aspek pengamatan terhadap realitas sosial itu sendiri. Tujuan-tujuan strategis seperti ini, akan selalu dapat dikoreksi pada setiap tahap kemajuan atau proses pembangunan atau perubahan sosial yang direncanakan secara terus menerus. Sehingga pembangunan dengan demikian merupakan upaya yang sadar dan terus menerus, dalam perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik dan lebih maju.
Dari berbagai pendapat para ahli (Onny S. Prijono:1996; A.M.W. Prranarka:1996; Daoed Joesoef: 1996; J. Babari:1996; Vidyandika Moeljarto:1996; Murwatie B. Rahardjo:1996; Sukardi Rinakit:1996; Medelina K. Hendytio:1996), salah satu kunci utama dari keseluruhan upaya yang dapat dilakukan untuk mengeliminasi permasalahan tersebut adalah bagaimana memperkuat kemampuan masyarakat lapisan bawah, yang masih berada dalam kondisi tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan, keterbelakangan, dan membutuhkan pertolongan agar lebih berdaya dalam kemandirian, keswadayaan, partisipasi dan demokratisasi.
Dengan kata lain, memberdayakan masyarakat mengandung makna mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, dan memperkuat posisi tawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan. Di samping itu, juga mengandung arti melindungi dan membela dengan berpihak pada yang lemah, untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang dan eksploitasi atas yang lemah. Masyarakat yang perlu diberdayakan antara lain kaum buruh, petani, nelayan, orang miskin di kota dan di desa, kelompok masyarakat dalam kondisi yang marginal, dan dalam posisi lemah, serta pinggiran. Pemberdayaan rakyat merupakan proses yang tidak dapat dilakukan secara partial, tetapi membutuhkan strategi pendekatan yang menyeluruh. Pemberdayaan bukan hanya meliputi individu dan kelompok masyarakat lapisan bawah (grassroots), pinggiran (peripheris), dan pedesaan(rural communities) sebagai kelompok sasaran, tetapi juga meliputi NGOs sebagai pelaku dan kelompok organisasi juga perlu diberdayakan. Selain masyarakat sebagai kelompok sasarannya, NGOs pun perlu mempertahankan kemandirian dan keswadayaannya, serta diberi kebebasan untuk berkembang, agar memiliki kekuatan sendiri tanpa perlu dibina dan dikontrol oleh pemerintah.



C. LEDAKAN JUMLAH PENDUDUK DUNIA INDONESIA MASUK DAFTAR PENYUMBANG TERBESAR

Indonesia adalah salah satu dari lima negara berkembang yang memberi kontribusi besar pada pertambahan penduduk dunia yang pada 2050 diperkirakan berjumlah sembilan miliar jiwa. Oleh karena itu, kegagalan pengendalian penduduk di lima negara akan mempengaruhi penduduk dunia secara keseluruhan.
Empat negara berkembang lainnya yang memberi kontribusi terhadap jumlah penduduk dunia adalah India, Pakistan, Brazil, dan Nigeria. Demikian terungkap dalam sidang ke 42 Commision on Population and Development di Markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) seperti dilaporkan wartawan Mediaindonesia.com Patna Budi Utami dari New York, AS, Rabu (1/4) waktu setempat.
Menurut Wakil Ketua Delegasi Indonesia Nina Sardjunani dalam sidang yang dipimpin Duta Besar Meksiko untuk PBB Elena Zuniga Herrera, pemerintah Indonesia memang memiliki komitmen dan program untuk mengendalikan jumlah penduduk.
"Namun jika internasional tidak membantu (upaya yang dilakukan Indonesia), bukan hanya Indonesia yang terkena dampaknya, tapi mempengaruhi masalah kependudukan secara global," katanya.
Salah satu program yang dilakukan Indonesia untuk mengendalikan penduduk adalah melalui program keluarga berencana (KB). Sayangnya, dana kependudukan untuk program KB secara internasional kini merosot drastis.
Pada 1995, dana internasional untuk program KB masih sebesar 55% dari total dana bagi pengendalian penduduk. Tetapi pada 2007 hanya tinggal sekitar 5%. Sedangkan
selebihnya digunakan untuk program non KB, di antaranya untuk penanggulangan HIV/AIDS dan peningkatan kesehatan ibu dan anak.
Jika melihat tren demografi, kata Deputi Bidang Sumber Daya Manusia (SDM) dan Kebudayaan Bappenas itu, seharusnya dana untuk KB ditingkatkan. Oleh karena itu dalam sidang Indonesia juga meminta negara-negara donor melalui PBB agar bisa membuat skema-skema pembiayaan baru program KB. Salah satunya melalui debt swap.
Jika tidak, jumlah penduduk dunia akan terus meningkat dan Indonesia menjadi salah satu negara yang memberi kontribusibesar dalam penambahan itu.
Ia juga mengungkapkan, Indonesia memiliki komitmen terhadap program KB. Bahkan sekarang sedang melakukan revitalisasi program tersebut. Oleh karena itu diharapkan internasional dapat memberi dukungan melalui teknik asisten atau dengan
pembiayaan dalam konteks kesetaraan.
Terkait dengan debt swap untuk biaya pengendalian pertumbuhan jumlah penduduk, Nina saat dimintai konfirmasi di luar ruang sidang menyatakan hal itu baru usulan dan masih harus dibicarakan dengan Departemen Keuangan.
Oleh karena itu, mekanismenya juga belum diketahui. Namun jika para negara donor setuju memberikan debt swap di bidang itu, bisa menggunakan mekanisme debt swap seperti yang dilakukan di bidang pendidikan dengan Jerman. Dalam pembangunan sekolah di Indonesia bagian timur, Jerman memberikan dua kali lipat dari alokasi yang dikeluarkan Indonesia untuk program pendidikan itu.
"Pembebasan utang itu diberikan setelah laporan kita diverifikasi oleh badan audit internasional. Itu jauh lebih bagu," ujarnya.
Beberapa delegasi negara lainnya yang menanggapi laporan Sekjen PBB mengenai tren demografi dunia juga meminta para donatur untuk memberikan bantuan kepada negara berkembang yang tengah melakukan proses pengendalian jumlah penduduk.

Jumlah penduduk Indonesia saat ini sekitar 227 juta dan diprediksi laju pertumbuhannya sekitar 1,3%. Laju pertumbuhan itu jauh menurun jika dibandingkan dengan 1970-an yang tercatat 2,32% maupun pada kurun waktu 1990-2000 sebesar 1,7% per tahun.
Menurunnya persentase laju pertumbuhan penduduk Indonesia terjadi seiring turunnya rata-rata jumlah anak yang dimiliki setiap perempuan selama masa reproduksinya

D. MASALAH KEPENDUDUKAN
Kejadian adanya 17 keluarga meninggalkan lokasi transmigrasi dan memilihpulang ke kampung kelahirannya, merefleksikan betapa buruk manajemenpenyelenggaraan transmigrasi sekarang ini. Mereka adalah bagian dari 25 kepalakeluarga asal Daerah Istimewa Yogyakarta, yang mengikuti programtransmigrasi ke Desa Sibado, Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala, SulawesiTengah, tahun 2004.
Lepas dari apa faktor penyebabnya, buruknya manajemen penyelenggaraantransmigrasi itu sungguh memprihatinkan karena terjadi saat bangsa Indonesiasedang menghadapi persoalan kependudukan sebagai salah satu masalahnasional. Sebagaimana diketahui, ciri persoalan kependudukan Indonesia adalahkosentrasi lokasi penduduk di daerahdaerah padat, penyebarannya tidakproporsional,ratarata pertumbuhannya relatif tinggi, dan kurangnyapemahaman bahwa persoalan kependudukan adalah masalah nasional yangmultidimensi dan berdampak luas.
Penduduk Indonesia tahun 2000 sebanyak 205,8 juta. Tahun 2025, angka itudiproyeksikan menjadi 273,7 juta. Jadi, selama 25 tahun, terjadi penambahanjumlah penduduk rata-rata 2,72% tiap tahun. Namun, secara substansial,persoalan kependudukan bukan hanya terkait aspek kuantitatif, tetapi jugaaspek kualitatif.
Transmigrasi adalah salah satu upaya untuk mengatasi masalah kependudukantersebut. Upaya lain yang selama ini pernah gencar dilaksanakan adalahmenggalakkan keluarga berencana dan mengintensifkan pendidikankependudukan.
Harus kita akui arah kebijakan dan program pemerintah dalam mengatasimasalah nasional yang satu ini, dalam kurun waktu enam tahun terakhirterkesan tidak jelas dan tidak tegas. Namun, pada acara peluncuran bukuProyeksi Penduduk Indonesia2000/2005, Selasa pekan lalu, Presiden SusiloBambang Yudhoyono sempat mengisyaratkan bahwa untuk menghadapitantangan di bidang kependudukan di Indonesia diperlukan satu rencana besardalam jangka menengah maupun panjang, termasuk menggalakkan kembaliprogram keluarga berencana. Belum dijelaskan lebih lanjut, bagaimanapenjabaran rencana tersebut, termasuk bagaimana strategi yang akanditerapkannya.
Di satu pihak tidak bisa dimungkiri bahwa persoalan kependudukan harus diatasibersama seluruh komponen bangsa, mulai dari pemerintah pusat, pemerintahdaerah, sampai lembaga-lembaga lainnya. Di pihak lain, dengan memperhatikankondisi bangsa yang penuh keterbatasan sekarang ini, kiranya perludipertimbangkan penetapan skala prioritas penanganannya secara tepat. Harusdicari sumber permasalahan pokoknya, dan prioritas penanganannya harusdimulai dengan menyentuh persoalan pokok tersebut.
Berdasarkan data, jumlah terbesar penduduk Indonesia berdomisili di PulauJawa. Angka tingkat kepadatan penduduk tertinggi juga ada di pulau ini. Begitupula angka migrasi pencari kerja, baik di lingkungan dalam negeri maupunmigrasi pencari kerja ke luar negeri, diasumsikan tertinggi berasal dari PulauJawa. Boleh dikatakan, persoalan pokok masalah nasional kependudukanIndonesia ada di pulau ini. Data dan asumsi tersebut kiranya pantas dijadikanbahan kajian kemungkinan menetapkan penanggulangan masalah kependudukandi Pulau Jawa sebagai langkah prioritas. Logikanya, jika kita berhasil mengatasipersoalan kependudukan di pulau ini sebagai langkah awal, akan berdampak luasdan merupakan langkah yang efektif mengatasi persoalan kependudukan diTanah Air.
Tiga jenis program perlu digalakkan secara serempak di pulau ini, dengan targetpemecahan masalah secara kuantitatif maupun secara kualitatif.Programtransmigrasi dengan sasaran daerahdaerah yang tingkat kepadatanpenduduknya rendah, keluarga berencana dengan sasaran pasangan usia subur,dan pendidikan kependudukan dengan sasaran generasi muda.
Yang perlu dikondisikan terlebih dulu adalah tertanamnya pengertian bahwamasalah kependudukan adalah masalah nasional. Hal ini bisa ditanamkan lewatjalur pendidikan kependudukan, jalur formal maupun jalur nonformal. Denganpola pikir dan perilaku yang satu bahasa, maka program transmigrasi, misalnya,bukan hanya diterima sebagai upaya untuk mensejahterakan rakyat yangditransmigrasikan, tetapi juga disadari sebagai upaya meningkatkankesejahteraan rakyat di daerah tujuannya, dan lebih dari itu dalam rangkamewujudkan kesejahteraan kehidupan rakyat Indonesia. Program keluargaberencana bukan semata-mata ditempatkan sebagai upaya untuk mengendalikankelahiran bayi yang terkait kondisi dan kepentingan pribadi atau keluarga,tetapi juga demi kepentingan yang lebih luas dan berdimensi masa depan, yaknikepentingan nasional.
Tanpa menempatkan kepentingan nasional di atas kepentingan lain yang lebihsempit, mustahil masalah kependudukan bisa diatasi.


E. TUJUAN DAN MANFAAT PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
Tujuan pengembangan sumber daya manusia menurut Martoyo (1992) adalah dapat ditingkatkannya kemampuan, keterampilan dan sikap karyawan/anggota organisasi sehingga lebih efektif dan efisien dalam mencapai sasaran-sasaran program ataupun tujuan organisasi.
Menurut Manullang (1980), tujuan pengembangan pegawai sebenarnya sama dengan tujuan latihan pegawai. Sesungguhnya tujuan latihan atau tujuan pengembangan pegawai yang efektif, adalah untuk memperoleh tiga hal yaitu :
1. menambah pengetahuan
2. menambah ketrampilan
3. merubah sikap
Sedangkan manfaat dan tujuan dari kegiatan pengembangan sumber daya manusia menurut Schuler (1992), yaitu :
a) Mengurangi dan menghilangkan kinerja yang buruk
Dalam hal ini kegiatan pengembangan akan meningkatkan kinerja pegawai saat ini, yang dirasakan kurang dapat bekerja secara efektif dan ditujukan untuk dapat mencapai efektivitas kerja sebagaimana yang diharapkan oleh organisasi.
b) Meningkatkan produktivitas
Dengan mengikuti kegiatan pengembangan berarti pegawai juga memperoleh tambahan ketrampilan dan pengetahuan baru yang bermanfaat bagi pelaksanaan pekerjaan mereka. Dengan semikian diharapkan juga secara tidak langsung akan meningkatkan produktivitas kerjanya.
c) Meningkatkan fleksibilitas dari angkatan kerja
Dengan semakin banyaknya ketrampilan yang dimiliki pegawai, maka akan lebih fleksibel dan mudah untuk menyesuaikan diri dengan kemungkinan adanya perubahan yang terjadi dilingkungan organisasi. Misalnya bila organisasi memerlukan pegawai dengan kualifikasi tertentu, maka organisasi tidak perlu lagi menambah pegawai yang baru, oleh Karena pegawai yang dimiliki sudah cukup memenuhi syarat untuk pekerjaan tersebut.
d) Meningkatkan komitmen karyawan
Dengan melalui kegiatan pengembangan, pegawai diharapkan akan memiliki persepsi yang baik tentang organisasi yang secara tidak langsung akan meningkatkan komitmen kerja pegawai serta dapat memotivasi mereka untuk menampilkan kinerja yang baik.
e) Mengurangi turn over dan absensi
Bahwa dengan semakin besarnya komitmen pegawai terhadap organisasi akan memberikan dampak terhadap adanya pengurangan tingkat turn over absensi. Dengan demikian juga berarti meningkatkan produktivitas organisasi.
Jika disimak dari pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pengembangan pegawai, pada umumnya adalah sebagai berikut :
1. Agar pegawai dapat melakukan pekerjaan lebih efisien.
2. Agar pengawasan lebih sedikit terhadap pegawai.
3. Agar pegawai lebih cepat berkembang.
4. Menstabilisasi pegawai.
Manfaat dari pengembangan pegawai dapat dilihat dalam dua sisi yaitu :
A. Dari sisi individu pegawai yang memberi manfaat sebagai berikut :

1. Menambah pengetahuan terutama penemuan terakhir dalam bidang ilmu pengetahuan yang bersangkutan, misalnya prinsip-prinsip dan filsafat manajemen yang terbaik dan terakhir.
2. Menambah dan memperbaiki keahlian dalam bidang tertentu sekaligus memperbaiki cara-cara pelaksanaan yang lama.
3. Merubah sikap.
4. Memperbaiki atau menambah imbalan/balas jasa yang diperoleh dari organisasi tempat bekerja.
B. Dari sisi organisasi, pengembangan pegawai dapat memberi manfaat sebagai berikut :
1) Menaikkan produktivitas pegawai.
2) Menurunkan biaya.
3) Mengurangi turnover pegawai
4) Kemungkinan memperoleh keuntungan yang lebih besar, karena direalisirnya ketiga manfaat tersebut terlebih dahulu.

