Kamis, 19 Mei 2011

Tiga Teori Utama Perusahaan dan Lokasi Idustri


Tiga Teori Utama Perusahaan dan Lokasi Idustri

Karakteristik

Neoklasik
Keperilakuan
Institusional
Tipe pembuat keputusan
Manusia ekonomi (economic person)
Manusia pemuas (satisfier person)
Teknostruktur
Kapabilitas pembuat keputusan
Rasionalitas sempurna (perfect rationality) informasi
Bounded rationality, informasi
Strategi dan struktur, kekuasaan
Tujuan
Biaya minimum, keuntungan maksimum
Tingkat aspirasi atau lebih baik
Pertumbuhan, keamanan, dan keuntungan
Teori persaingan
Sempurna (dan fair)
Sempurna? (dan fair)
Monopolistik (un fair)
Lingkup ekonomi
Biaya dan penerimaan
Rung informasi dan ruang aksi
Bisnis besar, tenaga kerja banyak, pemerintahan yang kuat
Hubungan ekonomi
Perpanjangan tangan
Arus informasi
Negosiasi, kolusi, persuasi
Penentuan ekonomi
Otomatis, seketika
Proses belajar
Proses negosiasi
Perubahan lokasi (jangka panjang)
Mengedaptasi atau mengadopsi kekuatan ekonomi
Belajar adaptasi terhadap kekuatan ekonomi
Ekonomi politik dan tekhnologi

            Karakteristik utama teori Neoklasik dalam menjelaskan lokasi industry adalah pertama, fokus pada variable utama ekonomi (biaya transport, biaya tenaga kerja, dan lain-lain) dengan mengabaikan proses sejarah, ekonomi, politik, dan social. Kedua, menganalisis fakor-faktor ekonomi secara abstrak dengan pendekatan deduktif untuk menarik generalisasi ke mana industry akan memilih untuk berlokasi. Ketiga, mengasumsikan bahwa huku,-hukum ekonomi berlaku universal, yang didasarkan atas rasionalitas ekonomi yang mengarahkan perilaku.
            Menurut perspektif Neoklasik, teori lokasi dapat digolongkan dalam tiga perspektif, yakni orientasi terhadap biaya transport (teori lokasi klasik), orientasi terhadap input local (local input) (teori lokasi modern), dan teori lokasi perspektif modern lanjutan (teori-teori baru mengenai ekternalitas dinamis, mazhab pertumbuhan perkotaan, dan paradigma berbasis transaksi)
            Bagi perusahaan yang berorientasi pada biaya transport, ada tiga kemungkinan lokasi, yakni lokasi bahan baku, lokasi pasar (kota), dan lokasi antara (lokasi bahan baku dan lokasi kota atau pasar). Bila biaya transport bahan baku dari lokasi bahan baku ke lokasi pabrik atau perusahaan lebih besar dari biaya transport barang jadi (lokasi pabrik ke lokasi pasar atau kota), maka perusahaan akan menempatkan lokasipabriknya di lokasi bahan baku agar dapat meminimumkan total biaya transport atau memaksimumkan keuntungan sebagai motif ekonomi. Sebaliknya, bila biaya transport barang jadi lebih besar dari biaya transport bahan baku, maka perusahaan memilih lokasi pabrikdi dekat lokasi pasar atau kota. Kalau tidak, perusahaan akan membayar biaya transport barang jadi lebih banyak.
Orientasi bahan baku
            Perusahaan cenderung berorientasi bahan baku apabila tariff angkut per ton/km bahan baku lebih mahal dari tariff angkutan per ton/kmbarang jadi dengan syarat bobot fisik bahan baku dan bobot fisik barang jadi adalah sama. Tariff angkutan bahan baku akan lebih mahal dari tariff angkutan barang jadi apabila bahan baku lebih banyak makan tempat (seperti kapas), lebih mudah rusak atau busuk (buah-buahan untuk buah-buahan dalam kaleng), dan lebih mudah pecah atau lebih berbahaya (bubuk mesiu untuk mercon) dari barang jadi. Weber (1929) mengembangkan indeks material (Material Index, disingkat MI) untuk memprediksi orientasi bahan baku atau pasar, sebagai berikut:

Di mana BBL= berat bahan baku local; BPA= berat produk akhir. Bila MI lebih besar dari satu, maka aktivitas ekonomi berorientasi input. Sebaliknya, bila MI lebih kecil dari satu, maka aktivitas ekonomi berorientasi output. Contoh aktivitas yang berorientasi input termasuk industry kayu gelondongan, kapas, pengalengan ikan, dan pasir besi.
Orientasi pasar
            Perusahaan berorientasi pada pasar bila barang jadi relative mahal untuk diangkut. Biaya transport barang jadi akan relative lebih tinggi bila barang jadi membutuhkan banyak tempat (mobil), mudah rusak (es krim), mudah pecah (keramik), atau berbahaya (mercon). Bila bobot bahan baku dan bobot barang jadi sama, tetapi tariff angkutan barang jadi lebih mahal dari tariff angkutan bbahan baku, maka perusahaan akan memilih lokasi dekat pasar agar biaya distribusi rendah.
Roientasi lokasi di antara bahan baku dan pasar
            Perusahaan berorientasi biaya transport memilih lokasi perusahaannya berada di antara lokasi bahan baku dan lokasi pasar apabila biaya transport bahan baku sama dengan biaya transport barang jadi. Dalam hal ini, ada tiga kemungkinanlokasi perusahaan yang dapat dipertimbangkan, yakni: (1) di lokasi bahan baku; (2) di lokasi pasar atau kota; serta (3) di lokasi antara lokasi bahan baku dan lokasi pasar atau kota. Perusahaan yang berbeda di lokasi di antara lokasi bahan baku dan lokasi pasar atau kota tidak akan terjadi jika ada biaya terminal (biaya bongkar muat di lokasi bahan baku dan di lokasi pasar atau kota) sebab di lokasi bahan baku hanya di keluarkan biaya muat bahan baku dan di lokasi pasar atau kota hanya dibayar biaya bongkar barang jadi. Namun, di lokasi antara lokasi bahan baku dan lokasi pasar atau kota harus dibayar biaya muat bahan baku dan biaya bongkar barang jadi.
            Perbedaan antara penentuan lokasi perusahaan berdasarkan orientasi biayatranspor dengan orientasi biaya input. Perusahaan yang berorientasi biaya transport adalah perusahaan yang menganggap biaya transport sebagai factor dominan dalam pengambilan keputusan lokasi. Sebaliknya, perusahaan berorientasi input local adalah perusahaan yang menganggap input local sebagai penentu lokasi perusahaan karena input local merupakan bagian terbesar total biaya perusahaan dan tidak dapat dipindahkan secara efisien dari satu lokasi ke lokasi lain.


Ringkasan Lokasi Industri Berorientasi Biaya Transpor dan Biaya Input
Orientasi Biaya Transpor
Karakteristik Keputusan
Lokasi Optimal
Contoh
Bahan baku
Volume lebih besar, berat, dan tidak tahan lama sebelum diproses
Dekat dengan sumber bahan baku
Penyulingan bijih-bijihan, baja, pengalengan buah-buahan dan sayur-sayuran
Pasar
Volume lebih besar, berat, dan tidak tahan lama setelah diproses
Dekat pasar
Masakan, makanan, dan perakitan mobil
Orientasi tenaga kerja
Intensifikasi energy
Daerah tenaga kerja murah
Tekstil
Orientasi energi
Aglomerasi lokalisasi dan aglomerasi urbanisasi
Daerah energy murah
Pengolahan aluminium
Orientasi input antara media
Kebijakan-kebijakan pemerintah yang mempengaruhi pemilihan lokasi
Mengelompok pada satu lokasi yang sama
Desa atau kota kerajinan
Orientasi jasa-jasa public setempat dan pajak-pajak
Para pekerja sensitive terhadap cuaca, suasana yang kondusif, dan rekreasi
Dekat sarana public, daerah bebas pajak dan retribusi
Sarana jalan, pelabuhan, saluran air, dan subsidi
Orientasi kenyamanan