F. KUALITAS TENAGA KERJA
Sumber Daya Manusia
Perencanaan sumber daya manusia adalah proses analisis dan identifikasi yang dilakukan organisasi terhadap kebutuhan akan sumber daya manusia, sehingga organisasi tersebut dapat menentukan langkah yang harus diambil guna mencapai tujuannya. Selain itu, pentingnya diadakan perencanaan sumber daya manusia ialah organisasi akan memiliki gambaran yang jelas akan masa depan, serta mampu mengantisipasi kekurangan kualitas tenaga kerja yang diperlukan.
Terdapat beberapa syarat untuk membuat seuah perencanaan SDM yang baik, yakni:
1. Harus mengetahui secara jelas masalah yang direncanakannya.
2. Harus mengumpulkan dan menganalisis informasi tentang SDM dalam organisasi tersebut secara lengkap.
3. Mempunyai pengalaman luas tentang analisis pekerjaan (job analysis), kondisi organisasi, dan persediaan SDM.
4. Harus mampu membaca situasi SDM saat ini dan masa mendatang.
5. Mampu memperkirakan peningkatan SDM dan teknologi masa depan.
6. Mengetahui secara luas peraturan dan kebijaksanaan pemerintah, khususnya yang menyangkut tenaga kerja.
Untuk sebuah perecanaan SDM yang baik, diperlukan tahapan-tahapan atau lankah dasar yang harus ditempuh:
1. Mampu menetapkan secara jelas kualitas dan kuantitas SDM.
2. Mengumpulkan data dan informasi yang lengkap[ mengenai SDM.
3. Mengelompokkan data dan informasi tersebut, kemudian menganalisisnya.
4. Menetapkan beberapa alternatif yang kira-kira sanggup ditempuh.
5. Memilih alternatif terbaik dari berbagai alternatif yang ada.
6. Menginformasikan rencana terpilih kepada para karyawan agar direalisasikan.
G. HUBUNGAN PERTUMBUHAN PENDUDUK DAN PERTUMBUHAN EKONOMI

Pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan nasional riil. Jadi perekonomian dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi pertumbuhan outputriil. Definisi pertumbuhan ekonomi yang lain adalah bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi bila ada kenaikan output perkapita. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan kenaikan taraf hidup diukur dengan output riil per orang.
Sementara negara-negara miskin berpenduduk padat dan banyak hidup pada taraf batas hidup dan mengalami kesulitan menaikkannya, beberapa negara maju seperti Amerika Serikat dan Kanada, negara- negara Eropa Barat, Australia, Selandia Baru, dan Jepang menikmati taraf hidup tinggi dan terus bertambah.Pertambahan penduduk berarti pertambahan tenaga kerja serta berlakunya hukum Pertambahan Hasil yang Berkurang mengakibatkan kenaikan output semakin kecil, penurunan produk rata-rata serta penurunan taraf hidup. Sebaliknya kenaikan jumlah barang-barang kapital, kemajuan teknologi, sertakenaikan kualitas dan keterampilan tenaga kerja cenderung mengimbangiberlakunya hukum Pertambahan Hasil yang Berkurang. Penyebab rendahnya pendapatan di negara-negara sedang berkembang adalah berlakunya hukum penambahan hasil yang semakin berkurang akibat pertambahan penduduk sangat cepat, sementara tak ada kekuatan yang mendorong pertumbuhan ekonomi berupa pertambahan kuantitas dan kualitas sumber alam, kapital, dan kemajuan teknologi.
Pertumbuhan penduduk yang tinggi dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Karena itu, meskipun program keluarga berencana (KB) digalakkan Indonesia, di sisi lain diperlukan angka pertumbuhan penduduk yang tinggi untuk meningkatkan angka pertumbuhan ekonomi.
Pendapat yang didasarkan atas kajian penelitian itu dilontarkan oleh dosen Sekolah Tinggi Teologia (STT) Baptis Jakarta, Wilson Rajagukguk dalam disertasi doktornya di Universitas Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat, Kamis (14/1) pagi. Penelitian itu berangkat dari keinginan membuktikan dan mencari kebenaran mengenai adakah hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk.
Berdasarkan simulasi dan analisis yang dilakukan dalam penelitiannya, ternyata terlihat kalau angka pertumbuhan ekonomi proporsional terhadap angka pertumbuhan penduduk. Ini berarti, pertumbuhan penduduk di Indonesia berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian Wilson ini diperkuat dengan argumen yang dikemukakan oleh Jones (1995), yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada masa lalu disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang tinggi.
Seperti diketahui, ada tiga aliran pemikiran dalam beberapa periode waktu yang membahas mengenai hubungan antara pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi.
1. Aliran pertama adalah aliran tradisional pesimistis (1950-1970-an) yang beranggapan kalau pertumbuhan penduduk yang tinggi akan menghambat pertumbuhan ekonomi (Malthusian dan Neo-Malthusian).
2. Aliran kedua adalah aliran revisionis yang meragukan pernyataan aliran sebelumnya karena tidak disertai dengan cukup bukti empiris.
3. Aliran ketiga adalah aliran yang beranggapan kalau pertumbuhan penduduk memang sangat berarti bagi perkembangan ekonomi (population does matter, Birdsall dan Sindings, 2001).
Selain itu, disertasi timbul akibat banyaknya pendapat berbeda dari berbagai pemikir hebat mengenai pertumbuhan ekonomi pada masa lalu apakah karena meningkatnya pertumbuhan penduduk. Dengan menggunakan indikator angka pertumbuhan konsumsi, angka pertumbuhan kapital dan angka pertumbuhan output untuk mengevaluasi pertumbuhan ekonomi dan menggunakan indikator angka pertumbuhan penduduk untuk mengevaluasi pertumbuhan penduduk, maka penelitian ini lebih dapat akurat.
Sementara itu, Young (1995) mengemukakan, kalau pertumbuhan yang terjadi di Indonesia bersama Jepang, Hong Kong, Korea Selatan, Taiwan, Singapura, Thailand, dan Malaysia merupakan dampak transisi demografi. Negara-negara tersebut bertumbuh karena mereka mengambil langkah besar dalam akumulasi modal fisik dan modal manusia.
Karena itu, Wilson ingin membuktikan kalau pendapat yang mengemukan selama ini kalau pertumbuhan penduduk berbanding negatif dengan pertumbuhan ekonomi adalah salah. Karena masih ada indikasi yang lain, yaitu berhubungan dengan anak usia sekolah yang selanjutnya bekerja.
Dua hal esensial harus dilakukan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi adalah, pertama sumber-sumber yang harus digunakan secara lebih efisien. Ini berarti tak boleh ada sumber-sumber menganggur dan alokasi penggunaannya kurang efisien.Yang kedua, penawaran atau jumlah sumber-sumber atau elemen-elemen pertumbuhan tersebut haruslah diusahakan pertambahannya.Elemen-elemen yang memacu pertumbuhan ekonomi tersebut adalah sebagai berikut.
1. Sumber-sumber Alam
Elemen ini meliputi luasnya tanah, sumber mineral dan tambang, iklim, dan lain-lain. Beberapa negara sedang berkembang sangat miskin akan sumber-sumber alam, sedikitnya sumber-sumber alam yang dimiliki meruoakan kendala cukup serius. Dibandingkan dengan sedikitnya kuantitas serta rendahnya persediaan kapital dan sumber tenaga manusia maka kendala sumber alam lebih serius.
2 .Sumber-sumber Tenaga Kerja
Masalah di bidang sumber daya manusia yang dihadapi oleh negara- negara sedang berkambang pada umumnya adalah terlalu banyaknya jumlah penduduk, pendayagunaannya rendah, dan kualitas sumber- sumber daya tenaga kerja sangat rendah.
3. Kualitas Tenaga Kerja yang Rendah
Negara-negara sedang berkembang tak mampu mengadakan investasi yang memadai untuk menaikkan kualitas sumber daya manusia berupa pengeluaran untuk memelihara kesehatan masyarakat serta untuk pendidikan dan latihan kerja.
4 .Akumulasi Kapital
Untuk mengadakan akumulasi kapital diperlukan pengorbanan atau penyisihan konsumsi sekarang selama beberapa decade. Di negara sedang berkembang, tingkat pendapatan rendah pada tingkat batas hidup mengakibatkan usaha menyisihkan tabungan sukar dilakukan. Akumulasi kapital tidak hanya berupa truk, pabrik baja, plastik dan sebagainya; tetapi juga meliputi proyek-proyek infrastruktur yang merupakan prasyarat bagi industrialisasi dan pengembangan serta pemasaran produk-produk sektor pertanian. Akumulasi kapital sering kali dipandang sebagai elemen terpenting dalam pertumbuhan ekonomi. Usaha-usaha untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan memusatkan pada akumulasi kapital. Hal ini karena, pertama, hampir semua negara-negara berkembang mengalami kelangkaan barang-barang kapital berupa mesi-mesin dan peralatan produksi, bangunan pabrik, fasilitas umum dan lain-lain. Kedua, penambahan dan perbaikan kualitas barang-barang modal sangat penting karena keterbatasan tersedianya tanah yang bisa ditanami.
Pertumbuhan penduduk adalah perubahan populasi sewaktu-waktu, dan dapat dihitung sebagai perubahan dalam jumlah individu dalam sebuah populasi menggunakan "per waktu unit" untuk pengukuran. Sebutan pertumbuhan penduduk merujuk pada semua spesies, tapi selalu mengarah pada manusia, dan sering digunakan secara informal untuk sebutan demografi nilai pertumbuhan penduduk, dan digunakan untuk merujuk pada pertumbuhan penduduk dunia.
Model pertumbuhan penduduk meliputi Model Pertumbuhan Malthusian dan model logistik.
Nilai pertumbuhan penduduk
Dalam demografi dan ekologi, nilai pertumbuhan penduduk (NPP) adalah nilai kecil dimana jumlah individu dalam sebuah populasi meningkat. NPP hanya merujuk pada perubahan populasi pada periode waktu unit, sering diartikan sebagai persentase jumlah individu dalam populasi ketika dimulainya periode. Ini dapat dituliskan dalam rumus: P = Poekt

Cara yang paling umum untuk menghitung pertumbuhan penduduk adalah rasio, bukan nilai. Perubahan populasi pada periode waktu unit dihitung sebagai persentase populasi ketika dimulainya periode. Yang merupakan:


Nilai pertumbuhan penduduk dunia
Nilai pertumbuhan penduduk tahunan dalam persen
Ketika pertumbuhan penduduk dapat melewati kapasitas muat suatu wilayah atau lingkungan hasilnya berakhir dengankelebihan penduduk. Gangguan dalam populasi manusia dapat menyebabkan masalah seperti polusi dan kemacetan lalu lintas, meskipun dapat ditutupi perubahan teknologi dan ekonomi. Wilayah tersebut dapat dianggap "kurang penduduk" bila populasi tidak cukup besar untuk mengelola sebuah sistem ekonomi (lihat penurunan penduduk).


















BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Di negara sedang berkembang, tingkat pendapatan rendah pada tingkat batas hidup mengakibatkan usaha menyisihkan tabungan sukar dilakukan. Akumulasi kapital tidak hanya berupa truk, pabrik baja, plastik dan sebagainya; tetapi juga meliputi proyek-proyek infrastruktur yang merupakan prasyarat bagi industrialisasi dan pengembangan serta pemasaran produk-produk sektor pertanian. Akumulasi kapital sering kali dipandang sebagai elemen terpenting dalam pertumbuhan ekonomi. Usaha-usaha untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan memusatkan pada akumulasi kapital. Hal ini karena, pertama, hampir semua negara-negara berkembang mengalami kelangkaan barang-barang kapital berupa mesi-mesin dan peralatan produksi, bangunan pabrik, fasilitas umum dan lain-lain. Kedua, penambahan dan perbaikan kualitas barang-barang modal sangat penting karena keterbatasan tersedianya tanah yang bisa ditanami.
bahwa pertumbuhan penduduk berkaitan dengan kemiskinan dan kesejahteraan masyarakat. Pengetahuan tentang aspek-aspek dan komponen demografi seperti fertilitas, mortalitas, morbiditas, migrasi, ketenagakerjaan, perkawinan, dan aspek keluarga dan rumah tangga akan membantu para penentu kebijakan dan perencana program untuk dapat mengembangkan program pembangunan kependudukan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tepat sasaran

SARAN
Dalam kerangka ini, pemberdayaan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, merupakan langkah yang amat penting bagi gerak akselerasi tahap ketiga dalam pembangunan demokrasi kita. Dalam proses pembangunan manusia yang berkesinambungan, hendaknya tidak hanya difokuskan pada peningkatkan pertumbuhan ekonomi saja, namun pengembangan sumber daya manusia dan pemberdayaan masyarakat yang pro-kaum miskin, pro-petani, pro-pekerja, pro-wanita, dan pro-demokrasi juga perlu mendapat perhatian. Pendekatan pemberdayaan baik individu maupun kelompok masyarakat (to empower people) merupakan salah satu prasyarat pembangunan sosial.






DAFTAR PUSTAKA

sumber: http://www.datastatistik-indonesia.com/content/view/83/115/
ilustrasi www.mediaindonesia.com
(www.mediaindonesia.com)
EKONOMI KERAKYATAN

DOSEN PENGAMPU :
Dra. REFNIDA, M.Pd



DISUSUN OLEH :

KELOMPOK I
KELOMPOK II
KELOMPOK III


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2011

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang mana ia telah bemberikan nikmat dan karunia-nya pada kita. Kami dari penyusun makalah ini sangat banyak ucap terimakasi pada dosen pengampu Dra. REFNIDA, M.Pd dalam matakuliah 3 sks adalah EKONOMI PEMBANGUNAN yang telah memberikan tugas ini pada kami, dengan pembahasan “EKONOMI KERAKYATAN” yang mana dengan adanya tugas ini dapat menambah wawasan, ilmu pengetahuan dan pengertian dalam berbudaya dan bersosialisasi sebagai makhluk hidup yang memiliki peradaban.
Dengan ini kami juda membutuhkan kritik, saran, kontribusi dan pertanyaan-pertanyaan yang membangun dan memperbaiki makalah kami kemasa yang akan dating, sebab tanpa adanya partisipasi, dukungan dan arahan dari dosen pengampu dan teman-teman sekalian kami tidak tahu kekurangan dan kelebihan dari tugas makalah kami ini.
Oleh karena itu kami memerlukan dengan hal yang yang berkaitan dengan apa yang telah diuraikan di atas tentang apa yang telah yang kami butuhkan kemasa yang akan datang dengan perkembangan wawasa, ilmu pengetahuan dan pengertian kami dalam MONETER DAN PERPAJAKAN.
Dengan akhir kata kami hanturkan lagi ucap terimakasih pada dosen pengampu Dra. REFNIDA, M.Pd dan para teman-teman sekalian.

Jambi, Juni 2011


Pemakalah









BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Pada saat ini Indonesia tengah mengalami masa - masa penuh gejolak perekonomian baik di sektor perbankan maupun sektor ekonomi lainnya. Sejaktumbangnya rezim orde baru dan memasuki masa reformasi, perekonomian Indonesia berjalan dalam ketidakpastian, masa reformasi ini ditandai dengan krisis moneter yangberlanjut menjadi krisis ekonomi yang sampai saat ini belum menunjukkan tanda – tandake arah pemulihan, laju inflasi masih cukup tinggi yaitu rata – rata sekitar 10%,rakyatIndonesia sebagian besar masih berada di bawah garis kemiskinan.

RUMUSAN MASALAH
Terjadinya krisis ekonomi mengakibatkanbanyak usaha yang mengalami kebangkrutan. Hal ini menggambarkan semakin banyakjumlah penduduk miskin baik di kota- kota besar maupun di pedesaan. Jumlah pendudukmiskin pada Maret 2006 sebanyak 39,05 juta orang atau 17,75% dari total 222 jutapenduduk. Penduduk miskin bertambah empat juta orang dibandingkan yang tercatatpada Februari 2005. Tanpa Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan BakarMinyak, jumlahnya mencapai 50,8 juta orang. Turunnya nilai rupiah mengakibatkanharga dollar meningkat sehingga para importir banyak yang mengalami kerugian,berdampak pada macetnya angka kredit, karena para kreditor tidak sanggup membayarpinjaman. Permasalahan di sektor perbankan ini menjadi persoalan bagi para pengusahabesar yang sebagian besar modalnya tergantung pada pinjaman.

TUJUAN PENULISAN
Di sampingkemiskinan absolut, terdapat persoalan kemiskinan relatif yang timbul sebagai akibatkurangnya pemerataan dalam menikmati hasil – hasil pembangunan, pembangunan yangpesat hanya terjadi di daerah tertentu saja seperti daerah-daerah industri di Pulau Jawayang menjadi incaran pendatang migran yang membludak tanpa diimbangi jumlahlapangan kerja yang justru menyempit.

MANFAAT PENULISAN
Hal ini bisa dilihat pada tingkat pengangguranyang relatif lebih besar jumlahnya di perkotaan. Rata- rata penduduk di pedesaan banyakyang melakukan urbanisai ke kota. Untuk wilayah – wilayah kota besar tingkatpengangguran jumlahnya semakin hari semakin meningkat. Penduduk desa umumnyamelakukan urbanisasi ke kota karena diiming – imingi oleh mewahnya kehidupan di kotabesar, padahal di perkotaan banyak usaha – usaha yang mengalami penurunan produksi,yang berdampak pada banyaknya kasus PHK.
BAB II
PEMBAHASAN

EKONOMI KERAKYATAN

A. PENGERTIAN EKONOMI KERAKYATAN

Secara ringkas Konvensi ILO169 tahun 1989 memberi definisi ekonomi kerakyatan adalah ekonomi tradisional yang menjadi basis kehidupan masyarakat local dalam mempertahan kehidupannnya. Ekonomi kerakyatan ini dikembangkan berdasarkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat local dalam mengelola lingkungan dan tanah
mereka secara turun temurun. Aktivitas ekonomi kerakyatan ini terkait dengan ekonomi sub sisten antara lain pertanian tradisional seperti perburuan, perkebunan, mencari ikan, dan lainnnya kegiatan disekitar lingkungan alamnya serta kerajinan tangan dan industri rumahan. Kesemua kegiatan ekonomi tersebut dilakukan dengan pasar tradisional dan berbasis masyarakat, artinya hanya ditujukan untuk menghidupi dan memenuhi kebutuhan hidup
masyarakatnya sendiri. Kegiatan ekonomi dikembangkan untuk membantu dirinya sendiri dan masyarakatnya, sehingga tidak mengekploitasi sumber daya alam yang ada.
Gagasan ekonomi kerakyatan dikembangkan sebagai upaya alternatif dari para ahli ekonomi Indonesia untuk menjawab kegagalan yang dialami oleh negara negara berkembang termasuk Indonesia dalam menerapkan teori pertumbuhan. Penerapan teori pertumbuhan yang telah membawa kesuksesan di negara negara kawasan Eropa
ternyata telah menimbulkan kenyataan lain di sejumlah bangsa yang berbeda. Salah satu harapan agar hasil dari pertumbuhan tersebut bisa dinikmati sampai pada lapisan masyarakat paling bawah, ternyata banyak rakyat di lapisan bawah tidak selalu dapat menikmati cucuran hasil pembangunan yang diharapkan itu. Bahkan di kebanyakan negara negara yang sedang berkembang, kesenjangan sosial ekonomi semakin melebar. Dari pengalaman ini, akhirnya dikembangkan berbagai alternatif terhadap konsep pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan. Pertumbuhan ekonomi tetap merupakan pertimbangan prioritas, tetapi pelaksanaannya harus serasi dengan pembangunan nasional yang berintikan pada manusia pelakunya.

Pengertian ekonomi kerakyatan adalah suatu perekonomian di mana pelaksanaan kegiatan, pengawasan kegiatan, dan hasil –hasil dari kegiatan ekonomi dinikmati oleh seluruh rakyat
Sistem ekonomi kerakyatan atau sistem ekonomi Pancasila ini secaraumumdapat diartikan sebagai sistem ekonomi yang memadukan ideologi konstitusional(Pancasila dan UUD 1945) bangsa Indonesia dengan sistem ekonomi campuran (SistemEkonomi Pasar Terkelola) yang diwujudkan melalui kerangka demokrasi ekonomi sertadijabarkan dalam langkah – langkah ekonomi yang berpihakpada masyarakat danpemberdayaan seluruh masyarakat, yang ditujukan untuk mewujudkan tercapainyamasyarakat yang adil dan makmur.
Menurut Emil Salim ciri – ciri sistem ekonomi kerakyatan adalah sebagai berikut
 peranan negara beserta aparatur ekonomi negara adalah penting, tetapi tidak dominan agar dicegah tumbuhnya sistem etatisme (serba negara). Peranan swastaadalah penting, tetapi juga tidak dominan agar dicegah tumbuhnya free fight. Dalamsistem ekonomi kerakyatan usaha negara dan swasta tumbuh berdampingan denganperimbangan tanpa dominasi berlebihan satu terhadap yang lain.
 dalam sistem ekonomi kerakyatan, hubungan kerja antar lembaga –lembaga ekonomi tidak didasarkan pada dominasi modal, seperti halnya dalam sistemekonomi kapitalis. Juga tidak didasarkan pada dominasi buruh, seperti halnya dalamsistem ekonomi komunis. Tetapi asas kekeluargaan menurut keakraban hubungan antarmanusia.
 Masyarakat sebagai satu kesatuan memegang peranan sentral dalam sistemekonomi kerakyatan. Produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinanatau kepemilikan anggota-anggota masyarakat. Masyarakat adalah unsur non negarayakni ekonomi swasta. Dalam ekonomi swasta ini yang menonjol bukan perorangan,tetapi masyarakat sebagai satu kesatuan. Tekanan kepada masyarakat, tidak berartimengabaikan individu, tetapi langkah individu harus serasi dengan kepentinganmasyarakat.
 negara menguasai bumi, air dan kekayaan alam lainnya yang terkandung dalam bumi dan yang merupakan pokok bagi kemakmuran masyarakat. Dalam melaksanakan hak menguasai ini perlu dijaga supaya sistem yang berkembang tidakmengarah etatisme. Oleh karena itu hak menguasai oleh negara harus dilihat dalamkonteks pelaksanaan dan kewajiban negara sebagai.
 pemilik;
 pengatur;
 perencana;
 pelaksana;
 pengawas.

 sistem ekonomi kerakyatan tidak bebas nilai. Bahkan sistem nilai (value system) inilah yang mempengaruhi kelakuan pelaku ekonomi. Sistem yangdikembangkan bertolak dari ideologi yang dianut, dalam hal ini adalah ideologiPancasila. Ideologi Pancasila masih terus berkembang sesuai dengan dinamikapertumbuhan masyarakat, namun kelima sila secara utuh harus dijadikan leitstar (bintangpengarahan), kearah mana sistem nilai dikembangkan.

Sistem ekonomi kerakyatan/ Pancasila adalah suatu sistem ekonomi yangdidasarkan pada sila – sila dalam Pancasila. Dalam sistem ekonomi ini koperasi perluterus dikembangkan, sekaligus berfungsi sebagai soko guru perekonomian Indonesia.Untuk menumbuh kembangkan sistem ekonomi ini maka harus dihindarkan hal – halnegatif seperti :

 Sistem ekonomi liberal yang bebas. Artinya sistem ekonomi yang menumbuhkaneksploitasi atau pemerasan terhadap manusia dan bangsa lain. Dalam sejarahnya,sistem ekonomi liberal yang bebas di Indonesia telah menimbulkan kelemahanposisi Indonesia dalam percaturan ekonomi dunia.

 Sistem ekonomi komando. Artinya , negara beserta aparatur ekonomi negarabersifat dominan, mendesak, dan mematikan potensi serta daya kreasi unit – unitekonomi swasta.

 Persaingan tidak sehat, serta pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok atau monopoli yang merugikan masyarakat.Ekonomi kerakyatan bukan suatu pemikiran baru, sebab konsep ini didasarkanpada Pancasila dan UUD’ 45 dan telah menjadi cita –cita para pendiri negara. Aruspemikiran ekonomi kerakyatan ini muncul kembali sebagai reaksi positif dariberbagai gejala ekonomi dan sosial yang muncul setelah Indonesia melaksanakanpembangunan nasional selama lebih dari 25 tahun. Selama ini hasil pembangunanekonomi di Indonesia telah berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi yang cukuptinggi, sehingga Indonesia mulai memasuki kelompok negara industri baru padatahun 1995.

B. PEMBERDAYAAN EKONOMI RAKYAT
Kita telah membahas tentang konsep ekonomi kerakyatan dalam pembangunan ekonomi nasional melalui program-program keberpihakan pemerintah terhadap UKM dan Koperasi. Masih ada masalah lain yang perlu dibahas dalam hubungan dengan internal condition UKM dan Koperasi. Beberapa kajian empiris menunjukkan bahwa permasalahan umum yang dihadapi oleh UKM dan Koperasi adalah: keterbatasan akses terhadap sumber-sumber permbiayaan dan permodalan, keterbatasan penguasaan teknologi dan informasi, keterbatasan akses pasar, keterbatasan organisasi dan pengelolaannya (Asy’arie, 2001).
Komitmen keberpihakan pemerintah pada UKM dan Koperasi di dalam perspektif ekonomi kerakyatan harus benar-benar diarahkan untuk mengatasi masalah-masalah yang disebut di atas. Program pengembangan ekonomi rakyat memerlukan adanya program-program operasional di tingkat bawah, bukan sekedar jargon-jargon politik yang hanya berada pada tataran konsep. Hal ini perlu ditegaskan, agar pembahasan tentang ekonomi kerakyatan tidak hanya berhenti pada suatu konsep abstrak (seperti pembahasan tentang konsep ‘binatang’ di atas), tetapi perlu ditindalanjuti dengan pengembangan program-program operasional yang diarahkan untuk mengatasi persoalan keterbatasan akses kebanyakan rakyat kecil. Ini adalah suatu model pendekatan struktural (structural approach).
C. EKONOMI KERAKYATAN DALAM ERA GLOBALISASI
Banyak orang berpendapat bahwa sejak krismon 1997 Indonesia telah men¬jadi korban arus besar “globalisasi” yang telah menghancur-leburkan sendi-sendi kehidupan termasuk ketahanan moral bangsa. “Diagnosis” tersebut menurut pendapat kami memang benar dan kami ingin menunjukkan di sini bahwa kecemasan dan keprihatinan kami sendiri sudah berumur 23 tahun sejak kami menyangsikan ajaran-ajaran dan paham ekonomi Neoklasik Barat yang memang cocok untuk menumbuhkan ekonomi (ajaran efisiensi) tetapi tidak cocok untuk mewujudkan pemerataan (ajaran keadilan). Pada waktu itu (1979) kami ajukan ajaran ekonomi alternatif yang kami sebut Ekonomi Pancasila. Pada tahun 1981 konsep Ekonomi Pancasila dijadikan “Polemik Nasional” selama 6 bulan tetapi selanjutnya digemboskan dan ditenggelamkan.
Kini 21 tahun kemudian, kami mendapat banyak undangan ceramah/seminar tentang ekonomi kerakyatan yang dianggap kebanyakan orang merupakan ajaran baru setelah konsep itu muncul secara tiba-tiba pada era reformasi. Kami ingin tegaskan di sini bahwa konsep ekonomi kerakyatan bukan konsep baru. Ia merupakan konsep lama yaitu Ekonomi Panca¬sila, namun hanya lebih ditekankan pada sila ke 4 yaitu kerakyatan yang di¬pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Inilah asas demokrasi ekonomi sebagaimana tercantum pada penjelasan pasal 33 UUD 1945, yang oleh ST MPR 2002 dijadikan ayat 4 baru.


D. PERAN EKONOMI KERAKYATAN DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

Ekonomi kerakyatan turut berperan dalam perekonomian Indonesia salah satu peran ekonomi kerakyatan yang nyata adalah penerapan sistem ini dalam masa perekonomian Indonesia saat ini serta dalam berbagai perencanaan pembangunanekonomi, walau memang masih belum menunjukkan perbaikan yang berarti. Sejakbangsa Indonesia menetapkan GBHN 1993, berbagai ajaran ekonomi kerakyatanditerapkan, yaitu untuk saling menghargai martabat manusia dengan tidak melakukanpemaksaan kehendak dan pemerasan atau eksploitasi (sila ke-2), mewujudkankebersamaan dalam melakukan kegiatan ekonomi (sila ke-3), memupuk semangatkegotong-royongan dan kerakyatan (sila ke-4), dan ajaran untuk mewujudakankemerataan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (sila ke-5) dengan tetap menjunjungtinggi etika dan nilai-nilai moral beragama (sila pertama).
Pada Pelita VI ( Bab 9 ) yang berjudul Pemerataan pembangunan danPenanggulangan Kemiskinan, dan kemudian pelaksanan IDT berdasarkan InpresNomor 5/1993, adalah upaya konkrit melaksanakan perintah GBHN 1993. Program IDTmempunyai 3 (tiga) misi besar, yaitu (1) memacu dan memicu gerakan nasionalpenanggulangan kemiskinan; (2) melaksanakan kebijakan dan strategi pemerataanpembangunan, dan pengurangan kesenjangan ekonomi sosial; (3) mengembangkanekonomi rakyat; adalah upaya konkrit untuk mewujudkan cita-cita keadilan sosial yangterkandung dalam ekonomi kerakyatan.
Sistem ekonomi kerakyatan sebenarnya sudah diperkenalkan pada awal Repelita III(1979 ). Pemikiran beberapa orang pemikir mengatakan apabila pada waktu itu sistem inisudah diterapkan maka krisis ekonomi yang demikian parah ini dapat terhindarkan.Namun, yang terjadi setelah jatuhnya harga minyak ekspor (1982) adalah ditanggapipemerintah dengan kebijakan deregulasi yang kemudian kebablasan,dengan akibatpertumbuhan ekonomi yang memang meningkat tajam, tetapi dibarengkan denganketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial yang memprihatinkan, jumlah pendudukmiskin di Indonesia secara absolut masih cukup besar. Sejak mengalami krisis ekonomitahun 1997 rakyat miskin di Indonesia terus bertambah.
Contoh : Pada Maret 2006jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 39,05 jutaorang atau 17,75% dari total 222 juta penduduk. Mereka ini hidup di bawah gariskemiskinan.
Jumlah penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan tersebut sebenarnyasudah berkurang banyak bila dibandingkan tahap – tahap awal pelaksanaanpembangunan. Di samping kemiskinan absolut, terdapat persoalan kemiskinan relatifyang timbul sebagai akibat kurang meratanya kesempatan ikut menikmati hasilpembangunan. Ketimpangan dalam kemiskinan relatif iniantara lain dapat terjadi antargolongan penduduk di Indonesia.
Contoh : Pada tahun 1990, 40% dari jumlah penduduk Indonesia yang termasukkelompok pendapatan terendah menerima 21, 31% pendapatn nasional, sementara 20%penduduk kelompok penghasilan tinggi menerima 41, 94% pendapatan nasional.
Contoh di atas sekaligus menggambarkan ketimpangan dalam pembagian pendapatan yang tergolong ringan, jikadibandingkan antara pulau jawa dan luar jawa.Ketimpangan pembagian pendapatan antar golongan penduduk tersebut masih lebihparah di Jawa. Selanjutnya ketimpangan pembagian pendapatan di daerah perkotaanternyata lebih buruk dibandingkan ketimpangnan pendapatan di wilayah pedesaan. Halini terlihat dari koefisien gini di daerah perkotaan sebesar 0,34 sedangkan untuk daerahpedesaan 0,25.
Distribusi pendapatan masyarakat juga dapat dilihat dari jenis lapangan usaha atausektor. Penduduk miskin di daerah pedesaan tahun 1995 tercatat 45% bekerja pada sektorpertanian sedangkan di daerah perkotaan yang hidup dari sektor perdagangan jumlahnya33%. Kemiskinan di sektor pertanian sangat bertolak belakang dengan kehidupanpenduduk di perkotaan yang hidup dari sektor indutri.
Dewasa ini kita ditengah – tengahsiklus 7 tahunan tahap pengembangan ekonomirakyat (1994-2001), setelah periode konglomerasi 7 tahun sebelumnya (1987-1997),bangsa Indonesia mendapat cobaan atau ujian dari Allah SWT, apakah kita akankonsekuen dan teguh memihak pada ekonomi kerakyatan dalam menghadapi berbagaimasalah perekonomian? Dalam ujian berat seperti ini, menurut Prof. Mubyarto, bangsaIndonesia perlu “bertobat” dan melakukan “tolak bala” agar keserakahan (angkaramurka) yang mengancam kesatuan dan persatuan bangsa (sila ke 3) dapat diatasi.

E. POTENSI DAN KENDALA EKONOMI KERAKYATAN

Koperasi adalah salah satu bentuk konkrit dari pelaksanaan ekonomi kerakyatan,koperasi sangat berpotensi untuk berkembang sebagai bangun perusahaan yang dapatdigunakan sebagai salah satu wadah utama untuk membina kemampuan usaha golonganekonomi lemah serta membantu dan memudahkanmasyarakat dalam memperolehpinjaman. Hal ini menunjukan bahwa koperasi memiliki potensi untuk meningkatkanpemerataan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Seperti kita ketahui bersama bahwa padasatu sisi pengembangan koperasi telah banyak membuahkan hasil. Tetapi dibandingkandengan pelaku ekonomi lainnya koperasi ternyata masih jauh tertinggal. Ketertinggalanini disebabkan oleh kendala – kendala yang berasal dari dua faktor, yaitu faktor internaldan faktor eksternal. Faktor internal yang menjadi penghambat perkembangan koperasimeliputi faktor profesionalitas pengelolaan kelembagaan, kualitas sumber daya manusiadan permodalan. Sedangkan faktor eksternal meliputi faktor iklim politik ekonominasional yang kurang kondusif serta tingkat persaingan yang ketat dengan badan usahalainnya.
Selain koperasi usaha kecil juga merupakan bentuk dari ekonomi kerakyatan. usahakecil memiliki beberapa potensi diantaranya adalah penyerapan tenaga kerja yang lebih besar dibandingkan industri besar, mempromosikan potensi sandang dan pangannusantara serta saat ini usaha kecil terus membantu pemerintahdalam memajukanperekonomian masyarakat melalui bertambahnya sektor industri kecil dan menengah diIndonesia hal ini dapat dilihat dari meningkatnya permintaan kredit untuk menjalankanusaha kecil baru, Ekspansi neto kredit perbankan ke sektor usaha kecil mencapai Rp11,446 triliun, posisi total kredit usaha kecil Rp381 triliun (meningkat 20,5% dibandingtahun 2005).
Kredit usaha kecil juga menunjukkan kinerja yang cukup baik, diukur darikredit bermasalah (Non Perfoming Loans) neto sebesar 2,41 persen, lebih rendah dariangka perbankan secara umum sebesar 4,86 persen, sektor pertanian termasuk perikanan,mencatat ekspansi neto sebesar Rp 385 miliar atau 3,4% dari total kredit ekspansi usahakecil, sementara itu perlu diketahui bahwa pangsa kredit usaha kecil mencapai 52, 9%dari total kredit perbankan yang sebesar Rp 719,8 triliun. Data tersebut menunjukankeadaan usaha kecil yang semakin membaik dan menumbuhkan potensi usaha kecilsebagai badan usaha yang membantu perekonomian masyarakat menengah ke bawah.

Namun usaha kecil belum mampu mengangkat perekonomian Indonesia yangmengalami kerapuhan, usaha kecil memiliki beberapa kendala, sama seperti koperasikendala usaha kecil umumnya adalah terbatasnya kualitas dan kuantitas tenaga kerja,menghadapi persaingan yang ketat dan kemampuan modal yang kecil sehingga tidak mampu menyisihkan marjin keuntungan untuk membayar asuransi atau cadangan gunamenghadapi kondisi tak terduga, seperti bencana. Praktis, semua risiko akibat bencanaharus ditanggung sendiri.
Selain itu usaha kecil kurang mendapat prioritas dalampembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah, yang mendapat prioritas dalampembangunan adalah sektor modern seperti industri besar dan menengah, sektor jasaseperti keuangan, perbankan, perdagangan eceran dengan skala besar dan lain-lainnya.Pemerintah berharap pertimbuhan usaha pada sektor modern ini akanmenyebarkan manfaat ekonomi berupa kebutuhan input atau pasokan output pada sektorlainnya terutama yang dianggap memiliki potensi pertumbuhan rendah.
Kebutuhanfaktor input yang timbul tersebut dapat berupa penyerapan tenaga kerja, bahan mentah,bahan penolong, yang diharapkan bisa dipasok dari sektor tradisional yangdiidentisikasikan kurang potensi untuk berkembang. Namun kenyataannya, setelahberbagai fasilitas perijinan dan fasilitas kredit diperoleh usaha – usaha besar danmenengah di sektor modern ini, tidak terlihat adanya manfaat ekonomi yang cukup besar.Tingkat pengangguran angkatan kerja baik di kota maupun di pedesaan yang sangatbesar menunjukkan bahwa sektor modern tidak mampu menciptakan nilai tambahmelalui penciptaan lapangan kerja. Pertumbuhan tersebut dicapai dengan menggunakanbanyak faktor input yang diimpor , sehingga pemanfaatan output sektor tradisional tidakbanyak terserap.
Tingkat upah di sektor modern terutama di wilayah perkotaan sangatrendah, sehingga kehidupan sosial ekonomi masyarakat perkotaan ditandai oleh dualismestatus sosial ekonomi masyarakat yang cukup mencolok. Di satu pihak dijumpaikelompok minoritas dengan status sosial ekonomi yang tinggi seperti di negara maju,sementara di lain pihak terdapat kelompok mayoritas dengan kondisi ekonomi yangserba kekurangan.

Kebebasan berusaha yang didukung oleh fasilitas perijinan, modal, danmanajemen modern, menyebabkan banyak produk – produk industri besar dan menengah mendesak keberadaan produk yang dihasilkan oleh industri kecil dan kerajinan rakyat,begitu banyak kendala yang dihadapi oleh usaha-usaha kecil, pemerintah perlumembentuk suatu solusi untuk hal ini sehingga terbentuk pemerataan kesejahteraansektor usaha kecil, menengah dan industri besar dan kelompok minoritas dan mayoritastersebut dapat terhapus.