Lingkungan fisik dan social yang menarik
Riset dan pengembangan

            Di dalam dunia nyata, perusahaan-perusahaan tidak dapat dengan mudah digolongkan berdasarkan orientasi lokasi hanya pada biaya transport (perusahaan berorientasi transfer) atau perusahaan mendasarkan keputusan lokasi hanya pada biaya input local (perusahaan berorientasi input local). Bagi banyak perusahaan, kebanyakan keputusan lokasi didasarkan pada pilihan (trade-off) antara biaya transport atau biaya input. Bila biaya transport lebih tinggi dari biaya input local, maka perusahaan akan memilih lakasi bahan baku atau lokasi kota agar dapat menghindari biaya transport lebih tinggi. Sebaliknya, bila biaya input local (misalnya, biaya tenaga kerja) lebih tinggi dari biaya transport, maka perusahaan akan memilih lokasi input local hingga biaya input local tinggi dapat terhindarkan.
            Dalam beberapa decade terakhir, biaya transport telah berkurang sebagai akibat inovasi-inovasi di bidang transportasi (kapal samudra yang besar dan cepat, tekhnologi petikemas, perbaikan pada transportasi melalui darat, laut dan udara, yang semuanya mengurangi biaya transport per satuan) dan di bidang produksi (yang mengurangi bobot fisik bahan baku per satuan barang jadi). Akibatnya, lebih banyak dijumpai lokasi perusahaan di lokasi input local daripada di lokasi bahan baku.

TEORI KEPERILAKUAN
            Teori Neoklasik dikritik oleh para penganjur teori keperilakuan. Para penganjur ini menekankan bahwa dalam dunia nyata, para pengambil keputusan berbeda dalm tujuan, preferensi, pengetahuan, kemampuan, dan rasionalitas. Teori keperilakuan mencoba membuat teori Neoklasik lebih realistik dengan memasukkan isu preferensi lokasi dan struktur organisasi dalam menjelaskan pola lokasi industry. Para pengambil kebijakan dicirikan sebagai “pemuas” karena realitasnya, mereka hanya memiliki informasi dan rasionalitas terbatas. Dengan kata lain, focus perhatiannya adalah pengembangan teori proses pengambilan keputusan tentang lokasi yang amat bervariasi antara perusahaan besar dan kecil.
            Kunci utama untuk menjelaska keperilakuan lokasi industry adalah dengan menjelaskan basaimana perusahaan-perusaan dalam industry memandang, menerjemahkan, dan mengefaluasi informasi dan factor-faktor yang mempengaruhi proses pemilihan lokasi industry. Kita dapat menyebut sebuah perusahaan dengan “pengolah informasi” di mana lingkungan adalah sumber informasinya dan hubungan antara perusahaan dan lingkungan terjadi karena arus informasi. Organisasi industry merupakan aspek penting dalam menjelaskan lokasi industry. Hal ini terlihat dari karya pada pelopor paradigm keperilakuan, terutama Pred (1967), Townroe (1969), dan Stafford (1972). Intinya, pilihan lokasi merupakan bagian keputusan investasi jangka panjang atau strategi yang kompleks, tidak pasti, subyektif, dan dilakukan oleh pengambil keputusan secara individu atau grup. Oleh karena itu, lokasi pabrik mencerminkan preferensi lokasional, yang membentuk dan dibentuk oleh proses pengambilan keputusan.
            Dicken (1971) dalam diskusinya mengenai penentuan lokasi industry mendefinisikan lingkungan keperilakun sabagai bagian lingkungan yang objektif dan mencerminkan semua informasi tentang perekonomian (baik secara ragional maupun global). Melalui lingkungan keperilakuan, perusahaan-perusahaan dalam suatu industry dapt saling menerima dan mengirimkan arus informasi srta memberikan sinyal satu sama lain. Dalam praktiknya, inti lingkungan keperilakuan geografis suatu perusahaan terdiri atas lokasi operasionalnya (dan komunitas terkaitannya) serta pengetahuan khusus perusahaan. Lingkungan keperilakuan didefinisikan pula sebagai  berbagai hubungan bisnis yang dikembangkan oleh perusahaan dengan para pemasok, konsumen, dan pemerintah.
            Perbedaan lingkungan keperilakuan bervariasi antara perusahaan kecil, perusahan dengan satu pabrik, dan perusahaan transnasional. Pertama, lingkungan keprilakuan perusahaan transnasional secara geografis lebih ekstensif dan perusahaan dengan satu pabrik dan perusahaan kecil. Kedua, dalam perusahaan kecil saluran informasi umumnya lebih berpusat pada satu atau dua pengambil kebijakan dan lebih informal serta tidak birokratis dari perusahaan transnasional.
GAMBAR