F. KEBIJAKAN PEMERINTAH YANG DAPAT MENINGKATKAN EKONOMI KERAKYATAN MELALUI PEMBUKAAN USAHA KECIL

Karena peranan faktor produksi tenaga kerja di sektor industri dan kerajinanmerupakan permintaan turunan dari output industri kecil dan kerajinan, makatergusurnya pasar output industri kecil dan kerajinan tersebut akan mematikan sebagianpotensi penyerapan tenaga kerja.
Upaya yang nyata dari pemerintah untuk melindungiindustri kecil dan kerajinan baik di pasar output maupun input dalam persaingan denganindustri besar dan menengah nyaris tidak ada.Perlindungan ini sangat diperlukan olehindustri kecil dan kerajinan, mengingat output dari industri kecil yang beragam ini masihdibutuhkan oleh mayoritas konsumen lapisan bawah.
Penggunaan bahan mentahdomestik yang dihasilkan oleh sektor tradisional seperti pertanian, tambang dan galianamat kurang, baik sebagai input antara atau yang masih harus diolah lagi dalam prosesproduksi maupun untuk konsumsi akhir. Penggunaan “local content” yang rendah inikarena pertimbangan efisiensi teknis yang rendah, sehingga menggunakan jalur imporuntuk memiliki kebutuhan tersebut. Akibatnya usaha peningkatan produksi sektortradisional tidak memperoleh insentif untuk berkembang. Padahal sektor tradisionalseperti pertanian, tambang dan galian, serta sektor informal pada hakekatnya merupakanpotensi ekonomi rakyat.
Upaya – upaya pembinaan usaha kecil sebenarnya telah lama dilaksanakan olehpemerintah Orde Baru. Pada tahun 1995 telah diterbitkan Undang – Undang Nomor 9tahun 1995 tentang usaha kecil. Pengertian usaha kecil menurut undang –undang tersebut adalah usaha yang memiliki kekayaan bersih, paling banyak 200 juta, tidak termasuk nilai tanah dan bangunan tempat usaha; memiliki hasil penjualan maksimal Rp 1 milyar per tahun; bersifat mandiri, bukan merupakan cabang atau memiliki afiliasi denganperusahaan lain; berbentuk badan usaha perseorangan atau badan usaha tak berbadan hukum.
Usaha kecil terdiri atas usaha kecil informal terdaftar, belum tercatat dan belumberbadan hukum. Contoh : petani penggarap, pedagang asongan, pedagang kaki lima,atau pemulung.
Sedangkan yang dimaksud dengan tradisional yaitu usaha kecil yangmenggunakan alat produksi sederhana yang telah digunakan secara turun temurun, atauberkaitan dengan seni budaya. Pemberdayaan usaha kecil dilakukan dalam bentukpenumbuhan iklim usaha serta pembinaan dan pengembangan usaha yang tangguh danmandiri. Tujuan pemberdayaan usaha kecil secara mikro adalah agar mereka dapat berkembang menjadi usaha menengah. Sedangkan tujuan makro yang ingin dicapaiadalah meningkatkan peranan usaha kecil dalam pembentukan pendapatan nasional,perluasan kesempatan kerja dan berusaha, peningkatan ekspor, serta peningkatanpemerataan pendapatan, agar usaha kecil mampu mewujudkan dirinya sebagai tulangpunggung serta memperkukuh struktur perekonomian nasional. Aspek penumbuhan iklim usaha meliputi :
a. Pendanaan
b. Persaingan
c. Prasarana
d. Informasi
e. Kemitraan
f. PerijinanUsaha
g. Perlindungan

Sedangkan bidang yang menjadi garapan untuk pembinaan dan pengembanganusaha kecil meliputi bidang produksi, pemasaran, sumberdaya manusia, dan teknologi.Dalam aspek pendanaan melalui BI pemerintah telah berupaya untuk mendorongtumbuhnya BPR ( Bank Perkreditan Rakyat ) di luar Jawa-Bali sehingga dapatmempercepat perkembangan usaha kecil dan mikro. Keberadaan BPR tersebut sangatpenting karena sebagian dari 90 persen dari 40 juta pengusaha kecil yang tidak dapatmengakses kredit perbankan berada di luar Jawa-Bali. Jika dijabarkan, penumbuhaniklim usaha melalui aspek pendanaan meliputi upaya agar usaha kecil dapat memperolehsumber pendanaan yang lebih luas.

Contoh :
Sumber pendanaan bagi usaha kecil buka hanya bersumber dari lembagakeuangan bank, tetapi dimungkinkan pula mendapatkan sumberpendanaan dari non bank, seperti pegadaian dan hibah atau pinjaman darikeuntungan BUMN yang disisihkan serta alokasi dana APBN tahun 2007untuk penguatan modal usaha mikro, kecil, dan menengah bagi perikananbudidaya sebesar Rp 162,25 miliar yang dirancang oleh Departemen Kelautan dan Perikanan. Di samping itu prosedur mendapatkanpendanaan bagi usaha kecil tersebut harus dipermudah, tidak melaluiproses yang berbelit – belit.
Dalam aspek persaingan, upaya dilakukan dengan menumbuhkan kerjasama antarusaha kecil dalam bentuk koperasi, supaya kemampuan memproduksi menjadi efisiendan memiliki posisi pemasaran yang lebih kuat, dibanfingkan jika setiap perusahaanmandiri secara bebas. Tahun ini pemerintah telah membuat kebijakan untuk mencapai target pembentukan koperasi berkualitas sebanyak 23.380 di seluruh Indonesia selain itupembentukan wirausaha baru telah mencapai target yakni sebesar 300.000 unit usaha.Dalam aspek persaingan, dicegah terbentuknya struktur pasar persaingan yang bersifattidak sempurna yang akhirnya merugikan pertumbuhanusaha kecil. Bentuk strukturpasar tersebut dapat berupa monopoli, monopsoni, oligopoli atau oligopsoni.
Contoh: Di bidang perkebunan rakyat, jika untuk menjual hasil perkebunannya parapengusaha kecil harus menjual pada satu perusahaan saja, ini disebut strukturpasar monopsoni. Para pengusaha akan rugi sebab tidak akan dapat menjualproduknya dengan harga tinggi. Sebaliknya dalam usaha kecil tradisional dibidang usaha tambak tradisional, jika untuk membeli bibit ikan atau udangharus membeli pada satu perusahaan saja, maka perusahaan tersebut telahmenciptakan struktur pasar monopoli. Hal ini akan merugikan petambaktradisional, karena harus membeli input dengan harga tinggi.
Untuk menumbuhkan iklim usaha yang baik, pemerintah membangun prasaranaumum yang diperlukan misalnya perbaikan jalan menuju lokasi sentra industri kecil,sehingga akan mempermudah arus distribusi produk dari produser ke konsumen.Demikian pula prasarana lain, seperti: listrik, air bersih, telepon, dan sebagainya.
Selain memperhatikan penyediaannya, pemerintah juga perlu menentukan tarif pemanfaatan sarana tersebut lebih murah, misalkan untuk tarif air bersih dari PDAM atau contoh lainialah penerapan undang – unfang pajak yang baru dibentuk pemerintah yangmemberikan tarif khusus bagi usaha kecil. Dalam hal prasarana pemerintah telah mengupayakan untuk memenuhinya dalam rapat kerja nasional (rakornas ) usaha mikro,kecil, dan menengah (UMKM) di sanur, bali jumat melalui Program PemberdayaanKaum Miskin dan Pengangguran yang bertujuan meningkatkan pembangunaninfrastruktur, terutama yang mendukung sektor pertanian, seperti membaiki jalan, irigasi,pasar, telekomunikasi,listrik, serta upaya membuka akses sumber-sumber permodalandengan menumbuhkan lembaga keuangan mikro (LKM) di setiap kecamatan sertamendorong Bank Pembangunan Daerah (BPD) memperluas pelayanan kredit usaha mikro dan kecil. Rakornas juga menyepakati untuk melanjutkan gerakan sertifikasi tanah dan penerapan sistem resi gudang sebagai jaminan bagi koperasi dan UMKM dalampermohonan kredit.
Aspek informasi bagi pengusaha kecil meliputi pemberian informasi harga pasaruntuk produk usaha kecil yang bisa disiarkan ke seluruh wilayah Indonesia, sepertiinformasi harga sayur – sayuran. Informasi seperti ini dapat dikumpulkan dalam bankdata, sehingga akan dapat digunakan sebagai bahan analisis. Aspek informasi yang jugapenting menyangkut informasi permintaan produk yang bersumber dari pasar, meliputi jumlah permintaan maupun spesifikasi prosuk yang diminta, baik pasar domestikmaupun pasar ekspor. Demikian pula diperlukan penyebaran informasi tentang teknologiyang dapat berupa peralihan atau penyuluhan tentang teknologi baru yang bersifat tepatguna untuk usaha kecil.
Contoh: Untuk meningkatkan kualitas hasil pengolahan kulit pada industri kecil kulit,dilakukan kerjasama dengan lembaga internasional melalui pelatihanpengolahan kulit.
Dalam aspek kemitraan, pemerintah mendorong atau memberikan rangsangankepada usaha besar dan menengah agar mau melakukan kemitraan dengan usaha kecilatas dasar pertimbangan rasional ekonomis. Model kemitraan yang ideal dapat berupasaling kerergantungan dalam pemanfaatan input dan output kedua belah pihak.
Hubungan kemitraan ini diharapkan akan menimbulkan alih teknologi, manajemen, danperluasan kesempatan berusaha secara wajar. Dalam aspek kemitraan ini, usaha kecilharus dilindungi dari kerugian- kerugian yang akan muncul dari hubungan usaha denganusaha besar maupun menengah yang mungkin timbul, seperti: penundaan pembayaran,pemotongan harga secara sepihak, pembebanan resiko yang kurang adil dan sebagainya.
Dalam aspek perijinan usaha, dilakukan penyerdehanaan perijinan bagi usahakecil. Langkah yang ditempuh yakni dengan memusatkan sistem administrasi perijinandalam satu atap, sehingga akan menghemat biaya, waktu dan tenaga. Di sampingmenyederhanakan perijinan dalam bentuk sistem administrasi satu atap, juga syarat –syarat untuk pengurusan ijin disederhanakan . Dengan kemudahan pengurusan ijin,tersedianya data dan informasi, keberadaan usaha kecil semakin lengkap sehinggamemudahkan dalam penyusunan rencana dan program pengembangan usaha kecil olehpemerintah. Penyederhanaan perijinan usaha kecil diharapkan juga akan menurunkanbiaya.
Aspek perlindungan bagi usaha kecil antara lain meliputi penyediaan lokasi usaha, misalnya berupa pasar tradisional, yang dibangun dengan memperhatikan lokasiuntuk pasar bagi usaha menengah dan besar. Contoh lain yakni pembangunan sentraindustri kecil atau penyediaan lahan pada kawasan industri yang dibangun olehpemerintah atau oleh usaha menengah atau usaha besar. Aspek perlindungan diberikanpada usaha kecil yang mempunyai kekhususan dalam proses produksi, atau kepadakegiatan usaha yang bersifat padat karya, termasuk kegiatan usaha yang memiliki nilaiseni dan budaya.
Dalam praktek, upaya penciptaan iklim, untuk menumbuhkan usaha kecil masihbanyak dijumpai kendala dan penyimpangan yang terjadi bila dibandingkan dengan apayang dimaksudkan oleh Undang – Undang tentang usaha kecil.
Contoh:Meskipun sudah ada peraturan yang mewajibkan sektor perbankan untukmenyalurkan kreditnya sebesar 20% bagi Kredit Usaha Kecil, namun karenatingkat bunga kredit sangat tinggi akhirnya tidak dapat dijangkau.
Dalam aspek persaingan, praktek monopoli, oligopoli, monopsoni dalam bidangusaha tertentu termasuk bidang usaha yang dilakukan usaha kecil, ternyata banyakdilakukan oleh perusahaan besar atau konglomerat. Konsentrasi kekuatan pasar untukbahan baku bagi usaha kecil yang dilakukan perusahaan besar menyebabkan hambatanbagi pengembangan usaha kecil. Dalam hal prasarana lokasi usaha, pada umumnyalokasi yang ada jauh dari konsumen atau kurang strategis untuk dijangkau olehkonsumen. Bahkan di berbagai kota, lokasi untuk usaha kecil sektor informal seringtergusur atau terkena penertiban tata kota dalam arti fisik. Mengenai informasi pasar,teknologi, disain dan mutu, sumbangan dari instansi teknis sangat minim. Untukmendapatkan disain produk misalnya untuk tas, sepatu dan lain –lain, biasanyapengusaha kecil berupaya sendiri melalui meniru disain produk impor. Perijinan maihdirasakan oleh para pengusaha kecil sebagai awal dri beban biaya tambahan yang tidakada sangkut pautnya dengan kegiatan produksi, sebab dengan tercatatnya usaha merekadalam wujud keluarnya ijin usaha menimbulkan kekhawatiran mereka akan jadi obyekpungutan – pungutan tidak resmi.
Selain upaya – upaya yang dilaksanakan oleh pemerintahan Orde Baru, saat ini dibawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pemerintah telahmengeluarkan kebijakan RPPK (Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan),dicanangkan oleh presiden yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan, penguranganpengangguran, peningkatan daya saing, membangun ketahanan pangan, membangunpedesaan, dan melestarikan lingkungan. Tetapi pada kenyataannya tidak ada kemajuanyang tercapai, masyarakat tidak tergerak untuik terlibat, koordinasi tidak berjalan, dankebijakan yang muncul bertentangan dengan cita – cita RPPK contoh yang paling nyata,baru beberapa bulan RPPK dicanangkan, pemerintah sudah mengimpor beras. Kasuslainnya adalah rencana pembukaan impor ternak dan produk asal ternak dari negara yangterjangkit penyakit tertentu. Di samping itu, ada izin impor gula kasar hingga 518.000ton pada saat musim giling tebu.
Melihat kondisi tadi dapat disimpulkan bahwa RPPK masih merupakan sebuah cita – cita yang belum sepenuhnya tercapai. Kondisi tersebut disebabkan masih ada focus kebijakan yang belum sepenuhnya selesai sehingga menyebabkan RPPK tidak berjalansecara menyeluruh seperti usaha unggas yang tidak tersentuh karena tertekan akibatwabah flu burung. Memang terdapat fokus program yang sudah dilakukan, tetapi padasaat yang sama masih terdapat fokus program lain yang belum tuntas atau tingkatkecepatannya tidak sesuai dengan yang dinginkan. Antara lain, banyak irigasi yang rusakserta rendahnya dukungan pembiayaan nonpemerintah, baik perbankan atau nonperbankan.
Dari segi tinjauan makro ekonomi, kurang berhasilnya upaya pengembanganusaha kecil menyebabkan sumbangan usaha kecil dalam pembentukan pendapatannasional proporsinya tetap kecil.

G. KEMITRAAN USAHA ANTAR PELAKU EKONOMI

Kemitraan usaha antara usaha menengah, usaha besar dan usaha kecil diharapkanterjadi karena adanya keterkaitan usaha. Potensi keterkaitan ini sesungguhnya cukupbesar baik yang bersifat kaitan ke depan (forward linkage) atau bentuk kaitan kebelakang (backward linkage). Kaitan ke depan mempunyai arti bahwa usaha kecil dapatmemanfaatkanoutput usaha menengah dan besar sebagai faktorinput.
Contoh: Usaha kecil kerajinan rakyat dapat memanfaatkan output usaha menengah dan besar sepertiplastik, lem, kain sebagai input bagi kegiatan produksi. Sedangkan keterkaitan ke belakang merupakan kebalikannya.
Contoh: Usaha menengah atau besar di bidang makanan dan minuman dapat menggunakan output atauhasil hasil produksi usaha kecil seperti gula merah, beras, kedelai, cabe dan sebagainya sebagai faktor input atau bahan baku dalam proses produksi.
Contoh dari bentuk kemitraan usaha dengan kaitan usaha ini ialah berlakunyaprogram CSR ( Corporate Social Responsibility ) atau tanggung jawab sosial perusahaanyang merupakan bentuk kerjasama perusahaanbesar swasta dengan usaha kecil danmenengah UMKM. Dalam program ini perusahaan – perusahaan besar diharuskanmenyisihkan sebagian kecil keuntungannya untuk pemberdayaan masyarakat, yaknimemanfaatkan dana CSR untuk pengembangan UMKM. Ada berbagai pola pelaksanaanCSR oleh perusahaan. Ada yang berupa dana tunai secara cuma – cuma, ada juga yanglebih mengedepankan pemberdayaan usaha sehingga mereka bisa mandiri, tidaktergantung secara terus - menerus pada bantuan pihak lain. Pola ini dilaksanakan dalambentuk pemberian dana yang sifatnya harus dikembalikan untuk digulirkan pada yanglain.
Salah satu program CSR yang telah berjalan ialah antara PT Indofood SuksesMakmur Tbk dengan perusahaan kecil yang selama ini menggunakan produknya, selainmemberikan bahan baku PT Indofood juga memberikan kredit tanpa agunan yang dapatdigunakan untuk pembelian mesin. Dengan demikian, terjadi saling membutuhkan dansaling membantu. Persoalan yang mungkin dihadapi para pemberi dana CSR itu adalahkelanjutan program dan jangkauan yang semakin luas. Sebab, ada juga perusahaan yangmemiliki dana CSR, tetapi tidak memiliki unit yang menyalurkan dan mengawasi danatersebut. Maka dari itu untu mencapai sasaran perlu pula kehadiran lembaga-lembagaintermediasi yang dekat dengan sasaran proyek dan memahami betul karakter komunitasyang hendak diberdayakan. Misalnya, koperasi atau LKM (Lembaga Keuangan Mikro).
Kemitraan usaha tanpa disadari oleh adanya keterkaitan dalam bidang usaha darisisi input dan output, menyebabkan ketidakefisien penggunaan sumber-sumber ekonomidan melahirkan beban biaya yang cenderung menjadi biaya yang harus dipikulmasyarakat (social cost). Di lain pihak, kemitraan usaha kecil dengan usaha menengahdan besar tanpa dasar hubungan keterkaitan tadi, secara psikologis menimbulkan dampakyang kurang sehat bagi perkembangan usaha kecil yakni seolah – olah sebagai pihakyang menengadahkan tangan untuk menerima bantuan.
Jika harus dilaksanakan bentuk kemitraan tanpa kaitan usaha, maka hal itu lebihtepat bila diterapkan pada perusahaan menengah dan besar BUMN daripada perusahaammenengah dan besar milik swasta. Hal ini karena fungsi BUMN selain harusmenghasilkan profit atau keuntungan juga berfungsi sebagai agen pembangunan. Salahsatu bentuk kemitraan yang telah berjalan cukup lama adalah antara KUD di Jawa Timurdengan perusahaan susu Nestle. Perusahaan susu Nestle menerima pasokan susu segarhasil kegiatan peternakan sapi perah anggota KUD di wilayahMalang dan Pasuruan.Dalam kemitraan tersebut terjadi pula alih teknologi dalam peningkatan kualitasproduksi, pemasaran, dan manajemen usaha.
Dalam Undang – Undang nomor 9 tahun 1995 tentang usaha kecil, bentukkemitraan yang dapat dilaksanakan oleh usaha menengah dan besar dengan usaha kecildapat berupa:
 Inti-plasma
 Sub – kontrak
 Dagang umum
 Waralaba
 Keagenan
 Bentuk – bentuk lain

Dalam bentuk kemitraaninti plasma, usaha besar atau menengah bertindaksebagai inti, sementara usaha kecil sebagai plasma.
Contoh:Petani sebagai plasma menerima pinjaman dari inti dalam bentuk bibittanaman perkebunan. Inti adalah perusahaan perkebunan besar yangmemberikan dan menerima hasil perkebunan untuk diolah dalam proses produksi. Hasil atau pendapatan bersih petani plasma telah diperhitungkan pembayaran kredit yang harus dilakukan.Sedangkan kemitraan dalam bentuk sub kontrak misalnya para pengusaha kecilberdasarkan kontrak yang ditandatangani memasok komponen – komponen untukkepentingan industri besar.
Dalam pola kemitraan dagang umum misalnya, KUD dengan kegiatan produksianggotanya di bidang sayuran menjalin hubungan pemasaran sayur dengan perusahaan besar.
Bentuk waralaba, pemegang waralaba dengan kompensasi tertentu memberikanlisensi, merek dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralabadisertai bantuan bimbingan dan manajemen. Sedangkan dalam bentuk keagenan,pengusaha kecil termasuk koperasi diberi hak khusus memasarkan barang dari usahamenengah atau usaha besar.

Contoh:Koperasi primer menjadi agen penjualan barang – barang kebutuhan dari GORO. Sejauh mana bentuk kemitraan telah membawa manfaat bagi usaha kecil? Untukmenjawab hal ini diperlukan waktu yang cukup lama untuk mengkajinya. Namun palingtidak efektivitas dari suatu hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usahamenengah adalah saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Keberhasilan suatukemitraan bergantung pada dua hal yaitu tujuan yang ditetapkan dan perilaku atau sifatpihak yang terlibat dalam kemitraan tersebut. (Hendroyogi, 1997).
Tujuan dari peserta kemitraan dapat bersifat jangka pendek dan jangka panjang.Koperasi atau pengusaha kecil ingin bermitra usaha dengan pengusaha besar untukmendapatkan beberapa keuntungan, yaitu keuntungan bidang teknologi, mendapatkanjalur sebagai sumber keuangan, keterampilan dalam bidang usaha dan sebagainya.Selanjutnya menurut Mark Weaver (dalam Hendroyogi, 1997) faktor yang menentukankeberhasilan kemitraan ada 4 (empat):
 Perilaku yang bertujuan tidak ingin untung sendiri;
 Perilaku percaya pada mitra usaha;
 Perilaku timbal balik
 Perilaku mampu menahan diri atau sabar.

Sifat ingin cari untung sendiri didorong oleh sifat mengambil untung lebihbanyak dari mitranya. Peserta kemitraan ini bertindak atas kepentingannya sendiri.Perilaku saling percaya bersumber pada keyakinan akan kebaikan rekannya ataumitranya. Rasa percaya timbul karena keyakinan bahwa kemitraan akan memberikanhasil yang adil. Perilaku mampu menahan diri hanya bisa terjadi kalau dalam kemitraanterdapat rasa saling percaya, tidak ada perilakuoportunistik di antara para mitra usaha.
Dalam praktek, bentuk kemitraan usaha kecil dan koperasi dengan usahamenengah dan besar serta BUMN paling banyak berbentuk pemberian kredit kecildengan bunga rendah. Padahal kelemahan usaha kecil dan koperasi selain bidangpermodalan, juga terletak pada bidang pemasaran, adaptasi teknologi, dan kualitas SDM.Usaha kemitraan dalam bentuk sub kontrak misalnya akan melahirkan upaya transfer teknologi dari perusahaan besar atau pihak swasta dan BUMN kepada usaha kecil dan koperasi.



BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Peranan ekonomi kerakyatan selain sebagai penampung tenagakerja juga sebagai sumber pendaptan masyarakat golongan menengah bawah. Berbagaikebutuhan dasar atau kebutuhan pokok mampu dihasilkan oleh sektor pertanian sebagaiunit – unit usaha kecil dalam perekonomian Indonesia menggambarkan kegiatanekonomi rakyat yang selama ini masih belum mampu berkembang secara optimal.Pengembangan usaha kecil yang dipelopori oleh pemerintah dilakukan melaluipenciptaan iklim yang sesuai. Pembinaan diarahkan dalam penanganan bidang produksi,pemasaran, peningkatan kualitas sumber daya manusia dan teknologi.

Ekonomi kerakyatan merupakan kegiatan ekonomi yang dilaksanakan, dinikmatidan diawasi oleh rakyat. Bidang kegiatan ekonomi kerakyatan meliputi sektor informal,usaha kecil pertanian, koperasi dan sebagainya. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yangcukup tinggi dan berlangsung cepat selama beberapa Pelita yang lalu seiring denganmasih terdapatnya jumlah penduduk miskin, menggambarkan kondisi ketimpangan hasilpembangunan ekonomi.
SARAN
Pola kemitraan usaha kecil termasuk didalamnya koperasi dapat dijalin denganusaha besar dan menengah baik dari pihak swasta maupun BUMN. Terdapat berbagaibentuk kemitraan usaha seperti bentuk-bentuk inti-plasma, dagang umum, sub-kontrak,waralaba dan sebagainya. Prinsip kemitraan yang paling ideal adalah salingmenguntungkan antara pihak – pihak yang melakukan kemitraan usaha. Keberhasilansuatu kemitraan ditentukan oleh dua hal yaitu: tujuan yang ditetapkan dan perilaku daripihak –pihak yang melakukan emitraan antara lain yang bersifat tidak ingin untungsendiri, percaya pada mitra usaha, perilaku timbal balik, perilaku mampu menahan diri atau sabar.
Dengan adanya makalah ini semoga apa yang telah kita harapkan untuk mejadikan keinginan yang ingin kita peroleh lebih baik dari apa yang telah diharapkan. Makalah ini sangat membutuhkan saran dalam memperbaiki makalah ini kedepannya agar memperoleh nilai guna yang ingin diperoleh menjadi lebih bertambah. Sehingga memperoleh manfaat yang besar bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.scribd.com/doc/38347271/MAKALAH-EKONOMI-Kerakyatan
www.kemiskinan,ketimpangandankebijakanpembangunan.com
www.konsepkemiskinan.com
www.ketimpanganpendapatan.com
www.kebijakanpembangunanekonomipembangunan.com

KEMISKINAN, KETIMPANGAN, DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

DOSEN PENGAMPU :
Dra. REFNIDA, M.Pd

DISUSUN OLEH :
NAMA : NIM :
ZUHRI SAPUTRA HUTABARAT RRA1A109059
SYLVIA HASWITA RRA1A109045
MEI FRANCISKA RRA1A109057
ONDHERSON M S RRA1A109013
SITI RAHMA RRA1A109077
YUNALIS RRA1A109009
RENA DIANA RRA1A109079
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2011

KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang mana ia telah bemberikan nikmat dan karunia-nya pada kita. Kami dari penyusun makalah ini sangat banyak ucap terimakasi pada dosen pengampu Dra. REFNIDA, M.Pd dalam matakuliah 3 sks adalah MONETER DAN PERPAJAKAN yang telah memberikan tugas ini pada kami, dengan pembahasan “KEMISKINAN, KETIMPANGAN DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN” yang mana dengan adanya tugas ini dapat menambah wawasan, ilmu pengetahuan dan pengertian dalam berbudaya dan bersosialisasi sebagai makhluk hidup yang memiliki peradaban.
Dengan ini kami juda membutuhkan kritik, saran, kontribusi dan pertanyaan-pertanyaan yang membangun dan memperbaiki makalah kami kemasa yang akan dating, sebab tanpa adanya partisipasi, dukungan dan arahan dari dosen pengampu dan teman-teman sekalian kami tidak tahu kekurangan dan kelebihan dari tugas makalah kami ini.
Oleh karena itu kami memerlukan dengan hal yang yang berkaitan dengan apa yang telah diuraikan di atas tentang apa yang telah yang kami butuhkan kemasa yang akan datang dengan perkembangan wawasa, ilmu pengetahuan dan pengertian kami dalam MONETER DAN PERPAJAKAN.
Dengan akhir kata kami hanturkan lagi ucap terimakasih pada dosen pengampu Dra. REFNIDA, M.Pd dan para teman-teman sekalian.

Jambi, Juni 2011


Pemakalah



BAB I
PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
Secara psikologis orang miskin cenderung lebih sensitif, gampang tersinggung, kurang percaya diri bahkan gampang emosi, sehingga kondisi ini rawan dengan berbagai upaya pemanfaat pihak ketiga yang menggunakannya sebagai kendaraa/alat untuk memancing kerusuhan di sebuah daerah, intinya kemiskinan memiliki keterkaitan cukup erat dengan stabilitas politik dan ekonomi sebuah daerah.Karena merupakan masalah pembangunan yang multidimensi, maka pemecahan kemiskinan harus melalui strategis yang komperhensif, terpadu, terarah dan berkesinambungan.
II. RUMUSAN MASALAH
Kemudian perspektif struktural/situasional masalah kemiskinan sebagai dampak dari sistem ekonomi yang mengutamakan akumulasi kapital dan produk-produk teknologi modern. Penetrasi kapital antara lain mengejawantahkan dalam program-program pembangunan yang dinilai lebih mengutamakan pertumbuhan (growth) dan kurang memperhatikan pemerataan hasil-hasil pembangunan (development).
Pada masa krisis ekonomi ini, bukan saja laju pertambahan angkatan kerja baru tidak bisa diserap oleh pasar kerja, melainkan juga terjadi pemutusan hubungan kerja disektor formal yang berakibat bertambahnya angkatan kerja yang menganggur, baik itu yang menganggur penuh atau sama sekali tidak bekerja (open unemployment) maupun setengah menganggur atau bekerja dibawah jam kerja normal (under un employment).
III. MANFAAT
Oleh karena itu, untuk dapat menghasilkan pembangunan ekonomi yang sebenar-benarnya dapat dirasakan oleh semua masyarakat, harus ada keberanian dari pemerintah daerah untuk mengubah cara pandang dan strategi pembangunan ekonominya kearah yang lebih sehat dan kompetitif. Kue-kue pembangunan harus dapat dinikmati dan dirasakan oleh semua masyarakat yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, jangan sampai kue pembangunan hanya milik segelintir kelompok atau golongan tertentu saja yang dekat dengan kekuasan dan mudah mendapatkan akses pembangunan secara gratis.
IV. TUJUAN
Kalau kita lihat secara objektif, ketimpangan pembangunan, yang selama ini berlangsung dan berwujud khsususnya pada Negara berkembang adalah dalam berbagai bentuk, aspek, atau dimensi. Bukan saja ketimpangan hasil-hasilnya, misalnya dalam hal pendapatan perkapita, tetapi juga ketimpangan kegiatan atau proses pembangunan itu sendiri. Bukan pula semata-mata berupa ketimpangan spasial atau antar daerah, yakni antara daerah pedesaan dan daerah perkotaan. Akan tetapi juga berupa ketimpangan sektoral dan ketimpangan regional.
BAB II
PEMBAHASAN

KEMISKINAN, KETIMPANGAN, DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

I. KEMISKINAN
Memutus benang kusut kemiskinan
Masalah kemiskinan bukanlah masalah yang baru. Sejak bangsa Indonesia merdeka, menjadi cita-cita bangsa adalah mensejahterakan seluruh rakyat Karena kenyataan yang dihadapi adalah kemiskinan yang masih diderita oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Hampir setiap pemimpin di Indonesia, selalu menghadapi kenyataan ini, meskipun bentuk kemiskinan yang terjadi tidak sama di setiap era suatu pemerintahan.
Kemiskinan adalah problem sosial. Bagi kebanyakan orang, kemiskinan merupakan masalah yang cukup merisaukan. Ia dianggap sebagai penyakit sosial yang paling dahsyat dan menjadi musuh utama negara (Hairi Abdullah 1984:16). Kemiskinan bukan saja dilihat sebagai fenomena ekonomi semata-mata, tetapi juga sebagai masalah sosial dan politik (Syed Othman Alhabshi 1996). Karena dirasakan dahsyatnya bahaya kemiskinan, membasmi kemiskinan dianggap sebagai jihad (Anwar Ibrahim 1983/1984:25). Secara umum, kemiskinan mempunyai empat dimensi pokok, yaitu; kurangnya kesempatan (lack of opportunity); rendahnya kemampuan (low of capabilities); kurangnya jaminan (low-level of security); dan ketidakberdayaan (low of capacity or empowerment). Dan lazimnya kemiskinan diukur dengan garis kemiskinan (poverty line). Kemiskinan tidak saja mengakibatkan penyakit busung lapar (gizi buruk), atau juga penyakit sosial, seperti Penjaja Sex Komersial (PSK), gembel (pengemis) dan lain sebagainya, kemiskinan juga mengakibatkan turunnya harga diri individu atau kelompok masyarakat.
Konsep Kemiskinan
Dari berbagai literatur yang mengupas tentang konsep kemiskinan, paling tidak ada dua macam konsep kemiskinan yang dapat kita terima sebagai rujukan, yaitu; kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Konsep pertama kemiskinan absolut dirumuskan dengan membuat ukuran tertentu yang kongkrit (a fixed yardstick). Ukuran itu lazimnya berorientasi kebutuhan hidup dasar minimum anggota masyarakat (sandang, pangan dan papan).
Masing-masing negara terlihat mempunyai batasan kemiskinan absolut yang berbeda-beda, sebab kebutuhan hidup dasar masyarakat yang dipergunakan sebagai acuan memang berlainan. Karena ukurannya dipastikan, maka konsep kemiskinan semacam itu mengenal garis batas kemiskinan. Kemiskiinan absolut juga dapat dilihat dari sejauhmana tingkat pendapatan penduduk miskin tersebut mampu mencukupi kebutuhan pokoknya (basic needs), yaitu pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan. Kemampuan untuk membeli kebutuhan pokok ini dieuivalenkan dengan daya belinya (nilai uang). Mereka yang tidak mampu membeli kebutuhan pokok tertentu sesuai standar minimal dianggap berada pada posisi dibawah garis kemiskinan. Konsep yang kedua kemiskinan relatif dirumuskan berdasarkan the idea of relative standart, yaitu dengan memperhatikan dimensi tempat dan waktu.
Dasar asumsinya adalah kemiskinan pada suatu daerah tertentu berbeda dengan pada daerah tertentu lainnya, dan kemiskinan pada waktu (saat) tertentu berbeda dengan waktu yang lain. Konsep kemiskinan relatif lazimnya diukur berdasarkan pertimbangan in term of judgment anggota masyarakat tertentu, dengan berorientasi pada derajat kelayakan hidup. kemiskinan relatif dilihat berdasarkan persentase pendapatan yang diterima oleh pendapatan lapisan bawah. Mereka yang berada pada lapisan bawah dalam stratifikasi pendapatan nasional inilah yang dianggap miskin. (Edi Suandy Hamid 2000:14)
Stigma Kemiskinan
Sedikitnya ada dua macam perspektif yang lazim dipergunakan untuk mendekati masalah kemiskinan, yaitu; kemiskinan dalam perspektif kultural (the cultural perspective) dan kemiskinan dalam perspektif struktural atau situasional (the situasional perspective). Masing-masing perspektif tersebut memiliki tekanan, acuan dan metodologi tersendiri yang berbeda dalam menganlisa masalah kemiskinan. Perspektif kultural mendekati masalah kemiskinan pada tiga level analisis; individual, keluarga dan masyarakat. Pada level individual ditandai sifat yang lazim disebut a strong feeling of marginality, seperti; sikap parochial, sikap apatisme, fatalisme, atau pasrah pada nasib, boros, tergantung dan inferior.
Pada level keluarga ditandai oleh jumlah anggota keluarga yang besar dan free union or consensual marriages. Kemudian pada level masyarakat, terutama ditandai oleh tidak terintegrasinya secera efektif dengan insitusi-institusi masyarakat. Mereka sering kali memperoleh perlakuan sebagai obyek yang perlu digarap daripada sebagai subyek yang perlu diberi peluang berkembang.
Strategi Penanggulangan Kemiskinan
Lantas, bagaimana menyelesaikan persoalan kemiskinan? strategi apa yang harus dilakukan oleh pemerintah dalam memutus benang kusut kemiskinan diatas? Menurut penulis, ada dua agenda besar yang mesti dilakukan oleh para pengambil kebijakan, baik ditingkat lokal, maupun regional dalam program pengentasan kemiskinan yaitu, pertama; peningkatan kualitas Sumberdaya Manusia (SDM) melalui pendidikan dan keterampilan; dan kedua pembangunan ketenagakerjaan melalui perluasan lapangan kerja dan serangkaian program pembangunan padat karya.
Program peningkatan kualitas sumberdaya manusia dilakukan melalui pengembangan budaya usaha masyarakat miskin, yaitu mengembangkan budaya usaha yang lebih maju, mengembangkan jiwa kewirausahaan (enterpreneurship) dan meningkatkan keterampilan keluarga dan kelompok miskin untuk melakukan usaha ekonomi rakyat yang produktif atas dasar sikap demokratis dan mandiri. Program ketenagakerjaan dilakukan untuk menyediakan lapangan kerja dan lapangan usaha bagi setiap angkatan kerja sehingga dapat memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Formula yang dapat diterapkan adalah dengan membangun iklim investasi yang kondusif disemua tingkatan, baik lokal,regional maupun nasional. Sebagaimana yang kita pahami bahwa investasi sekecil apapun jika regulasi dan iklim investasi tidak kondusif dan rasional, maka jangan harap investasi akan datang. Maka solusinya menurut penulis adalah harus political will dari pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi se rasional mungkin.
Berangkat dari dua strategi memutus benang kusut kemiskinan diatas, ada baiknya mereka para tokoh-tokoh, baik lokal maupun nasional untuk tidak secara terbuka berdebat dan berdikusi mengenai kemiskinan, rakyat tidak butuh diskusi dan debat, yang mereka butuhkan adalah aksi nyata bagaiamana kemiskinan bisa diatasi, pengangguran dapat dikurangi dan kesejahteraan masyarakat meningkat. Wallahu’alaum Bishowaff
1. Why?
 Kemiskinan dialami oleh semua negara di dunia
 Permasalahan klasik di negara miskin: pertumbuhan versus distribusi pendapatan
 Penyebaran kemiskinan tidak merata di NSB
 kemiskinan berbeda dengan ketimpangan distribusi pendapatan.
2. WHAT?
 kemiskinan absolut:
 diidentifikasikan jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan tertentu
 Didasarkan pada pada konsumsi, terdiri dari dua elemen:
 Pengeluaran yang diperlukan untuk membeli standar gizi minimum dan kebutuhan mendasar lainnya
 Jumlah kebutuhan lain yang sangat bervariasi
 Garis kemiskinan (poverty line):
 Rp/kapita/bulan
 Desa vs kota
 kemiskinan relatif:
 pangsa pendapatan nasional yang diterima oleh masing-masing golongan pendapatan
 Dibandingkan lingkungan di mana tinggal
 kemiskinan cultural
 kemiskinan struktural