TEORI RADIKAL
            Para penganut teori radikal atau institusional menentang teori Neoklasik dan keperilakuan yang merupakan arus utama dalam geografis ekonomi. Dalam konteks geografi industi, pendekatan radikal diasosiasikan dengan geografi perusahaan atau teori strukturalis tentang lokasi industry. Teori tersebut “radikal” karena teori menawarkan paradigm lain dalam melihat proses kapitalisme. Bertentangan dengan teori Neoklasik, teori Radikal berpendapat bahwa proses persaingan tidak secara otomatis menjamin hasil yang secara social diinginkan, bahkan menciptakan ketidakstabilan dan persaingan tidak sehat.
            Teori Radikal merupakan kritik terhadap teori Neoklasik. Metoderiset teori Neoklasik menggunakan car berfikir ‘linier’ (mencakup car a neoklasik memaparkan teorinya, memformulasikan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan mengevaluasi ulang teori). Kemudian, dalam menjelaskan lokasi industry secara stastik, teori Neoklasik hanya memfokuskan pada variable ekonomi yang teratur. Cara demikian oleh teori Radikaldipandang sebagai pendekatan yang sempit karena akan mengisolasi lokasi dari proses yang mendasar (lebih mendalam) dan gagal dalam mn=enangkap pengaruh kenyataan yang dipenuhi ketidakpastian. Oleh sebab itu, teori Radikal menggunakan studi kasus sebagai cara menangkap fenomena-fenomena yang kompleks dan dinamis serta dipengaruhi factor local, global, nyata, maupun abstrak.
            Dalm derspektif teori Radikal, perilaku ekonomi mencakup perilaku lokasi harus mengetahui serta memahami kondisi ekonomi politik. Dalm hal ini, kita mengambil contoh perusahaan transnasional. Perusahaan transnasional memilii kemampuan memodifikasi atau bahkan memanipulasi lokasi serta pasar di mana mereka beroperasi. Perusahaan tidak secara pasif merespons kekuatan dari luar untuk berkompetisi, tetapi secara aktif mencari peluang untuk mengontrol pengaruh eksternal. Perusahaan transnasional menikmati kebebasan merekadalm menentukan lokasi investasi dan menentukan serta memilih tenaga kerja yang mereka inginkan. Kemampuan seperti demikian memberikan posisi tawar perusahaan-perusahaan transnasional dengan pemerintah local dan nasional.
            Kaum strukturalis memandang pertumbuhan ekonomi dibawah system kapitalis adalah sumber krisis. Menurut mereka, penjelasan mengenai lokasi industry haruslah ditempatkan pada tempat yang dalam, konteks kekuatan globalyang lebih luas, serta hubungan produksi yang lebih luas.
            Teori Radikal menyatakan bahwa agen-agen ekonomi memiliki kekuatan untuk menciptakan perbedaan serta mengubah lingkungannya serta hubungan antara perusahaan dengan lingkungannya. Teori ekonomi industry modern Gilbraith tentang ‘black box’ dan kekuatan kompetatif yang diatur oleh ‘tangan gaib’ sudah tergantikan oleh teori teknostruktur dan strategi-strategi yang dapat diterapkan serta struktur perusahaan besar yang menciptakan bentuk persaingan monopolistic atau oligopolistic.
            Struktur perusahaan adalah pemanfaatan asset perusahaan yang bersifat fisik maupun manusia dalam manufaktur dan kantor administrasi yang system operasionalnya terintegrasi. Struktur perusahaan berkaitan erat dengan strategi perusahaan. Strategi muncul dari struktur dan pada gilirannya, mengubah struktur. Struktur perusahaan diadaptasikan dengan implementasi strategi perusahaab. Chadler (1962) dalam tesisnya yang berjudul “Structure Follows Strategy” menyatakan bahwa perusahaan yang berbasis di Amerika Serikat, seperti Ford, mengimplementasikan strategi yang menciptakan operasi yang kompleks dan berkala besar, lalu pada gilirannya menyebabkan perubahan pada jalur komando dan komunitas pada perusahaan.
GAMBAR