A. SEBERAPA BESAR TINGKAT KEMISKINAN TERJADI

 Menggunakan cara Headcount Index: menghitung jumlah miskin sebagai proporsi dari populasi
 cara Poverty Gap: menghitung transfer yang akan membawa pendapatan setiap penduduk miskin hingga tingkat di atas garis kemiskinan
Penduduk miskin dan tingkat kemiskinan yang berkesinambungan cukup cepat (Booth, 1992). Pertama, ketidakseimbangan dalam kawasan pedesaan menurun antara tahun 1981 dan 1987. Kedua, garis kemiskinan pedesaan yang ditetapkan oleh BPS dalam kenyataan bertambah lebih lambat antara tahun 1981 dan 1987 dibanding indeks harga pedesaan yang digunakan.
Hal ini merefleksikan fakta bahwa harga bahan makanan pokok, khususnya beras, meningkat kurang cepat sejak tahun 1981 dibandingkan dengan harga- harga lainnya.
Studi yang dilakukan oleh Sumarto (2002) dari SMERU Research Institute berdasarkan survei yang dilakukan atas 100 desa selama periode Agustus 1998 hingga Oktober 1999. Hasil studinya menemukan bahwa:
 Terdapat hubungan negatif yang sangat kuat antara pertumbuhan dan kemiskinan. Artinya, ketika perekonomian tumbuh, kemiskinan berkurang; namun ketika perekonomian mengalami kontraksi pertumbuhan, kemiskinan meningkat lagi.
 Pertumbuhan tidak mengurangi kemiskinan secara permanen. Walaupun terjadi pertumbuhan dalam jangka panjang selama periode sebelum krisis, banyak masyarakat yang tetap rentan terhadap kemiskinan.
 Pertumbuhan secara kontemporer dapat mengurangi kemiskinan. Sehingga pertumbuhan yang berkelanjutan penting untuk mengurangi kemiskinan.
 Walaupun terjadi pertumbuhan dalam jangka panjang, namun tidak
Mengurangi kemiskinan secara permanen. Sejumlah besar masyarakat tetap rentan terhadap kemiskinan. Oleh karena itu, manajemen kejutan (management of shocks) dan jaring pengaman harus diterapkan.
 Pengurangan ketimpangan mengurangi kemiskinan secara signifikan. Sehingga sangat penting untuk mencegah pertumbuhan yang meningkatkan ketimpangan
 Memberikan hak atas properti dan memberikan akses terhadap kapital untuk golongan masyarakat miskin dapat mengurangi kesenjangan, merangsang pertumbuhan, dan mengurangi kemiskinan.

B. PENGERTIAN KEMISKINAN
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan , pakaian , tempat berlindung dan air minum, hal- hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup .
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
 Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhanpangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
 Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial,ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosialbiasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
 Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai.Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagianpolitik dan ekonomi di seluruh dunia.




C. MENGUKUR KEMISKINAN

I. Kemiskinan Absolut
Kemiskinan absolut adalah sejumlh penduduk yang tidak mampu mendapatkan sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Kemiskinan absolut mengacu kepada sejumlah penduduk yang hidup dibawah & quot; garis kemiskinan internasional & quot; atau yang kurang daritingkat pendapatan minimum tertentuKemiskinan absolut mengacu pada satu set standard yang konsisten , tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat / negara. Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah persentase dari populasi yang makan dibawah jumlah yg cukup menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk laki-laki dewasa).
Kemiskinan absolut dapat diukur dengan angka, atau hitungan perkepala ( headcount ), H, untuk mengetahui seberapa banyak orang yang penghasilannya berasa dibawah di bawah garis kemiskinan absolut, Y, ketika hitungan perkepala tersebut dianggap sebagai dari populasi total, N, kita memperoleh INdEKS PERKEPALA ( headcount index ),H/N. Bank Dunia mendefinisikan Kemiskinan absolut sebagai hidup dengan pendapatan dibawah USD $1/hari dan Kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah $2 per hari, dg batasan ini maka diperkiraan pada 2001 1,1 miliar orang didunia mengkonsumsi kurang dari $1/hari dan 2,7 miliar orang didunia mengkonsumsi kurang dari $2/hari."[1] Proporsi penduduk negara berkemban yang hidup dalam Kemiskinan ekstrem telah turun dari 28% pada 1990 menjadi 21% pada 2001.[1] Melihat pada periode 1981-2001, persentase dari penduduk dunia yang hidup dibawah garis kemiskinan $1 dolar/hari telah berkurang separuh. Tetapi , nilai dari $1 juga mengalami penurunan dalam kurun waktu tersebut.
Meskipun kemiskinan yang paling parah terdapat di dunia bekembang, ada bukti tentang kehadiran kemiskinan di setiap region. Di negara-negara maju, kondisi ini menghadirkan kaum tuna wisma yang berkelana ke sana kemari dan daerah pinggiran kota dan ghetto yang miskin. Kemiskinan dapat dilihat sebagai kondisi kolektif masyarakat miskin, atau kelompok orang-orang miskin, dan dalam pengertian ini keseluruhan negara kadang-kadang dianggap miskin. Untuk menghindari stigma ini, negara-negara ini biasanya disebut sebagai negara
berkembang.
Garis tersebut tidak mengenal tapal batas antarnegara dan tidak ada hubungannya dengan tingkat pendapatan per kapita di suatu negara, dan perbedaan tingkat harga per hari dalam PPP dolar hingga kurang lebih US$1 mengakibatkan jumlah kemiskinan pada kehidupan masing-masing individu.
Bank Dunia menetapkan dua garis kemiskinan global untuk tahun 1985. Setiap rumah tangga yang pendapatan tahunannya (dihitung berdasarkan daya beli US$1 pada tahun 1985) $370 digolongkan "miskin" (poor).
Pada tahun 1987, terdapat sekitar 1,2 miliar manusia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Jumlah ini merupakan 30,1 % dari total populasi penduduk negara-negara Dunia Ketiga.
Meskipun tingkat kemiskinan keseluruhan ini (yang disebut sebagai headcount index) mengalami sedikit penurunan di negara-negara berkembang dan negara-negara yang sedang mengalami transisi antara tahun 1987 dan tahun 1993 (dari 30,1 % menjadi 29,4 %), jumlah tingkat kemiskinan absolut meningkat sebesar 80 juta orang, yaitu dari 1,23 miliar menjadi 1,31 miliar.
Di negara-negara berkembang saja, jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 74 juta. Peningkatan kemiskinan, baik dalam angka persentase maupun absolut, terjadi di negara-negara Amerika Latin dan Afrika sub-Sahara. Penurunan jumlah kemiskinan hanya terjadi di Cina, Asia Timur, dan Pasifik. Pada ketiga wilayah tersebut, sekitar 16 juta orang dikelompokkan miskin secara absolut.
Meskipun indeks poverty headcount (yaitu, tingkat kemiskinan) bisa saja lebih tinggi di beberapa negara sedang berkembang lainnya, 12 negara dengan jumlah penduduk besar inilah yang memberikan kontribusi paling besar terhadap total tingkat kemiskinan secara global.
Dengan peningkatan populasi penduduk negara-negara berkembang yang begitu cepat, jika tingkat kemiskinan tahun 1993 tetap tidak berubah di negara-negara tersebut, maka jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan pada tahun 1997 akan mendekati 1 miliar.
Seperti diasumsikan oleh banyak ekonom, meskipun tingkat kemiskinan menurun di satu atau lebih dari negara-negara yang paling banyak penduduknya ini (misalnya, Cina), jumlah penduduk miskin tetap dan kemungkinan akan terus meningkat.

D. INDIKATOR JURANG KEMISKINAN (POVERTY GAP)
Dalam banyak hal, metode dan pelaksanaan perhitungan jumlah penduduk yang masih hidup di bawah garis kemiskinan itu sendiri memang masih mengandung banyak keterbatasan. Sebagai contoh, seandainya saja garis kemiskinan itu dinaikkan pada angka US$360 maka hasilnya akan jauh berbeda mengingat banyak penduduk miskin yang hanya berpenghasilan US$350, atau bahkan US$300 per tahun.
Kedua kelompok pendapatan ini akan tercatat dalam bobot yang sama atau dalam proporsi penduduk yang masih berada di bawah garis kemiskinan. Beberapa ekonom mencoba mengkalkulasikan indikator jurang kemiskinan (poverty gap) yang mengukur total pendapatan yang diperlukan untuk mengangkat mereka yang masih di bawah garis kemiskinan ke atas garis itu.
Meskipun negara A dan B itu sama-sama memiliki 50 % penduduk yang masih berada di bawah garis kemiskinan, namun jumlahnya yang terdapat di negara A ternyata lebih besar daripada yang ada di negara B. Dengan demikian, negara A harus berusaha lebih keras guna memerangi kemiskinan penduduknya. Meskipun tingkat kemiskinan di Asia Selatan pada tahun 1993 lebih tinggi (43,1%) dibandingkan dengan Afrika subSahara (39,1 %), namun kesenjangan kemiskinan (poverty gap) di Afrika lebih tinggi (yaitu, 15,3 %) dibandingkan dengan kesenjangan kemiskinan di Asia Selatan (yaitu, 12,6 %). Pendapatan per kapita yang tinggi sama sekali bukan merupakan jaminan tidak adanya kemiskinan absolut dalam jumlah yang besar.
Mengingat besar atau kecilnya porsi atau bagian pendapatan yang diterima oleh kelompok-kelompok penduduk yang paling miskin tidak sama untuk masing-masing negara, maka mungkin saja suatu negara dengan GNP atau pendapatan per kapita yang tinggi justru mempunyai persentase penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan internasional yang lebih besar dibandingkan dengansuatu negara yang pendapatan per kapitanya lebih rendah. Sebagai contoh, Afrika Selatan memiliki pendapatan per kapita sebesar US$3.520 pada tahun 1996, tingkat kemiskinan 24 % dan kesenjangan kemiskinan 6,6 %. Sementara Sri Lanka hanya memiliki pendapatan per kapita sebesar US$740 pada tahun 1996, memiliki tingkat kemiskinan 4 % dan kesenjangan kemiskinan 0,7 %.
Masalah-masalah kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan tersebut sesungguhnya tidak semata-mata disebabkan oleh proses-proses pertumbuhan ekonomi yang alamiah. Ada faktor-faktor lain yang bermain serta turut mempengaruhinya, yakni seperti jenis pertumbuhan ekonomi yang berlangsung di negara yang bersangkutan, berbagai pengaturan politik dan kelembagaan yang dalam prakteknya ikut menentukan pola-pola distribusi pendapatan nasional, yang harus sengaja diciptakan sedemikian rupa dalam rangka lebih menyebarluaskan kue atau buah hasil pertumbuhan ekonomi kepada masyarakat luas.

E. INDEKS KEMISKINAN MANUSIA
Tidak puas dengan ukuran pendapatan dalam dolar per hari yang digunakan oleh Bank Dunia, UNDP berusaha mengganti ukuran kemiskinan & quot;pendapatan" Bank Dunia dengan ukuran kemiskinan " manusia". Lembaga ini selanjutnya membentuk apa yang dinamakan Indeks Kemiskinan Manusia (Human Poverty Index-HPI) yang dalam berbagai cara analog dengan Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index-HD I yang telah dibuatnya.
Dengan keyakinan bahwa kemiskinan manusia harus diukur dalam satuan hilangnya tiga hal utama (three key deprivations), yaitu :kehidupan (lebih dari 30% penduduk negara-negara kurang berkembang tidak mungkin hidup lebih dari 40 tahun), pendidikan dasar (seperti diukur oleh persentase penduduk dewasa yang buta huruf, dengan penekanan pada hilangnya hak pendidikan perempuan), serta keseluruhan ketetapan ekonomi (diukur oleh persentase penduduk yang tidak memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan dan air bersih ditambah persentase anak-anak di bawah usia 5 tahun yang kekurangan berat badan).
Dengan menggunakan sebuah rumus yang agak kompleks untuk menghitung HPI 78 negara miskin, laporan mereka tahun 1997 melakukan pemeringkatan negara-negara tersebut dari negara dengan HPI terendah sampai HPI tertinggi.
Mereka menemukan bahwa peringkat tersebut berbeda secara substansial dengan peringkat kemiskinan pendapatan Bank Dunia maupun peringkat HDIUNDP sendiri. Oleh karena nilai HPI menunjukkan proporsi penduduk yang secara luas dipengaruhi oleh hilangnya tiga hal utama (daya hidup, ilmu pengetahuan, dan ketetapan ekonomi), angka HPI yang rendah berarti menunjukkan hal yang bagus (yakni, persentase penduduk yang mengalami kehilangan hak yang lebih kecil).
Sementara HPI yang lebih tinggi menunjukkan kehilangan yang lebih besar. Sepuluh negara dengan peringkat tertinggi (artinya, memiliki HPI rendah) dan sepuluh negara peringkat paling rendah (artinya, memiliki HPI yang tinggi)

F. PENYEBAB KEMISKINAN
Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:
 penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin;
 penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga;
 penyebab sub-budaya(subcul tural ), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;
 penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi;
 penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (negera terkaya per kapita di dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu, orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan.
Menurut Sharp, et.al (1996 : h 173-191)
1) Secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan ketimpangan distribusi pendapatan.
2) Kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia.
3) Kemiskinan muncul akibat perbedaan akses modal

G. MENGHILANGKAN KEMISKINAN
Tanggapan utama terhadap kemiskinan adalah:
1) Bantuan kemiskinan, atau membantu secara langsung kepada orang miskin. Ini telah menjadi bagian pendekatan dari masyarakat Eropa sejak zaman pertengahan.
2) Bantuan terhadap keadaan individu. Banyak macam kebijakan yang dijalankan untuk mengubah situasi orang miskin berdasarkan perorangan, termasuk hukuman, pendidikan, kerja sosial, pencarian kerja, dan lain-lain.
3) Persiapan bagi yang lemah. Daripada memberikan bantuan secar langsung kepada orang miskin, banyak negara sejahtera menyediakanbantuan untuk orang yang dikategorikan sebagai orang yang lebih mungkin miskin, seperti orang tua atau orang dengan ketidakmampuan, atau keadaan yang membuat orang miskin, seperti kebutuhan akan perawatan kesehatan. Mobilisasi tenaga kerja yang belum didayagunakan agar terjadi pembentukan modal
4) Transfer sumber daya pertanian ke industri melalui mekanisme pasar
5) Sektor pertanian berbasis teknologi menjadi sektor yang memimpin
6) Pengupahan tenaga kerja (terutama sektor tradisional, modal yang didapat dari pemungutan pajak).
7) Menitikberatkan pada transfer sumber daya dari pertanian ke industri melalui mekanisme pasar.
8) Menyoroti potensi pesatnya pertumbuhan dalam sektor pertanian yang dibuka dengan kemajuan teknologi sehingga menjadi leading sector (rural-led development) proses ini akan mendukung pertumbuhan seimbang dengan syarat

II. MASALAH KETIMPANGAN PENDAPATAN DAN KEMISKINAN (KETIMPANGAN)
Terdapat dua pendekatan : kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif 1. Kemiskinan absolut ( melihat jumlah penduduk dibawah garis kemiskinan). 2. Kemiskinan relatif (hubungan populasi terhadap distribusi pendapatan).
Beban Kemiskinan Global Terjadi pada negara yang memiliki populasi yang besar pada kelompok-kelompok tertentu (kaum wanita), Anak –anak (sisi pendidikan dan kesehatan). Beban tersebut dapat dilihat dari extreme poverty line dan poverty line. Perbedaan Kemiskinan dengan Ketimpangan Pendapatan.
 Kemiskinan berkaitan dengan standar hidup yang absolut.
 Sedangkan Ketimpangan mengacu pada standar hidup relatif dari seluruh masyarakat.

A. GARIS KEMISKINAN
Semua ukuran kemiskinan dipertimbangkan pada norma tertentu. Pilihan norma tersebut sangat penting terutama dalam pengukuran kemiskinan yang didasarkan pada konsumsi.
Garis kemiskinan didasarkan pada consumption based poverty line dimana
terdapat dua elemen :
1. Pengeluaran yang diperlukan untuk standar gizi.
2. Jumlah kebutuhan lain yang bervariasi.
Hipotesis U Terbalik Tentang Kemiskinan Simon Kuznets (1955) membuat hipotesis adanya U terbalik, bahwa permulaan pembangunan dimulai dimana distribusi pendapatan akan makin tidak merata, namun setelah mencapai tingkat pembangunan tertentu distribusi pendapatan makin merata.
Sebagian besar kurva kuznet ini terletak disebelah kanan, ketimpangan pendapatan menurun seiring dengan peningkatan GDP perkapita pada tahap pembangunan selanjutnya. Hipotesis ini membuktikan terjadinya dua economy.
Simon kuznets mengatakan bahwa pada tahap awal pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan cenderung memburuk, namun pada tahap selanjutnya, distribusi pendapatannya membaik. Mengukur ketimpangan Para ekonom pada umumnaya membedakan dua ukuran pokok distribusi pendapatan, yaitu
 ukuran distribusi, yakni besar atau kecilnya bagian pendapatan yang diterima masing-masing orang , dan distribusi fungsional atau distribusi
 kepemilikan factor-faktor produksi. Ukuran ini secara langsung menghitungjmlah penghasilan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga.
Koefisien gini dan ukuran ketimpangan agrerat. Koefisien gini adalah ukuran ketimpanganb agregat yang angkanya berkisar antara nol ( pemerataan sempurna )hingga satu ( ketimpangan sempurna ). koefisien gini merupakan salah satu ukuran yang memenuhi empat kereteria yang sangat di cari, yaitu:
1. Anonimitas
2. Indevendensi skala
3. Indevedensi populasi
4. Dan transfer

B. DISTRIBUSI FUNGSIONAL
Teori ini pada dasranya mempersoalkan persentase penghasilan tenaga kerja secara keseluruhan, bukan sebagai unit-unit atau factor produksi yang terpisah secara individual, dan membandingkannya dengan persentase pendapatan total di bagikkan dalam bentuk sewa, bungan, dan laba.
Dalam peraga tersebut kita asumsikan bahwa hanya terdapat dua factor produksi saja yaitu: modal, yang persediannya dianggap tetap, dan tenaga kerja, yang merupakan satu-satunya factor variable.

C. KETIMPANGAN DAN KETERTINGGALAN
Sebagai ilustrasi
Peraga distribusi pendapatan fungsional didalam sebuah erekonomian pasar. Indonesia memiliki satu kementerian negara yang memiliki tugas untuk mempercepat pembangunan daerah tertinggal yakni Kementerian Negara Percepatan Daerah Tertiggal (PDT).
Tugas kementerian ini memiliki peran yang strategis dalam mengentaskan daerah-daerah di Indonesia baik di kawasan barat maupun timur dan kawasan terluar yang masih banyak tertinggal dibanding daerah lain. Meskipun sudah ada Kementerian PDT, masalah ketimpangan yang pada gilirannya membawa kepada ketertinggalan dalam hal pembangunan, semakin nyata terjadi di depan mata kita. Sejatinya, masalah ini adalah masalah besar bangsa kita yang sedang kita hadapi. Ini bukan hanya masalah parsial dan hanya menjadi tugas Kementerian PDT.
Berbicara mengenai masalah ketertinggalan, negara ini sesungguhnya sedang mengalami proses ketertinggalan yang pelan tapi pasti. Hal ini antara lain disebabkan oleh maraknya ketimpangan, baik itu ketimpangan pendapatan, pendidikan, maupun ketimpangan kualitas institusi birokrasi di negara ini. Salah satu hasil studi William Easterly (2006) mengungkapkan bahwa tingkat ketimpangan (inequality) yang tinggi merupakan penghambat kemakmuran, tumbuhnya institusi yang berkualitas, dan berkembangnya pendidikan yang bermutu tinggi.
Laporan Bank Dunia (2005) bertajuk World Development Report menyebutkan dalam pengantarnya bahwa keadilan (equity) adalah salah satu aspek fundamental dalam mencapai kemakmuran jangka panjang bagi masyarakat secara keseluruhan. Meskipun ada klaim ini, perdebatan mengenai pengaruh ketimpangan terhadap pembangunan ekonomi masih berlanjut dengan serius. Perlu ditegaskan di sini, ketimpangan berkaitan dengan distribusi hasil (outcomes) seperti pendapatan, kemakmuran, konsumsi, dan dimensi-dimensi lain dari apa yang disebut sebagai kesejahteraan (well being).
Sedangkan ketidakadilan (inequality) merujuk pada distribusi kesempatan (opportunities) yang mencakup aspek-aspek ekonomi, politik, dan sosial. Gelombang pertama (first wave) literatur mengenai pembangunan berargumentasi bahwa tingkat ketimpangan yang tinggi dapat mempercepat pertumbuhan dengan mengarahkan pendapatan lebih banyak lagi kepada para pemodal bertabungan tinggi (high saving capitalists) (Lewis, 1954, Kaldor, 1956, 1961). Argumen ini berangkat dari standar hipotesis di mana tingkat tabungan individu akan meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan.
Ketika redistribusi sumberdaya dari kaum kaya ke kaum miskin cenderung menurunkan tingkat tabungan agregat dalam suatu perekonomian, akumulasi kapital akan menurun seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi. Meningkatnya ketidaksamaan cenderung meningkatkan investasi dan Sementara itu, literatur- literatur baru mengenai pertumbuhan membalikkan prediksi tersebut. Dengan seperangkat model teoritik dan studi-studi empiris mereka berargumentasi bahwa ketimpangan berdampak buruk terhadap pertumbuhan melalui saluran-saluran ekonomi politik atau kendala akumulasi modal insani (human capital accumulation) (Galor and Zeira, 1993; Banerjee and Newman, 1993; Alesina and Rodrik, 1994; Persson and Tabellini, 1994).
Hal yang sangat dekat dengan kemiskinan adalah ketimpangan (inequality) atau gap antara si miskin dan si kaya. Ketimpangan berkaitan dengan distribusi hasil seperti pendapatan, kemakmuran, konsumsi, dan dimensi-dimensi lain dari apa yang disebut sebagai kesejahteraan. Konsep inequality tersebut harus dibedakan dengan konsep equity yang merujuk pada distribusi kesempatan (opportunities) yang mencakup aspek-aspek ekonomi, politik, dan sosial. Dalam World Development Report 2006, World Bank (2006) berargumentasi bahwa ketimpangan dalam kesempatan dan akses ekonomi berpengaruh terhadap pembangunan ekonomi.
Kemiskinan, ketimpangan, dan kesejahteraan sosial Kesejahteraan sosial berhubungan positif dengan pendapatan perkapita, namun berhubungan negative dengan kemiskinan dan tingakat ketimpangan.
Masalah yang ditimbulkan oleh kemiskinan absolute sudah jelas, tidak ada masyarakat beradab yang dapat merasa nyaman dengan kondisi dimana rekan- rekkan senegaranya berada dalam kesengsaraan absolut karean kemiskinan dideritanya. rumus kesejahteraan:
Dilihat dari akar penyebabnya, ketimpangan bisa dibagi dua.
1. Pertama, ketimpangan structural (structural inequality) yang disebabkan oleh peristiwa-peristiwa bersejarah seperti penaklukan, kolonisasi, perbudakan, dan distribusi tanah oleh negara atau kekuatan kolonial. Situasi ini menciptakan elite-elite yang lahir dengan kebijakan mekanisme non-pasar (non-market mechanism).
2. Kedua, ketimpangan yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan pasar karena kesuksesan dalam pasar bebas (free market) selalu tak sama antarindividu, kota, wilayah, perusahaan, dan industri.
Dalam berbagai literatur studi empiris-ekonometrik, Goudy dan Ladd (1999) menyebutkan ada tingkat kesepakatan dan konsensus terhadap hubungan- hubungan antara pertumbuhan ekonomi, ketimpangan, dan kemiskinan. Pertama, hubungan itu menggambarkan bahwa pertumbuhan ekonomi mengurangi kemiskinan. Hal ini tergantung pada sampai sejauh mana keadilan dalam distribusi pendapatan di suatu masyarakat. Kedua, pertumbuhan ekonomi tidak memiliki pengaruh yang bisa diprediksi atas ketimpangan di negara-negara berkembang. Ketiga, tingkat keadilan dalam suatu masyarakat adalah salah satu determinan dari pertumbuhan ekonomi.
Jika melihat kondisi perekonomian Indonesia yang secara makro menujukkan performa yang baik, namun di sisi lain realitas ketimpangan dan kemiskinan masih menyelimuti sebagian besar rakyat Indonesia, bisa dikatakan proposisi pertama dari hubungan antara pertumbuhan ekonomi, ketimpangan, dan kemiskinan menemui kebenarannya. Memang, pertumbuhan ekonomi yang dicapai belum cukup untuk mengabsorbsi permasalahan krusial yang dihadapi bangsa ini.
Namun, persoalan yang perlu dicermati lebih jauh adalah bagaimana mewujudkan keadilan bagi segenap rakyat dengan membuka katup-katup pembatas saluran distribusi pendapatan dan peluang/kesempatan ekonomi yang pada gilirannya akan mengalirkan berkah dari pertumbuhan ekonomi yang dicapai selama ini. Negara dimana tingkat ketimpangan ekonomi antarkalangan masyarakatnya rendah, menunjukkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Semoga, proposisi ketiga dari studi empiris di atas adalah berupa hadirnya keadilan ekonomi bagi segenapmasyarakat dapat terwujud.

D. KETIMPANGAN PENDAPATAN DI DUNIA KETIGA (PROF. IRMA ADELMAN)
Antara 1960 dan 1980 tingkat ketimpangan pendapatan melonjak, dan hal ini ternyata terjadi di semua negara-negara Dunia Ketiga nonkomunis.
Koefisien Gini meningkat dari 0,544 menjadi 0,602 (kecenderungan ini adalah kecenderungan keseluruhan, artinya penjumlahan seluruh koefisien Gini dari setiap negara-negara berkembang tersebut).
Meskipun demikian, peningkatan pemerataan pendapatan terjadi di sejumlah negara berkembang berpenghasilan menengah yang bukan merupakan pengekspor minyak. Sedangkan distribusi pendapatan di negara berkembang berpenghasilan rendah dan kelompok pengekspor minyak semakin timpang. Memburuknya (peningkatan angka) koefisien Gini pada duakelompok negara ini mencerminkan telah memburuknya distribusi pendapatan antara satu negara dibandingkan dengan negara-negara lain dan, tentu saja, memburuknya distribusi pendapatan di masing-masing negara berkembang itu sendiri.
Adelman menyimpulkan bahwa "pengurangan atau pemberantasan atas salah satu sumber ketimpangan itu (ketimpangan anta rn egara atau ketimpangan dalam masing-masing negara) sangatlah penting demi teratasinya kemiskinan".
Namun, dalam kenyataannya tingkat ketimpangan pendapatan tersebut justru terus memburuk di sebagian besar negara berkembang selama dekade 1980-an dan awal dekade 1990-an, terutama sekali di negara-negara di kawasan Afrika sub-Sahara dan Amerika Latin.

III. UPAYA PEMERATAAN PEMBANGUNAN (KEBIJAKAN PEMBANGUNAN)
Kunci dari pembangunan adalah kemakmuran bersama. Pemerataan hasil pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan tujuan pembangunan yang ingin dicapai. Tingkat pertumbuhan yang tinggi tanpa disertai pemerataan pembangunan hanyalah menciptakan perekonomian yang lemah dan eksploitasi sumber daya manusia.
Hipotesis Kusnets (1963) yang menyatakan bahwa sejalan dengan waktu ketidakmerataan (inequality) akan meningkat akan tetapi kemudian akan menurun karena adanya penetesan ke bawah (trickle down effect), sehingga kurva akan berbentuk seperti huruf U terbalik (Inverted U). Akan tetapi pada kenyataannya penetesan ke bawah (trickle down effect) tidak selalu terjadi, sehingga kesenjangan antara kaya dan miskin semakin besar.
Menurut data World Development Report 2006, 15,7% penduduk Indonesia pada tahun 1996 berada di bawah garis kemiskinan. Jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan meningkat menjadi 27,1 % pada tahun 1999.
Gini Index untuk pemerataan penghasilan Indonesia adalah 0,34, hal ini menunjukkan adanya ketidakmerataan penghasilan yang cukup besar di Indonesia. Gini index merupakan ukuran tingkat penyimpangan distribusi penghasilan, Gini index diukur dengan menghitung area antara kurva Lorenz dengan garis hipotesis pemerataan absolut. Gini Index untuk pemerataan kepemilikan tanah di Indonesia mencapai 0,46, nilai ini menunjukkan adanya ketidakmerataan kepemilikan tanah yang cukup besar.
Lingkaran Setan (Vicious Circle)
Dari segi pendidikan, Indonesia masih mengalami masalah ketidakmerataan pendidikan. Gini Index untuk pemerataan pendidikan di Indonesia mencapai 0,32, angka ini menunjukkan adanya ketidakmerataan pendidikan. Rendahnya tingkat pendidikan akan mengakibatkan rendahnya produktivitas dan berakibat pula pada rendahnya tingkat pendapatan, hal ini terus menjadi lingkaran setan (vicious circle). Kesenjangan tingkat pendidikan mengakibatkan adanya kesenjangan tingkat pendapatan yang semakin besar. Kesenjangan ini juga akan mengakibatkan kerawanan sosial.
Di Indonesia persentase balita yang kekurangan gizi mencapai 27,3% pada tahun 2000. Angka ini cukup besar dan harus menjadi perhatian yang serius bagi pemerintah. Tingkat gizi yang rendah akan mempengaruhi produktivitas sehingga tingkat pendapatan akan rendah. Fasilitas kesehatan yang kurang menjangkau ke daerah terpencil di Indonesia menyebabkan rendahnya kualitas kesehatan masyarakat. Tingginya tingkat mortalitas balita yaitu 41 kematian balita per 1.000 balita dan tingkat mortalitas ibu yang mencapai 230 kematian ibu per 100.000 kelahiran menunjukkan masih rendahnya kualitas kesehatan.
Pemerataan hasil pembangunan di samping pertumbuhan ekonomi perlu diupayakan supaya pembangunan dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Pemerataan pendidikan dan pemerataan fasilitas kesehatan merupakan salah satu upaya penting yang diharapkan meningkatkan pemerataan hasil pembangunan dengan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas.
Keberhasilan pembangunan sangat berkaitan dengan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Pemerintah harus menciptakan kebijakan pembangunan yang tepat dalam upaya meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi sekaligus menciptakan pemerataan pembangunan. Peningkatan laju ekonomi tidak selalu dibarengi dengan pemerataan. Kemiskinan tidak dapat dihilangkan dengan hanya peningkatan laju pertumbuhan ekonomi. Ada tiga permasalahan umum yang menyangkut kebijakan pemerintah dalam kaitannya dengan permasalahan pemerataan pembangunan yaitu:
1) Sumber dana pembangunan.
2) Alokasi dana pembangunan.
3) Efektivitas dan efisiensi penggunaan dana pembangunan.
Dalam rangka mendapatkan dana bagi pembangunan, Pemerintah Indonesia telah menambah hutang dalam bentuk penerbitan surat utang negara. Padahal disamping menambah hutang banyak alternatif lain yang dapat digunakan oleh pemerintah. Penambahan hutang guna mendapatkan dana bagi pembangunan malah menyebabkan masalah baru. Hutang di kemudian hari harus dibayar beserta bunganya yang akan semakin membebani anggaran pembangunan.

Krugman dan Obstfeld (2005) menjelaskan bahwa sebagian besar negara berkembang menarik pinjaman yang begitu besar dari luar negeri. Jumlah hutang negara berkembang sangat besar jika dibandingkan ukuran ekonomi negara tersebut dibandingkan dengan ukuran ekonomi negara industri maju. Jika tabungan nasional (S) lebih kecil dari investasi domestik (I) maka selisih itu merupakan defisit transaksi berjalan. Tabungan nasional di negara berkembang umumnya sangat rendah karena miskin modal, sedangkan peluang investasi produktif begitu melimpah. Untuk memanfaatkan pelung investasi inilah negara berkembang menarik pinjaman secara besar-besaran dari luar negeri yang berarti menjalankan neraca transaksi berjalan yang defisit. Pinjaman atau hutang untuk mengimpor barang modal diharapkan dapat dilunasi dengan keuntungan yang dihasilkan investasi itu kelak, baik pokok maupun bunganya.
Pinjaman yang ditarik negara berkembang itu bisa dijelaskan dengan logika perdagangan antar waktu (intertemporal trade). Negara berkembang terlalu miskin modal untuk mengolah segenap investasi yang tersedia, sehingga harus berhutang dengan negara lain. Sebaliknya negara kaya modal telah mengolah hampir seluruh peluang investasi produktif yang tersedia, sedangkan tingkat tabungan nasionalnya begitu besar. Oleh sebab itu, wajar jika para penabung di negara maju lebih tertarik untuk menginvestasikan uangnya di negara berkembang yang menyajikan keuntungan lebih banyak. Transaksi ini di atas kertas menguntungkan kedua belah pihak. Namun kenyaaannya, banyak penarikan pinjaman negara berkembang yang salah. Banyak yang menggunakan dana pinjaman bagi investasi yang secara ekonomis tidak menguntungkan, bahkan dana pinjaman digunakan untuk mengimpor barang konsumsi yang tidak menghasilkan laba. Padahal laba diperlukan untuk membayar pinjaman baik pokok maupun bunganya. Selain itu rendahnya tingkat tabungan nasional diakibatkan oleh penerapan kebijakan yang keliru sehingga negara berkembang makin tergantung pada pinjaman luar negeri.
Penambahan utang merupakan suatu cara paling cepat untuk menambah dana bagi keperluan tugas umum pemerintahan dan pembangunan. Akan tetapi dengan menambah utang berarti akan menambah beban bunga yang harus dibayar di masa yang akan datang. Padahal menambah utang haruslah menjadi alternatif terakhir yang dapat dilakukan oleh pemerintah. Walaupun demikian pinjaman bukanlah hal yang buruk, dengan catatan bahwa pinjaman digunakan untuk membiayai investasi yang kelak menghasilkan manfaat yang lebih besar dari jumlah pinjaman dan bunganya. Pinjaman tidak akan efektif apabila digunakan hanya untuk mengimpor barang konsumsi.
Dalam upaya pemenuhan keperluan dana bagi tugas umum pemerintahan dan pembangunan dapat dicarikan alternatif selain dari penambahan utang. Banyak hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah sebagai contoh dengan mengefisiensikan penerimaan pajak, meningkatkan perdagangan dengan luar negeri, meningkatkan investasi langsung (Foreign Direct Investment) dan lain sebagainya.
Masalah kedua adalah alokasi dana pembangunan. Hal ini memerlukan pembahasan yang mendalam. Alokasi dana sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam makalah ini akan dibahas penggunaan dana untuk pemerataan pendidikan dan pemerataan fasilitas kesehatan. Pemerintah harus serius dalam pengalokasian dana dengan benar. Sejak pelaksanaan otonomi daerah, penyediaan dana kesehatan dari Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN) disatukan dalam Dana Alokasi Umum (DAU). Penyatuan dana ini berakibat semakin kurang transparan penyediaan dana kesehatan.
Masalah ketiga adalah masalah efektifitas dan efisiensi penggunaan dana. Dana yang ada harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Kebocoran penggunaan dana harus diminimumkan, dengan harapan dana yang terbatas dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Penggunaan harus direncanakan dengan baik sehingga tingkat daya serap (absorptive capacity) dapat tinggi.
Dari tiga masalah di atas pembahasan selanjutnya lebih difokuskan kepada alokasi penggunaan dana untuk keperluan pemerataan pendidikan dan fasilitas kesehatan. Alokasi pengunaan dana di negara berkembang masih belum efisien. Struktur alokasi penggunaan dana di negara maju cenderung mengalokasikan dananya pada pendidikan dan kesehatan.
Alokasi dana pembangunan untuk pemerataan pendidikan dan pemerataan fasilitas kesehatan akan lebih menjamin tercapainya pemerataan dalam jangka panjang. Kebijakan alokasi dana untuk pendidikan dan kesehatan diharapkan dapat meningkatkan pemerataan pendidikan serta pemerataan fasilitas kesehatan. Biaya pendidikan yang lebih murah dan tersedianya fasilitas kesehatan yang lebih baik dan lebih terjangkau akan langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Dalam bidang pendidikan, kebijakan bantuan operasional sekolah (BOS) belum mampu meringankan beban bagi masyarakat secara signifikan. Pada kenyataannya orang tua murid masih terbebani dengan biaya lainnya, seperti uang seragam yang lebih mahal daripada harga di pasaran, buku yang selalu ganti setiap tahunnya, dan biaya lainnya. Saat musim pendaftaran sekolah, banyak orang tua yang tidak mampu menyekolahkan anaknya di sekolah negeri karena biaya yang tidak terjangkau. Akibatnya mereka hanya menyekolahkan anaknya di sekolah yang memiliki reputasi kurang baik, bahkan ada juga yang tidak mampu menyekolahkan anaknya.
Beban biaya pendidikan yang semakin mahal membuat orang tua yang kurang mampu tidak dapat menyekolahkan anak mereka. Anak yang seharusnya masih mendapatkan pendidikan justru sudah bekerja mencari nafkah untuk menyambung hidup keluarga. Rendahnya tingkat pendidikan berakibat rendahnya tingkat gaji yang diperoleh. Pekerja tanpa pendidikan hanya dinilai sebagai unskilled labor yang tidak memiliki bargaining position. Daya tawar yang rendah ini berakibat pada rendahnya tingkat pendapatan yang mereka peroleh. Sehingga pada waktu mereka masih tetap saja tidak dapat menyekolahkan anak mereka sampai ke tingkat pendididkan yang tinggi.
Di sisi lain, orang tua yang kaya mampu menyekolahkan anak mereka sampai ke tingkat pendidikan tinggi. Dengan tingginya tingkat pendidikan dengan mudah mereka mendapatkan pekerjaan yang bergengsi serta memiliki bargaining position yang baik sehingga mendapatkan tingkat pendapatan yang tinggi. Lingkaran setan ini dapat diputus apabila pemerintah menciptakan kebijakan supaya rakyat dapat memperoleh pendidikan lebih merata, dengan jalan meningkatkan subsidi untuk pendidikan, sehingga semua orang mendapatkan mutu pendidikan yang sama. Dengan tingkat pendidikan yang merata diharapkan tingkat pendapatan akan lebih merata sehingga rakyat benar-benar dapat merasakan manfaat pembangunan.
Sejak pelaksanaan otonomi daerah, penyediaan dana kesehatan dari Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN) disatukan dalam Dana Alokasi Umum (DAU). Penyatuan dana ini berakibat semakin kurang transparan penyediaan dana kesehatan. Apabila dana kesehatan kurang maka akan terbatas sekali pengadaan fasilitas kesehatan. Alokasi dana untuk kesehatan yang hanya 2,3% dari pengeluaran pemerintah sangat kecil. Di negara maju alokasi dana untuk kesehatan jauh lebih besar, Korea Selatan mengalokasikan 10,08% pengeluaran pemerintah untuk kesehatan. Padahal fasilitas kesehatan yang lebih merata dapat meningkatkan produktifitas sumber daya manusia.
Sumber daya manusia yang sehat akan menghasilkan sumber daya manusia yang produktif. Dengan produktivitas yang tinggi, suatu negara akan memperoleh keunggulan kompetitif (competitive advantage). Keunggulan komparatif dinamis dirintis oleh Michael E. Porter (1990) dan Paul Krugman (1980). Kedua ahli sepakat bahwa keunggulan komparatif dapat diciptakan (created comparative advantage). Dengan kata lain, mereka menentang teori Richardo dan Ohlin yang cenderung memandang keunggulan komparatif yang alami. Argumennya faktor yang menopang tingkatan tertinggi dalam keunggulan komparatif harus diperbaharui atau diciptakan setiap saat lewat investasi modal fisik dan manusia agar diperoleh keuntungan komperatif dalam produk yang terdiferensiasi dan teknologi produksi. Karena itu bisa dipahami apabila industri yang memiliki keunggulan komparatif versi Richardo dan Ohlin umumnya industri padat sumber daya (misalnya kayu, beras) dan padat karya yang tidak terampil (misalnya tekstil dan rokok). Ini berlainan dengan industri yang memiliki keunggulan komperatif versi Krugman dan Porter, yang umumnya padat modal (misalnya mesin dan baja) dan padat teknologi (misalnya komputer dan pesawat terbang).
Michael E. Porter menjelaskan bahwa dalam era persaingan global, suatu bangsa/negara yang memiliki competitive advantage of nation dapat bersaing di pasar internasional bila memiliki 4 faktor penentu (attribute) yang digambarkan sebagai suatu diamond (diamond strategy). Michael E. Porter menjelaskan bahwa tidak ada korelasi langsung antara 2 faktor produksi yaitu sumber daya alam yang melimpah dan sumber daya manusia yang murah, yang dimiliki oleh suatu negara yang dimanfaatkan menjadi keunggulan daya saing dalam perdagangan internasional. Banyak negara di dunia yang jumlah tenaga kerjanya yang sangat besar yang proporsional dengan luas negaranya tetapi lemah dalam daya saing perdagangan internasional. Peran pemerintah sangat mendukung dalam peningkatan daya saing selain faktor produksi yang tersedia dalam berbagai kebijakan makronya, dalam hal ini menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas.
Bagi pembangunan ekonomi, kualitas buruh adalah lebih penting, dengan mengadakan pemerataan pendidikan dan fasilitas kesehatan diharapkan pekerja Indonesia lebih berkualitas dan produktif. Produktifitas ini yang diharapkan mampu meningkatkan perekonomian. Sumber daya manusia yang berkualitas juga diharapkan cepat menyerap penguasaan teknologi. Melalui program pemerataan pendidikan dan fasilitas kesehatan akan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu mendukung pembangunan. Sumber daya manusia yang produktif merupakan modal yang paling menentukan dalam keberhasilan pembangunan dalam jangka panjang.
Pemerataan pendidikan dapat dilakukan dengan jalan menyediakan sekolah gratis sampai ke tingkat perguruan tinggi. Sekolah gratis ini dalam arti tidak ada pungutan biaya apapun, baik seragam, biaya operasional, maupun buku. Diharapkan juga sekolah gratis ini tersedia ke seluruh penjuru nusantara. Operasional sekolah harus mampu menekan biaya yang tidak perlu sehingga tidak terlalu membebani keuangan negara. Dengan menyediakan pendidikan sampai ke tingkat perguruan tinggi, diharapkan tingkat penghasilan penduduk akan meningkat karena sumber daya manusia yang dihasilkan lebih berkualitas.
Fasilitas kesehatan yang lebih terjangkau oleh masyarakat diharapkan dapat meningkatkan tingkat produktifitas sumber daya manusia. Penurunan biaya kesehatan disertai peningkatan mutu pelayanan kesehatan sangat diperlukan oleh masyarakat sebagai salah satu hasil yang dapat dirasakan secara langsung oleh rakyat miskin. Di samping alokasi dana yang tepat, pemerintah juga perlu memperhatikan masalah penggunaan dana yang efisien. Pemerintah harus mampu menindak kecurangan yang merugikan pembangunan.
Ketimpangan pembangunan yang terjadi di Indonesia secara makro dipengaruhi oleh adanya kesenjangan dalam alokasi sumber daya; sumberdaya manusia,, fisik, teknologi dan capital. Setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda didalam menghadapi isu ketimpangan pembangunan. Indonesia bagian barat menjadi primadona pembangunan ekonomi Indonesia sejak pemerintahan orde baru dimulai, terlebih sebelum era desentralisasi diterapkan di Indonesia. Sementara sebaliknya, untuk wilayah Indonesia Timur, banyak mengalami ketertinggalan diberbagai sector pembangunan.
Salah satu dampak sosial yang terjadi akibat kesenjangan atau ketimpangan pembangunan ekonomi dalah adanya kemiskinan diberbagai sektor. Kemiskinan menjadi problem kolektif bangsa Indonesia. Berbagai program dan strategi mengentaskan kemiskinan juga telah banyak dilakukan oleh pemerintah; mulai dari penguatan kualitas sumberdaya manusia, pembukaan lapangan pekerjaan, eksplorasi sumberdaya alam dan penyediaan program padat karya. Tulisan ini secara global akan memotret dua persoalan besar yang melanda dan menjadi problem bersama semua daerah.
Dalam sebuah negara pasti tidak akan terlepas dari aktivitas-aktivitas perekonomian. Aktivitas perekonomian ini terjadi dalam setiap bentuk aktivitas kehidupan dan terjadi pada semua kalangan masyarakat, baik masyarakat menengah ke bawah maupun pada masyarakat kalangan atas. Dalam pelaksanaannya, perekonomian selalu menimbulkan permasalahan. Terlebih lagi dalam pelaksanaannya di sebuah negara yang sedang berkembang. Begitu juga dengan Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Permasalahan perekonomian yang dihadapi bangsa ini sangat kompleks karena letak antara pulau satu dengan pulau yang lainnya sangat berjauhan.
Permasalahan ekonomi yang dihadapi bangsa Indonesia yang tetap terjadi hingga saat ini adalah terjadinya ketimpangan pembangunan perekonomian.. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah perekonomian pemerintah harus menyelesaikan permasalahan akarnya yaitu ketimpangan pembangunan dan perekonomian yang terjadi di wilayah Indonesia. Apabila permasalahan inti ini sudah terselesaikan atau paling tidak pembangunan perekonomian di Indonesia mulai terjadi pemerataan, maka permasalahan perekonomian lain yang timbul sebagai akibat dari ketimpangan pembangunan perekonomian akan terpecahkan satu per satu dari masalah yang terkecil.
Setiap pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah, setidaknya akan medapatkan apa yang namanya prestasi pembangunan, untuk mengetahui Prestasi pembangunan suatu negara atau daerah kita dapat menilainya dengan berbagai macam cara dan tolak ukur, baik dengan pendekatan ekonomi maupun dengan pendekatan non ekonomi. Penilaian dengan pendekatan ekonomi dapat dilakukan berdasarkan tinjauan aspek pendapatan maupun aspek non pendapatan. Tolak ukur pendapatan perkapita, sebagaimana kita sadari belum cukup untuk menilain prestasi pembangunan. Karena baru merupakan konsep rata-rata, pendapatan perkapita tidak mencerminkan bagaimana pendapatan suatu daerah terbagi dikalangan penduduknya, sehingga unsur kemerataan atau keadilan tidak terpantau. Distribusi pendapatan mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu daerah dikalangan penduduknya
Dalam kontek untuk mengukur dan menilai kemerataan (parah atau lunaknya ketimpangan) distribusi pendapatan, kita dapat melihatnya berdasarkan, pertama Kurva Lorenz dan Indek atau Rasio Gini. Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan dikalangan lapisan-lapisan penduduk secara kumulatif pula. Kurva ini terletak di dalam sebuah bujur sangkar yang sisi tegaknya melambangkan presentase kumulatif pendapatan. Sedangkan sisi datarnya mewakili presentase kumulatif penduduk. Kurva Lorenz yang semakin dekat ke diagonal (semakin lurus) menyiratkan distribusi pendapatan yang semakin merata. Sebaliknya, jika Kurva Lorenz semakin jauh dari diagonal (semakin lengkung), maka ia mencerminkan keadaan yang semakin buruk, distibusi pendapatan semakin timpang dan tidak merata.
Sementara pada pendekatan Indek atau Rasio Gini, adalah suatu koefisien yang berkisar dari angka 0 hingga 1, menjelaskan kadar kemerataan (ketimpangan) distribusi pendapatan. Semakin kecil (semakin mendekati nol) koefisiennya, pertanda semakin baik atau merata distribusi. Dilain pihak, koefisien yang semakin besar (semakin mendakati 1) mengisyaratkan distribusi yang kian timpang atau senjang.

A. SEBAB KETIMPANGAN PEMBANGUNAN
Menurut Sarjono HW (2006) pada kontek mikro, yang menjadi penyebab terjadinya ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah pada umumnya, penyebabnya antara lain:
1) Keterbatasan informasi pasar dan informasi teknologi untuk pengembangan produk unggulan.
2) Belum adanya sikap profesionalisme dan kewirausahaan dari pelaku pengembangan kawasan di daerah.
3) Belum optimalnya dukungan kebijakan nasional dan daerah yang berpihak kepada petani dan pelaku swasta.
4) Belum berkembangnya infrastruktur kelembagaan yang berorientasi pada pengelolaan pengembangan usaha yang berkelanjutan dalam perekonomian daerah.
5) Belum berkembangnya koordinasi, sinergitas, dan kerjasama,diantara pelaku-pelaku pengembangan kawasan, baik pemerintah, swasta, lembaga non pemerintah, dan petani, serta antara pusat, propinsi, dan kabupaten atau kota dalam upaya peningkatan daya saing kawasan dan produk unggulan.
6) Masih terbatasnya akses petani dan pelaku usaha kecil terhadap modal pengembangan usaha, input produksi, dukungan teknologi, dan jaringan pemasaran dalam upaya pengembangan peluang usaha dan kerjasama investasi.
7) Keterbatasan jaringan prasarana dan sarana fisik dan ekonomi di daerah dalam mendukung pengembangan kawasan dan produk unggulan daerah.
8) Belum optimalnya pemanfaatan kerangka kerjasama antar daerah untuk mendukung peningkatan daya saing kawasan dan produk unggulan







BAB III
PENUTUP


KESIMPULAN
Sementara pada aspek makro, Dumairy (1996), menyatakan bahwa terdapat ada dua faktor yang layak dikemukakan untuk menerangkan mengapa ketimpangan pembangunan dan hasil-hasilnya dapat terjadi. Faktor pertama ialah karena ketidaksetaraan anugerah awal (initial endowment) diantara pelaku-pelaku ekonomi. Sedangkan faktor kedua karena strategi pembangunan yang tidak tepat_cenderung berorientasi pada pertumbuhan, (growth).
Ketidaksetaraan anugerah awal yang dimaksud adalah adanya kesenjangan antara bekal “resources” yang dimiliki oleh para pelaku ekonomi. Yang meliputi, sumberdaya alam, kapital, keahlian/keterampilan, bakat/potensi atau sarana dan prasarana. Sedangkan pelaku ekonomi adalah perorangan, sektor ekonomi, sektor wilayah/daerah/kawasan). Sumberdaya alam yang dimiliki tidak sama antar daerah, (pra)sarana ekonomi yang tersedia tidak sama antar daerah, begitu pula yang lain-lainnya seperti kapital, keahlian/keterampilan serta bakan atau potensi.
Secara makro ketimpangan pembangunan yang terjadi di diberbagai daerah, tentunya karena lebih disebabkan oleh aspek strategi pembangunan yang kurang tepat. Strategi pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan misalnya, ternyata tidak mampu mengatasi persoala-persoalan yang terjadi di daerah, malah sebaliknya hanya memperkaya pelaku-pelaku ekonomi tertentu yang dekat dan mudah mendapatkan akses pembangunan secara gratis.

SARAN
Dalam sebuah negara pasti tidak akan terlepas dari aktivitas-aktivitas perekonomian. Aktivitas perekonomian ini terjadi dalam setiap bentuk aktivitas kehidupan dan terjadi pada semua kalangan masyarakat, baik masyarakat menengah ke bawah maupun pada masyarakat kalangan atas. Dalam pelaksanaannya, perekonomian selalu menimbulkan permasalahan. Terlebih lagi dalam pelaksanaannya di sebuah negara yang sedang berkembang. Begitu juga dengan Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Permasalahan perekonomian yang dihadapi bangsa ini sangat kompleks karena letak antara pulau satu dengan pulau yang lainnya sangat berjauhan.




DAFTAR PUSTAKA

www.kemiskinan,ketimpangandankebijakanpembangunan.com
www.konsepkemiskinan.com
www.ketimpanganpendapatan.com
www.kebijakanpembangunanekonomipembangunan.com