            Idealnya, ketika perusahaan tumbuh, fungsi kewirausahaan didesentralisasi Karena para wirausaha secara progresif digantikan oleh kelompok-kelompok manajer dengan departemen pendukung, divisi berdasarkan fungsi (missal: akuntansi, produksi, keuangan, pemasaran, dan personalia), lini produk, dan operasi geografis. Dalam konteks strategi, bentuk organisasi semacam ini disebut multidivisional atau ‘M’ (Kuncoro, 2006). Sejalan dengan disentralisasi fungsi pengambilan keputusan, perusahaan mengembangkan cara-cara baru mengintegrasikan dan mengkoordinasikan operasi perusahaan yang telah terdiversifikasi dan menyebar secar geografis. Dalam derspektif ini, integrasi menghubungkan aliran informasi dalm perusahaan, mekanisme pemantauan dan keseimbangan otonomi, serta menjaga tanggung jawab yang masih tersentralisasi. Dalam perusahaan besar saperti NTC, keputusan atas strategi dan struktur menjadi tanggung jawab teknosstruktur, yaitu birokrasi di mana koalisi kelompok kepentingan memiliki perbedaan pandangan tentang strategi dan struktur.
RANGKUMAN
            Bab 3 setelah menunjukkan paradigm baru yang muncul dalam analisis industry, yang mengkombinasikan pendekatan ilmu ekonomi dan geografi, atau disebut geografi ekonomi. Ilmu ekonomi arus utama cenderung aspasial, yaitu mengabaikan dimensi ‘ruang’ atau ‘spesial’. Ini terlihat dari inti analisis ekonomi konvensional yang cenderung menjawab pertanyaan ekonomi seputar aktivitas konsumsi, aktivitas produksi, dan aktivitas distribusi.
            Konsentrasi aktivitas ekonomi secara special dalam suatu Negara meninjukkan bahwa industrialisasi merupakan suatu proses selektif di pandang dari dimensi geografis. Pengelompokan  industri proses secara spesialis ( spatial clusting ) terjadi diberbagai penjuru dunia, termasuk India, Italia, Portugal, Jepang, Australia, Brazil, Jerman, dan Spanyol. Kemudian, pengelompokan demikian telah menjadi objek kajian yang populer diNegara maju maupun NSB, termasuk Indonesia.
            Industrialisasi telah menjadi kekuatan utama ( driving force )  dibalik urbanisasi yang cepat dikawasan Asia sejak dasawarsa 1980-an. Kecuali dalam kasus industry berbasis sumber daya ( resource-based industried ), indrustri manufaktur  cenderung berlokasi  didalam dan sekitar kota. Industry cenderung beraglomerasi di daerah-daerah di mana potensi dan keemampuan daerahnya memenuhi kebutuhan mereka. Selanjutnya, mereka mendapatkan pula menfaat karena lokasi perusahaan yang saling berdekatan. Oleh karena itu, dapat dimengerti apabila aglomerasi, baik beraktivitas ekonomi maupun penduduk di perkotaan,menjadi isu sentral dalam literature geografi ekonomi, strategi bisnis dan peningkatan daya saing nasional, serta studi-studi ragional. Hal ini disebabkan pernyataan ‘mangapa’ (why) industry manufaktur cenderung memilih berookasi di dalam dan di sekitar kota-kota utama belum terjawab dengan memuaskan.
            Pembangunan industry dan aktivitas bisnis Indonesia selama ini lebih dari daswarsa terakhir cenderung bias ke Pulau Jawa da Sumatra. Industry manufaktur Indonesia cenderung tekondentrasi secara special di kedua pulau sejak tahun 1970-an. Pengelompokan industry dan orientasi ekspor secara special telah terjadi dalm tingkat yang fantastis di pulau Jawa da Sumatra dibandingkan pulau lain di Indonesia. Salah satu penjelasannya adalah peranan infrastruktur, terutama pelabuhan laut. Fakta-fakta di atas diperkuat dengan bukti adanya keterkaitan antara kawasan industry, pelabuhan, dan penduduk dangan kecenderungan lokasi industry manufaktur berorientasi ekspor.
            Tingginya ketimpangan special aktivitas ekonommi mendorang munculnya berbagai teori dan studi untuk memahami lokasi industry. Peranan industry manufaktur dalam pertumbuhan ekonomi dan relevansinya bagi perkembangan ekonomi local, ragional, dan nasional di banyak Negara memberikan tambahan relevansi bagi studi mengenai lokasi industry. Bab 3, menjelaskan setidaknya tiga paradigm utama dalam upaya menjelaskan lokasi industry, yaitu: teori Neoklasik, teori Keperilakuan, dan teori Radikal atau Institusional.
BACAAN YANG DIANJURKAN
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar